Bagaimana dengan Perjanjian Baru umat Kristen, dalam bahasa apakah naskahnya ditulis? Untuk memahami hal itu ada baiknya kita melihat latar belakang bahasa yang dipergunakan di Palestina pada abad pertama dimana Perjanjian Baru ditulis.
Kita sudah mengetahui bahwa sejak abad-5sM (zaman Ezra, Neh.8:9), bahasa Ibrani yang terdiri hanya huruf-huruf konsonan sudah tidak dimengerti oleh umumnya orang Yahudi sehingga Ezra menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab, karena sebagai bahasa percakapan umum telah digantikan oleh bahasa Aram.
Alexander (abad-4sM) raja Yunani yang menguasai kawasan dari Yunani, Asyur, Media, Babilonia, sampai Mesir, menyebabkan pengaruh helenisasi menguasai Palestina pula, lebih-lebih dibawah wangsa Ptolomeus dan Seleucus pada abad-3-1sM helenisasi khususnya bahasa makin tertanam di Palestina sehingga kitab Tenakh Ibrani diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani menjadi Septuaginta (LXX) di Aleksandria (abad-3-2sM). Masa itu sebagian umat Yahudi sudah tidak lagi bisa berbicara bahasa Ibrani kecuali mereka yang menjadi ahli kitab yang bertugas di Bait Allah dalam salin-menyalin kitab suci.
Sekalipun helenisasi sejenak tertunda pada masa pemberontakan Makabe (170-160sM), helenisasi bahasa berjalan lancar, bahkan Josephus, sejarahwan Yahudi yang pro Romawi juga menulis buku-bukunya dalam bahasa Yunani. Helenisasi telah berjalan 4 abad ketika abad-1M diisi dengan kehadiran Yesus dan ditulisnya Perjanjian Baru. Kala itu bahasa Yunani dan Aram menjadi bahasa percakapan umum di Palestina (bilingual).
“Bahasa Yunani menjadi bahasa resmi di pengadilan dan bahasa pergaulan sehari-hari, seperti yang terlihat dalam tulisan-tulisan di atas papirus, surat-surat cinta, tagihan, resep, mantera, esai, puisi, biografi, dan surat-surat dagang, semuanya tertulis dalam bahasa Yunani, bahkan tetap demikian hingga masa pendudukan Romawi. ... bahasa Aram menggantikan bahasa Ibrani sebagai bahasa pergaulan di Palestina, dan Helenisme mendesak Yudaisme.“ (Merril C. Tenney, Survey Perjanjian Baru, h.23-24, 29).
“Bahasa Yunani, secara meluas dimengerti di Palestina, terutama di ‘Galilea wilayah bangsa-bangsa lain’ seperti yang disebut dalam Mat.4:15. ... agar berhasil dalam perdagangan, penguasaan bilingual adalah keharusan. Bilingualisme memiliki akar historis pada abad-2sM ketika wangsa Seleukus melakukan kebijakan helenisasi penduduk Palestina. Sekalipun reaksi Makabe menunda sejenak proses helenisasi, tanpa bisa dicegah budaya dan bahasa Yunani meresapi Palestina.” (Bruce Metzger, The Language of the New Testament, dalam The Interpreter’s Bible, Vol.7, h.43).
Bahasa Aram sebagai bahasa ibu diiringi bahasa Yunani koine digunakan oleh Yesus dan para Rasul dalam pemberitaan Injilnya, dan bukan Tenakh Ibrani melainkan Septuaginta Yunanilah yang digunakan oleh umat pada saat awal kekristenan. Sebagian besar kutipan Perjanjian Lama dalam Perjanjian Baru dikutip dari Septuaginta, sisanya dari berbagai naskah Ibrani.
“Septuaginta ... Pada masa Kristus, kitab tersebut telah tersebar luas di antara para Perserakan di wilayah Timur Tengah dan menjadi Kitab Suci Jemaat Kristen yang mula-mula.” (Tenny, h.32).
“Septuaginta adalah Alkitab yang digunakan oleh Yesus dan para rasul. Sebagian besar kutipan Perjanjian Lama dalam Perjanjian Baru dikutip langsung dari Septuaginta, sekalipun itu berbeda dengan teks Masoret.” (Norman Geisler, A General Introduction to the Bible, h.254).
“Yesus berbicara juga bahasa Yunani ... tetapi bahasa ibu mereka saat itu adalah bahasa Aram.” (ME Duyverman, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, h.16).
Di Sinagoga di Nazaret, Yesus membaca kitab Yesaya dari Septuaginta (Luk.4:18-19):
“Bagian terbesar kutipan ini berasal dari teks Yes.61:1-2 dari LXX. Merawat orang-orang yang remuk hati, adalah bagian dari sumber peninggalan naskah Lukas yang terbaik, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas berasal dari teks LXX dari Yes.58:6.” (The Interpreters’ Bible, Vol.8,90-91).
Memang bahasa Aram secara umum dan di Perjanjian Baru kala itu disebut sebagai bahasa Ibrani, itu maksudnya adalah bahasa Aram.Bruce Metzger, profesor Perjanjian Baru dari Princeton, mengatakan:
“Bahasa ibu orang Yahudi Palestina di waktu itu adalah Aram. Sekalipun para Rabi dan Ahli-Kitab masih menggunakan bahasa Ibrani klasik Perjanjian Lama, untuk mayoritas umat ini adalah bahasa mati. ... Barangkali karena rasa bangga yang salah, dan kemungkinan besar karena tidak dapat membedakan ketepatan ilmiah, bahasa Aram secara populer disebut sebagai bahasa “Ibrani.” ... Bahasa percakapan umum semitik orang Yahudi Palestina pada waktu Yesus hidup adalah “Aram.” ... Secara umum sesuai angkatannya Palestina, Yesus tidak diragukan berkata-kata dalam bahasa Aram seperti bahasa ibunya, tetapi menjadi orang Galilea ia juga menggunakan bahasa Yunani.” (The Language of the New Testament, dalam The Interpreter’s Bible, Vol.7, h.43,52).
Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani, dibawah bayang-bayang Septuaginta yang menerjemahkan Yahweh/Adonai menjadi ‘Kurios’ dan El/Elohim/Eloah dengan ‘Theos.’ Bahasa Yunani yang populer saat itu yang digunakan dalam penulisan Septuaginta dan Perjanjian Baru adalah bahasa Yunani Koine (umum) dan bukan bahasa Yunani tinggi (Attic) yang biasa digunakan dalam kesusasteraan Yunani klasik.
“Pada abad pertama, Yunani Koine, telah menjadi lingua franca di seluruh kerajaan Romawi.” (The Language of the New Testament, dalamThe Interpreter’s Bible, Vol.7, h.44).
Kitab-kitab Perjanjian Baru menggunakan bahasa Yunani Koine yang bervariasi sesuai dengan kemampuan bahasa penulisnya, misalnya kitab Lukas, Kisah dan Yakobus bahasa Yunaninya bagus tetapi bahasa Yunani kitab Wahyu kurang baik tatabahasanya.
Ada tradisi yang ditulis oleh Eusibius dalam bukunya ‘Sejarah Gereja’ bahwa Papias menulis bahwa “Matius menulis logia dalam bahasa Ibrani (Aramaik).” Beberapa teori diusahakan untuk menunjukkan bahwa ‘logia’ itu adalah ‘Injil,’ namun karena tidak ada bukti peninggalannya, umumnya ‘logia’ itu dimengerti sebagai ‘ucapan-ucapan Yesus’ (oracles). Bila diperhatikan bahwa Injil Matius banyak menggunakan sumber Injil Markus, maka kemungkinan besar Matius menulis Injilnya dalam bahasa Yunani sebagai saksi mata dengan menggabungkannya dengan ‘logia’ Aramnya dan Injil Markus yang berbahasa Yunani.
“Umumnya para ahli Perjanjian Baru percaya bahwa bukti-bukti internal menunjukkan bahwa ke-empat Injil ditulis dalam bahasa Yunani, tetapi menggunakan bahan-bahan Aramaik, baik yang lisan maupun mungkin tulisan.” (The Language of the New Testament, dalam The Interpreter’s Bible, Vol.7, h.50).
Lalu bagaimana dengan adanya naskah-naskah dalam bahasa Aram yang ditemukan?
“Umumnya para ahli meragukan kalau pernah ada ‘Injil Aramaik’ yang asli. Manuskrip yang biasa dikemukakan hanya sekedar copy dari naskah Siria yang terkemudian, yang diterjemahkan dari bahasa Yunani.” (Alfred M. Perry, The Growth of the Gospels, dalam The Interpreter’s Bible, Vol.7, h.68).
Ternyata menurut penyelidikan naskah Perjanjian Baru, naskah-naskah itu diketahui adalah fragmen Injil Siria (Peshita) dalam bahasa Aram. Kitab-kitab Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani pada sekitar tengah kedua abad-1M, dan pada abad-2M diterjemahkan ke dalam bahasa Aram Siria (Old Syraic) yang dikenal sebagai Alkitab Peshitta, dan juga diterjemahkan ke dalam bahasa Latin Kuno (Old Latin).
Amin.
Amin.
Salam kasih dari Redaksi www.yabina.org
No comments:
Post a Comment