oleh: P. William P. Saunders *
Seorang teman saya adalah jemaat Adven Hari Ketujuh, dan mereka mengadakan kebaktian pada hari Sabtu. Kami berbicara mengenai bilamanakah tepatnya hari Sabat itu - Sabtu atau Minggu. Saya mengatakan bahwa hari Minggu merupakan hari yang tepat untuk beribadat sebab Yesus bangkit dari antara mati pada hari Minggu. Mohon pendapat.
~ seorang pembaca di Manassas
Gereja Adven Hari Ketujuh memang mempertahankan hari Sabtu sebagai hari Sabat dan bahwa umat beriman patut beribadat kepada Tuhan pada hari Sabtu. Praktek ini, tentu saja, berasal dari Sabat Yahudi. Hari Sabat berhubungan dengan hari istirahat Tuhan pada hari ketujuh penciptaan, “Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu” (Kej 2:3). Ketika Tuhan memberikan Sepuluh Perintah Allah kepada Musa, dasar yang sama diberikan bagi hari Sabat,“Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya” (Kel 20:11). Kata “Sabat” berasal dari akar kata yang berarti “beristirahat” atau “berhenti”. Di kalangan Yahudi, perayaan Sabat menjadi suatu ciri khas yang membedakan orang-orang Yahudi dari orang-orang kafir; merupakan hari istirahat sekaligus hari pertemuan kudus (Im 23:1-3). Singkat kata, dasar ini merupakan alasan mengapa Gereja Adven Hari Ketujuh terus memelihara hari Sabtu sebagai hari untuk beribadat kepada Tuhan. Namun demikian, pandangan tersebut bertentangan dengan tradisi konsisten Kristiani. (Patut diingat bahwa Adven Hari Ketujuh secara resmi didirikan di Battle Creek, Michigan, pada tahun 1863.) Yesus Sendiri menegaskan, “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat”(Mat 12:8). Tuhan kita bangkit dari antara orang mati pada hari Minggu pagi, hari pertama minggu. Sama seperti Allah telah menciptakan terang pada hari pertama Penciptaan, Kristus adalah Terang yang datang ke dalam dunia, dan pada hari Paskah Ia adalah bintang fajar dari abad baru, yang menaklukkan dosa dan menghalau kegelapan. Sebab itu, Tuhan atas hari Sabat melalui karya penyelamatan-Nya menetapkan suatu perayaan Sabat yang baru.
Perayaan pada “hari pertama minggu” jelas merupakan Sabat baru bagi umat Kristiani. Dalam Kisah Para Rasul, St Paulus mencatat bagaimana pada hari pertama dari tiap-tiap minggu umat beriman berkumpul bersama untuk “memecah-mecahkan roti” dan menyampaikan pewartaan (Kis 20:7dst). Paulus juga berbicara mengenai bagaimana suatu pengumpulan amal kasih diadakan demi membantu warga Gereja yang berkekurangan (1 Kor 16:2).
Kehidupan Gereja abad pertama juga menegaskan hari Minggu sebagai hari beribadat. Didaché, buku pertama mengenai doktrin, liturgi dan moral yang dianggap sebagai pengajaran para rasul dan ditulis sekitar tahun 80M, mengatakan, “Pada Harinya Tuhan, hendaknya kamu berkumpul bersama, memecah-mecahkan roti dan mengucap syukur, setelah mengakukan dosa-dosamu agar kurbanmu murni.” Perlu diperhatikan bahwa frasa yang tampaknya berlebihan: “Harinya Tuhan” sesungguhnya menyatakan bahwa pada masa awali itu hari Minggu secara resmi disebut “Hari Tuhan” seperti ditetapkan oleh Yesus Sendiri.
Penyebutan hari Minggu sebagai “Hari Tuhan” dinyatakan secara jelas pada abad kedua. St Ignatius dari Antiokhia (wafat thn 107), yang tulisan-tulisannya memberikan banyak pencerahan dalam iman dan tradisi Gereja Katolik awali, mengatakan, “... Mereka yang berjalan-jalan di dalam kebiasaan lama sampai kepada harapan baru dan tidak lagi menaati hari Sabat, tetapi hidup menurut hari Tuhan, pada hari mana kehidupan kita juga diberkati melalui Dia dan kematian-Nya...” (epistula ad Magnesios). St Yustinus Martir (wafat thn 165), dalam “Apologiæ” yang ditujukan kepada Kaisar Antonius Pius guna menunjukkan bahwa kekristenan bukan gerakan melawan kaisar, menulis “Pada hari Minggu kami semua berkumpul, karena itulah hari pertama, padanya Allah telah menarik zat perdana dari kegelapan dan telah menciptakan dunia, dan karena Yesus Kristus, Penebus kita telah bangkit dari antara orang mati pada hari ini.”
Walau hari Minggu jelas nyata merupakan hari beribadat bagi Gereja, namun hukum Sabat Yahudi kuno yang melarang orang bekerja dan melakukan transaksi bisnis tidak diterapkan pada hari Minggu hingga abad keempat setelah disahkannya kekristenan. Dalam budaya-budaya Kristiani, hari Minggu menjadi bukan saja hari untuk beribadat kepada Tuhan, melainkan juga hari untuk beristirahat. Sungguh sayang, 30 tahun belakangan ini kita melihat hari Minggu kembali ke kekafiran di mana bukan saja hari Minggu telah menjadi hari untuk berbisnis, melainkan juga shopping mall telah menjadi tempat pemujaan berhala.
Dalam suatu amanat Angelus, Paus Yohanes Paulus II mengingatkan umat beriman, “Kebenaran spiritual dari hari Sabat biblis digenapi dalam hari Minggu Kristiani, hari kebangkitan Kristus, `Hari Tuhan' yang mahaunggul di mana hidup menang atas maut, menanamkan benih ciptaan yang baru. Oleh karenanya, perayaan hari Minggu adalah pewartaan peristiwa tersebut. Bagi orang-orang percaya, hal itu bukan hanya merupakan suatu kewajiban untuk berdoa, yang pada kenyataannya hendaknya muncul di setiap saat setiap hari sepanjang hidup manusia, melainkan juga suatu kebutuhan akan apa yang kita sebut sebagai keintiman mesra dengan Tuhan. Hari Minggu adalah hari yang diperuntukkan bagi perjumpaan istimewa antara Bapa dengan anak-anak-Nya, waktu kemesraan antara Kristus dengan Gereja, Mempelai-Nya. Kewajiban untuk ikut ambil bagian dalam Misa Hari Minggu dipahami dalam terang rohani dan pengalaman religius yang mendalam ini.”
* Fr. Saunders is dean of the Notre Dame Graduate School of Christendom College and pastor of Queen of Apostles Parish, both in Alexandria.
sumber : “Straight Answers: When Is the Proper Sabbath?” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©1998 Arlington Catholic Herald, Inc. All rights reserved; www.catholicherald.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”
No comments:
Post a Comment