December 4, 2010

Mengintip Natalan di Gereja Arab

Idul Milad demikian Gereja-gereja Arab menyebut Natal. Berbeda dengan Gereja-gereja di Indonesia yang pada umumnya merayakan Idul Milad pada 25 Desember, Gereja-gereja Arab merayakannya pada 7 Januari. Perbedaan ini terjadi lantaran perbedaan “kiblat”. Rujukan mereka adalah kalender Julian, sementara Gereja-gereja Barat dan Gereja di Indonesia pada umumnya merujuk kalender Gregorian.

Kebanyakan gereja Arab adalah Gereja Ortodoks (ortodoks = ajaran yang lurus/asli). Ortodoks di Arab sendiri terdiri dari dua mazhab. Satu mazhab Kalsedon, yaitu Gereja Ortodoks Yunani, dan dua aliran non-Kalsedon, yaitu Gereja Ortodoks Koptik, dan Gereja Ortodoks Syria.

Sekalipun demikian, karena kuatnya pengaruh Gereja Barat, beberapa Gereja Ortodoks akhirnya “tunduk juga” pada kalender internasional yang baru, dengan merayakan Idul Milad pada 25 Desember. Contohnya, Gereja Ortodoks Syria di Damaskus. Itulah yang dicatat Mar Ignatius Zakka I ‘Iwas (Patriakh Syria) dalam bukunya Al-Tuhfat al-Ruhiyyah fii Shalat al-Fardhiyyah (Karunia-karunia Rohani dalam Shalat Fardhu).

Shalat fardhu yang dimaksud tentu saja berbeda dengan shalat dalam Islam. Sekalipun, waktu-waktu shalatnya memang sama. Jauh sebelum Islam, shalat fardhu dimaknai sebagai “waktu-waktu doa yang dikanonisasikan” (the canonical prayers), sesuai dengan jam-jam sengsara Kristus/Almasih. Shalat ini dihayati lebih sebagai disiplin rohani. Dilakukan 3, 5 sampai 7 kali sehari yaitu;

  1. Sembahyang Fajar (Jam Pertama/Sholat Sa’atul Awwal/Loudes),
  2. Sembahyang jam ke-3 (Sholat Sa’atuts Tsalits/Hora Tertia jam 09.00),
  3. Sembahyang jam ke-6 (Sholat Sa’atus Sadis/Hora Saxta jam12.00),
  4. Sembahyang jam ke-9 (Sholat Sa’atut Tis’ah/Hora Nona jam 15.00),
  5. Sembahyang Senja (Sholatul Ghurub/Vesper jam 18.00),
  6. Sembahyang Tidur (Sholatul Naum jam 21.00)
  7. dan Sembahyang Malam (Sholatul Lail/Satar,Tengah Malam).
Penyesuaian tanggal perayaan Idul Milad dengan kalender Gregorian tersebut tidak terjadi pada Gereja Ortodoks Koptik yang sudah menetapkan perayaan Natal sejak akhir abad ke-2 Masehi. Gereja Ortodoks Koptik mendasarkan hitungan perayaan kelahiran Yesus pada kalender bintang Siriuz. Berdasarkan hitungan ini, Natal jatuh setiap tanggal 29 bulan Khiak yang bertepatan dengan kalender matahari 7 Januari.

Gereja Koptik adalah gereja Ortodoks terbesar dan tersebar di seluruh dunia Arab. Karenanya, secara politis gereja ini cukup berpengaruh dan disegani. Lantaran posisinya yang kuat tersebut, Gereja Koptik tetap bertahan untuk merayakan Natal pada 7 Januari. Bahkan, di Mesir, secara resmi pemerintah Husni Mubarak menerapkan 7 Januari sebagai “hari libur resmi”. Penetapan pemerintah ini pun diikuti oleh Gereja Katolik Koptik, yaitu Gereja Katolik yang memakai ritus Koptik.

Karena alasan tersebut, Natal tanggal 7 Januari dirayakan secara lebih meriah di seluruh pelosok negeri di Mesir. Sementara Natal 25 Desember hanya dirayakan oleh minoritas gereja Katolik ritus Latin dan Gereja-gereja Protestan, yang mayoritas dikunjungi orang-orang asing.

Puasa, Bermazmur, Membaca Alkitab, dan Puji-pujian di Gereja-gereja Arab, boleh dibilang tak ada perayaan Gereja tanpa didahului puasa. Gereja Ortodoks Syria melakukan persiapan Natal dengan berpuasa selama 10 hari. Sementara di Gereja Ortodoks Koptik puasanya lebih lama lagi, yaitu sejak minggu terakhir November. Jadi, sekitar 40 hari. Waktu iftar (buka puasa) pada tanggal 7 Januari pagi. Puasa pra-Natal ini disebut dengan puasa kecil (Shaum el-Shagir). Meskipun agak berbeda dalam tradisi, secara prinsip cara ini tidak jauh berbeda dengan cara berpuasa Gereja-gereja Orthodoks lain. Puasa-puasa lain yang dikenal di Gereja-gereja Orthodoks, antara lain: puasa Niniweh (Shaum Ninawa) atau puasa Nabi Yunus, puasa pra-Natal (Shaum el-Milad), puasa Maryam (Shaum el-Adzra’), puasa Rasuli (Shaum al-Rasul) atau puasa Pentakosta (Shaum el-Khamasin), puasa Rabu dan Jumat, dan yang terpenting puasa pra-Paskah yang lebih dikenal dengan puasa besar (Shaum el-Kabir). Shaum el-Kabir berlangsung selama 48 hari.

Cara puasanya juga macam-macam. Ada sistem pantangan, yaitu tidak makan daging, hanya makan sayur-sayuran, ada juga puasa total tanpa makan dan minum. Yang paling berat dari puasa jenis terakhir ini adalah puasa Nabi Yunus. Selama melakukan puasa Nabi Yunus, orang tidak boleh makan dan minum selama 3 hari 3 malam. Puasa jenis ini biasanya dilakukan oleh para rahib di beberapa Deir (biara), seperti Deir el-Suryan (Biara Syria), Deir Wadi el-Natroun (Biara Lembah Natrun), dan biara-biara lain yang terkenal di seluruh Mesir.

Gereja-gereja Koptik, seperti Gereja Koptik Sayidah el-Adzra’ (Santa Maria), di Madinat al-Tahrir, Imbaba, Kairo mempunyai kebiasaan menarik selama puasa tersebut. Selama berpuasa, jemaah hanya makan sekali sehari dengan menu “makanan semacam tempe” (dari kacang-kacangan), namanya tamiya atau falafelyang dimakan dengan sepotong roti dan air putih. Dengan “penghematan” tersebut, tentu saja uang jatah belanja harian mereka menjadi tersisa. Nah, uang belanja yang biasanya mereka belikan daging dan menu lumayan mewah lainnya dikumpulkan dan diserahkan langsung kepada orang orang miskin yang dikoordinasi oleh Gereja.


Mazamir dan Taranim


Selain itu, selama waktu puasa menjelang Natal, umat dianjurkan untuk lebih sering membaca mazamir (mazmur-mazmur / Zabur), taranim (lagu-lagu pujian), dan mendaraskan Injil. Pendarasan Injil biasanya ditilawatkan (seperti pembacaan al-Qur’an), dan di gereja Koptik lebih populer disebut Mulahan. Persiapan-persiapan rohani ini sangat penting.

“Puasa bukan hanya menahan diri dari makanan, tetapi yang lebih penting menyucikan jiwa kita dari berbagai sifat tercela, menajamkan kepekaan rohani agar kita bisa memberi makan, minum, pakaian, dan tumpangan kepada salah seorang ‘dari saudara kita yang paling kecil’, seperti kita melakukannya untuk Yesus sendiri”, begitu pesan Baba Shenuda III, dalam bukunya Ruhaniyyat al-Shaum (Nilai Rohani Puasa).


Gereja-gereja Protestan


Selama menjelang Natal, beberapa Gereja Katolik Latin dan Protestan melakukan persiapan-persiapan, seperti paduan suara, pendalaman Alkitab, dan sebagian yang lain doa dan puasa. Gereja Protestan Presbyterian yang cukup besar di dekat Midan Tahrir, Kairo, yang lebih banyak dikunjungi oleh orang asing, baik orang Barat maupun Asia, khususnya dari Korea, ataupun di salah satu gereja Protestan di Heliopolis, misalnya, mereka menyambut Natal dengan cukup unik. Awal Desember gereja mengadakan bazar makanan, pakaian, maupun barang keperluan sehari-hari dengan harga yang sangat murah. Maksudnya supaya umat yang tidak mampu bisa membeli keperluan Natal dengan harga yang terjangkau. Selain bazar, umat juga dianjurkan berpuasa selama seminggu sebelum Natal dan setiap hari ada ibadah pagi. Sore hari hingga malam diadakan katanta, semacam puji-pujian lagu-lagu menyambut Natal yang tentu dengan bahasa Arab dan musik tradisional khas irama padang pasir.

Ibadah perayaan Natal dilaksanakan pada tanggal 24 Desember malam hingga dini hari. Pada tanggal 25 Desember tidak ada ibadah sama sekali. Ini karena jemaah bersama keluarga telah semalam suntuk beribadah di gereja.

Sekalipun demikian, suasana meriah sebenarnya sudah terlihat sejak memasuki bulan Desember. Seperti yang tampak di sebuah kota tua yang memang mayoritas penduduknya adalah Kristen Koptik. Di sana memasuki bulan Desember terlihat meriah karena hampir di sepanjang pusat pertokoan dipasang lampu-lampu hias dan lagu-lagu Natal berbahasa Arab sepanjang hari terdengar.

Hampir di semua toko buku Kristen, seperti Maktabah al-Mahabah di Shubra, sudah ramai dikunjungi pembeli yang membeli perlengkapan menyambut Natal. Kartu-kartu Natal yang indah berukir tulisan ucapan Natal berbahasa Arab tak luput dari serbuan pembeli. Dari Shubra melintasi jembatan di atas Sungai Nil, menuju Zamalek, dapat disaksikan kemegahan Hotel Marriot yang selama bulan Desember hingga Januari dipasang lonceng besar dan bintang-bintang dari lampu hias yang sangat indah, berpadu dengan kerlip lampu di sepanjang tepian Sungai Nil. Suasana akan bertambah meriah kalau sudah memasuki bulan Januari.

Kita juga tidak mungkin akan mendengar lagu Malam Kudus dinyanyikan di gereja Koptik, sebab lagu ini hanya dikenal dalam gereja Katolik ritus Latin dan Gereja-gereja Protestan. Lagu-lagu ibadah di Gereja-gereja Ortodoks dan Katolik ritus Timur lebih menyerupai suasana perayaan Islam, dengan mengaji dan kasidahan. Meskipun lagu Malam Kudus sudah diterjemahkan dalam bahasa Arab, tetapi sepintas kita tetap merasakannya dalam “suasana Barat”.

Cara dan ibadah perayaan Natal ala Arab mungkin saja asing bahkan tak mempesona bagi kita. Tapi, itulah cara mereka yang tentu tetap punya makna.

(Laporan Hermawaty Noor dari Kairo)
Orthodox Coptic Di Mesir
St. Ephraims Syrian Orthodox Church

No comments:

Post a Comment