Mungkin kita sering merasa bahwa kita adalah pribadi yang selalu berkesusahan, sering sial, dan tidak pernah beruntung. Disaat itu pula orang disekitar kita berkata “ah, elo-nya aja tuh yang kurang bersyukur, coba lihat lagi apa yang elo punya.” Mungkin benar anda kurang bersyukur atau mungkin benar juga anda orang yang “apes”.
Keberhasilan sifatnya relatif. Tidak ada standard khusus dalam mendefinisikan keberhasilan, karena keberhasilan selalu berurusan dengan banyak aspek, baik aspek psikologis maupun aspek sosial. Sukses adalah tentang banyak hal, setiap orang memiliki definisi dan ukuran suksesnya masing-masing berbeda. Definisi saya mungkin tidak sama dengan definisi anda, begitu juga definisi Anda tidak sepenuhnya sama dengan definisi orang lain yang anda kenal.
Tetapi saya perhatikan satu hal, semakin hari semakin banyak orang yang mendefinisikan kesuksesan berdasarkan tiga hal saya, yakni: Kekuasaan, Uang dan Kemahsyuran. Apabila salah satu dari tiga hal ini sudah anda miliki, biasanya anda sudah dapat dikategorikan sukses dan biasanya ketiga hal tersebut saling berkaitan.
Tentu saja ketiga unsur itu pada dasarnya baik, dan tidak salah bila kita semua berlomba-lomba untuk mendapatkannya. Dan apa jadinya bila selama perlombaan itu ternyata kita tidak pernah mendapatkan “piala-piala” tersebut, bahkan juara harapan pun tidak padahal kita sudah mengerahkan kekuatan penuh dan strategi terbaik kita.
Depresi dan stress sering terjadi di kota-kota besar. Kehidupan yang monoton, pergi pagi pulang malam, pendapatan yang pas-pasan bahkan cenderung lebih besar pasak daripada tiang. Tanpa kita sadari, kebutuhan yang selalu mendesak sering menstimulasi orang melakukan tindakan-tindakan instant yang terkadang lebih banyak haramnya dibanding halalnya.
Depresi dan stress terjadi karena realita yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang kita impi-impikan dan harapkan. Mungkin impian kita terlalu berlebihan tanpa tindakan dan kemampuan yang setimpal untuk meraih mimpi tersebut. Atau mungkin memang kita tidak ditakdirkan untuk mendapatkan mimpi kita tersebut karena kita memang belum layak mendapatkannya.
Mungkin sudah terpatri dalam pemikiran anda bahwa faktor kerja keras adalah faktor penentu dalam keberhasilan. Pada kenyataanya TIDAK! Bukan kerja keraslah faktor penentu keberhasilan, karena saya sudah melihat ratusan teman saya begitu konsisten bekerja dan hasilnya hanya “begitu-begitu saja”, cukup buat bayar tagihan kartu kredit, bayar kontrakan, bayar sana dan bayar sini dan yang tersisa hanya ratusan ribu untuk menjalani sisa hidup ke depan sampai tanggal gajian datang kembali. Siklus yang tiada pernah berhenti.
Saya tidak bilang anda tidak perlu bekerja keras karena saya pun sadar kerja keras penting dalam meraih cita-cita. Tapi ada hal-hal penting yang terlupakan oleh pribadi-pribadi yang mengharapkan keberhasilan yaitu KEBERUNTUNGAN.
Saya selalu mendefinisikan keberuntungan adalah pertolongan Tuhan, entah siapapun itu Tuhan anda. Bisa jadi Allah, Yesus, Budha atau bahkan Lucifer. Terserah anda memilih siapa yang menjadi Tuhan anda.
Pada dasarnya, Tuhan selalu berharap anda mempercayai-Nya dalam situasi apapun bahkan yang tergenting sekalipun. Iya, bahkan Tuhan pun mempunyai pengharapan kepada anda sebagai pribadi ciptaa-Nya. Percaya atau tidak mengenai pendapat saya, itu terserah anda.
Percaya itu bila saya definisikan ke bahasa religi bisa disebut sebagai Iman. Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan, dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat (Ibrani 11:1).
Saya menganalogikan orang yang beriman sebagai berikut. Ada sekelompok orang yang berjalan menuju kaki gunung memohon hujan datang kepada Tuhan mereka, kala itu paceklik berkepanjangan datang akibat sawah dan ladang kekeringan. Diantara kumpulan manusia tersebut, ada seseorang anak kecil terlihat berdoa sambil memegang payung ditangannya dan hanya dialah yang membawa payung. Anak itu percaya bahwa hujan akan segera turun setelah doa-doa dipanjatkan. Anak itu memiliki Iman.
Iman adalah sebuah benih karena Iman dapat bertumbuh. Iman membutuhkan pupuk dan air yang cukup untuk membuatnya dapat menjadi lebih besar dan kuat. Layaknya sebuah pohon, butuh perlakuan yang konsisten dalam menumbuhkan Iman.
Murah hati, adalah pupuk yang paling mujarab untuk menumbuhkan iman kita. Berlaku baik kepada sesama, tolong menolong antar umat manusia, memberikan yang kita miliki bagi mereka yang membutuhkan. Murah hati memang identik dengan beri-memberikan, tapi belum tentu semua bentuk beri-memberikan berdasarkan dari murah hati, karena banyak tindakan tersebut didasari oleh motivasi-motivasi tertentu.
Murah hati berarti bersimpati, berempati dan sebuah pengampunan. Di zaman yang semakin maju ini nilai-nilai kemurahan hati menjadi semakin terkikis habis bis bis sampai ke akar-akarnya. Rasa simpati menjadi sesuatu yang langka. Orang bisa sambil tertawa dan bersendau gurau membicarakan kesusahan orang lain dan orang bisa dengan tega menambah kesulitan kepada orang yang justru tengah dilanda kesulitan.
Rasa empati juga semakin susah ditemui. Orang dengan seenaknya melontarkan kritik, tuduhan, kata-kata yang menyakitkan, atau juga keburukan orang lain di depan umum, tanpa memikirkan bagaimana kalau mereka sendiri yang berada pada posisi orang itu. Padahal, kalau ucapan atau kata-kata kita hanya akan menyakiti dan mendemotivasi orang lain, tidakkah lebih baik kita berdiam diri saja?
Begitu juga pengampunan, kita melihat pertunjukan dendam kesumat; bom satu dibalas dengan bom lain, mata ganti mata, gigi ganti gigi. Lalu berguguranlah orang-orang yang tidak bersalah. Betapa menyedihkan.
Rendah hati adalah air yang terbaik bagi pertumbuhan Iman. Rendah hati dapat menyejukan hati pribadi-pribadi yang mendapatkannya. Rendah hati beda dengan rendah diri yang merupakan kelemahan. Kerendah-hatian justru mengungkapkan kekuatan. Hanya orang yang kuat jiwanya yang bisa bersikap rendah hati. Orang yang rendah hati ialah orang yang tidak sombong. Orang yang rendah hati bisa mengakui dan menghargai keunggulan orang lain. Mereka merupakan pribadi yang bisa membuat orang yang diatasnya merasa nyaman dan membuat orang yang dibawahnya tidak merasa minder.
Kerendahan hati memang unik, kalau kita mengklaim bahwa kita memilikinya, kita justru tidak memilikinya. Saat kita merasa bahwa kita orang yang rendah hati, saat itulah kita kehilangan kerendah-hatian kita. Inilah Paradoks kerendahan hati. Kerendahan hati adalah satu-satunya karakterisitik yang kita miliki tanpa kita merasa memiliki.
Adalah relatif lebih mudah bagi kita untuk rendah hati dihadapan Tuhan. Namun satu-satunya bukti kesungguhan kerendahan hati kita dihadapan Tuhan adalah kerendahan hati kita di hadapan sesama manusia dalam keseharian hidup kita.
Kiranya, Tulisan ini bermanfaat bagi kita semua yang membaca dan mengamalkan dalam kehidupannya sehari-hari. Marilah kita menjadi pribadi yang berhasil dan beruntung. Tuhan Memberkati. (cokietobing)
No comments:
Post a Comment