Syahadat Para Rasul | Pengakuan Iman Rasul |
(Versi Katolik Roma) | (Versi Protestan) |
Aku percaya akan Allah, | Aku percaya kepada Allah, |
Bapa yang mahakuasa | Bapa yang Mahakuasa, |
pencipta langit dan bumi. | Khalik langit dan bumi. |
Dan akan Yesus Kristus, | Dan kepada Yesus Kristus, |
Putra-Nya yang tunggal, Tuhan kita. | Anak-Nya yang Tunggal, Tuhan kita |
yang dikandung dari Roh Kudus, | Yang dikandung dari Roh Kudus, |
dilahirkan oleh Perawan Maria; | lahir dari anak dara Maria |
Yang menderita sengsara | Yang menderita sengsara¹ |
dalam pemerintahan Pontius Pilatus, | di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, |
disalibkan, wafat dan dimakamkan; | disalibkan, mati dan dikuburkan, |
yang turun ke tempat penantian, | turun ke dalam kerajaan maut |
pada hari ketiga bangkit | Pada hari yang ketiga bangkit pula |
dari antara orang mati; | dari antara orang mati |
Yang naik ke surga, | Naik ke surga, |
duduk di sebelah kanan Allah Bapa Yang mahakuasa, | duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang Mahakuasa, |
dari situ Ia akan datang | Dan dari sana Ia akan datang |
mengadili orang yang hidup dan yang mati. | untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati |
Aku percaya akan Roh Kudus, | Aku percaya kepada Roh Kudus, |
Gereja katolik² yang kudus, | Gereja yang kudus dan am,² |
Persekutuan para kudus, | persekutuan orang kudus |
pengampunan dosa, | pengampunan dosa |
Kebangkitan badan | kebangkitan tubuh³ |
kehidupan kekal. Amin | dan hidup yang kekal. Amin |
Bersama-sama mempelajari iman Kristen beserta sejarah dan referensi pendukungnya. Menyebarkan sayap damai di antara denominasi dan merujuk kepada persamaan iman, bukan mempertentangkannya.
February 19, 2011
Syahadat Para Rasul/Pengakuan Iman Rasul
Credo (Greek Version)
Πιστεύομεν εἰς ἕνα Θεόν, Πατέρα, Παντοκράτορα, ποιητὴν οὐρανοῦ καὶ γῆς, ὁρατῶν τε πάντων καὶ ἀοράτων.
Καὶ εἰς ἕνα Κύριον Ἰησοῦν Χριστόν, τὸν Υἱὸν τοῦ Θεοῦ τὸν μονογενῆ, τὸν ἐκ τοῦ Πατρὸς γεννηθέντα πρὸ πάντων τῶν αἰώνων· φῶς ἐκ φωτός, Θεὸν ἀληθινὸν ἐκ Θεοῦ ἀληθινοῦ, γεννηθέντα οὐ ποιηθέντα, ὁμοούσιον τῷ Πατρί, δι' οὗ τὰ πάντα ἐγένετο.
Τὸν δι' ἡμᾶς τοὺς ἀνθρώπους καὶ διὰ τὴν ἡμετέραν σωτηρίαν κατελθόντα ἐκ τῶν οὐρανῶν καὶ σαρκωθέντα ἐκ Πνεύματος Ἁγίου καὶ Μαρίας τῆς Παρθένου καὶ ἐνανθρωπήσαντα.
Σταυρωθέντα τε ὑπὲρ ἡμῶν ἐπὶ Ποντίου Πιλάτου, καὶ παθόντα καὶ ταφέντα.
Καὶ ἀναστάντα τῇ τρίτῃ ἡμέρα κατὰ τὰς Γραφάς.
Καὶ ἀνελθόντα εἰς τοὺς οὐρανοὺς καὶ καθεζόμενον ἐκ δεξιῶν τοῦ Πατρός.
Καὶ πάλιν ἐρχόμενον μετὰ δόξης κρῖναι ζῶντας καὶ νεκρούς, οὗ τῆς βασιλείας οὐκ ἔσται τέλος.
Καὶ εἰς τὸ Πνεῦμα τὸ Ἅγιον, τὸ κύριον, τὸ ζωοποιόν, τὸ ἐκ τοῦ Πατρὸς ἐκπορευόμενον, τὸ σὺν Πατρὶ καὶ Υἱῷ συμπροσκυνούμενον καὶ συνδοξαζόμενον, τὸ λαλῆσαν διὰ τῶν προφητῶν.
Εἰς μίαν, Ἁγίαν, Καθολικὴν καὶ Ἀποστολικὴν Ἐκκλησίαν.
Ὁμολογῶ ἓν βάπτισμα εἰς ἄφεσιν ἁμαρτιῶν.
Προσδοκῶ ἀνάστασιν νεκρῶν.
Καὶ ζωὴν τοῦ μέλλοντος αἰῶνος.
Ἀμήν.
Καὶ εἰς ἕνα Κύριον Ἰησοῦν Χριστόν, τὸν Υἱὸν τοῦ Θεοῦ τὸν μονογενῆ, τὸν ἐκ τοῦ Πατρὸς γεννηθέντα πρὸ πάντων τῶν αἰώνων· φῶς ἐκ φωτός, Θεὸν ἀληθινὸν ἐκ Θεοῦ ἀληθινοῦ, γεννηθέντα οὐ ποιηθέντα, ὁμοούσιον τῷ Πατρί, δι' οὗ τὰ πάντα ἐγένετο.
Τὸν δι' ἡμᾶς τοὺς ἀνθρώπους καὶ διὰ τὴν ἡμετέραν σωτηρίαν κατελθόντα ἐκ τῶν οὐρανῶν καὶ σαρκωθέντα ἐκ Πνεύματος Ἁγίου καὶ Μαρίας τῆς Παρθένου καὶ ἐνανθρωπήσαντα.
Σταυρωθέντα τε ὑπὲρ ἡμῶν ἐπὶ Ποντίου Πιλάτου, καὶ παθόντα καὶ ταφέντα.
Καὶ ἀναστάντα τῇ τρίτῃ ἡμέρα κατὰ τὰς Γραφάς.
Καὶ ἀνελθόντα εἰς τοὺς οὐρανοὺς καὶ καθεζόμενον ἐκ δεξιῶν τοῦ Πατρός.
Καὶ πάλιν ἐρχόμενον μετὰ δόξης κρῖναι ζῶντας καὶ νεκρούς, οὗ τῆς βασιλείας οὐκ ἔσται τέλος.
Καὶ εἰς τὸ Πνεῦμα τὸ Ἅγιον, τὸ κύριον, τὸ ζωοποιόν, τὸ ἐκ τοῦ Πατρὸς ἐκπορευόμενον, τὸ σὺν Πατρὶ καὶ Υἱῷ συμπροσκυνούμενον καὶ συνδοξαζόμενον, τὸ λαλῆσαν διὰ τῶν προφητῶν.
Εἰς μίαν, Ἁγίαν, Καθολικὴν καὶ Ἀποστολικὴν Ἐκκλησίαν.
Ὁμολογῶ ἓν βάπτισμα εἰς ἄφεσιν ἁμαρτιῶν.
Προσδοκῶ ἀνάστασιν νεκρῶν.
Καὶ ζωὴν τοῦ μέλλοντος αἰῶνος.
Ἀμήν.
Credo (Latin Version)
Credo in unum Deum, Patrem Omnipotentem |
factorem caeli et terrae, visibilium omnium et invisibilium. |
Et in unum Dominum Iesum Christum, Filium Dei Unigenitum, |
Et ex Patre natum ante omnia saecula. Deum de Deo, lumen de lumine, |
Deum verum de Deo vero. Genitum, non factum, Consubstantialem Patri |
per quem omnia facta sunt. |
Qui propter nos homines et propter nostram salutem descendit de caelis. |
Et incarnatus est de Spiritu Sancto |
ex Maria virgine et homo factus est. |
Crucifixus etiam pro nobis sub Pontio Pilato, |
passus et sepultus est. |
Et resurrexit tertia die secundum Scripturas. |
et ascendit in caelum, sedet ad dexteram Patris. |
Et iterum venturus est cum gloria, iudicare vivos et mortuos, |
cuius regni non erit finis. |
Et in Spiritum Sanctum, Dominum et vivificantem, |
qui ex Patre Filioque procedit. |
Qui cum Patre et Filio simul adoratur et conglorificatur: |
qui locutus est per prophetas. |
Et unam, sanctam, catholicam et apostolicam Ecclesiam. |
Confiteor unum baptisma in remissionem peccatorum. |
Et expecto resurrectionem mortuorum, |
et vitam venturi saeculi. Amen. |
Maria Bukan Lagi Monopoli Orang Katolik
http://luigi3665. wordpress. com/2010/ 05/04/maria- bukan-lagi- monopoli- orang-katolik/
Maria Bukan Lagi Monopoli Orang Katolik
4 Mei 2010 - Ludovikus
Oleh: Patricia Zapor (Catholic News Service, 8 Desember 2006)
Maria Bukan Lagi Monopoli Orang Katolik
4 Mei 2010 - Ludovikus
Oleh: Patricia Zapor (Catholic News Service, 8 Desember 2006)
Majalah Time yang mengangkat tema-tema mengenai Kekristenan Masa Kini telah menemukan bahwa Maria, Bunda Yesus, tidak lagi hanya bagi orang-orang Katolik.
Tulisan-tulisan mengenai Maria menjadi tema favorit banyak editor yang mencari tema agama menjelang Natal. Malahan dalam beberapa tahun belakangan ini banyak artikel yang memusatkan perhatian pada perkembangan positif popularitas Maria di kalangan kaum Protestan.
Seorang imam Marianis, Pater Thomas Thompson, editor Marian Library Newsletter di Universitas Dayton di Ohio, menunjukkan bahwa perkembangan penerimaan Maria di kalangan Protestan tetap lebih didasarkan pada pandangan Kitab Suci, bukan pada perubahan pandangan teologi Protestan.
Beberapa ajaran sah Gereja Katolik mengenai Maria, seperti Maria yang Dikandung Tanpa Noda Dosa - keyakinan yang menyatakan bahwa dia terkandung tanpa noda dosa - tetap menjadi soal kontroversial di kalangan Protestan. Namun, bersamaan dengan semangat anti-Kekatolik- an yang telah menurun di kalangan Protestan, halangan-halangan pada kaum Episkopalis, Baptis dan Evangelis untuk berpaling kepada Maria pun telah memudar.
"Kita sangat berbahagia menyaksikan sesama saudara yang lain mempunyai ketertarikan kepada Maria," demikian ujar Pater Thomson.
Timothy George, dekan Beeson Divinity School di Samford University, sebuah kolese gereja Baptis di Birmingham, baru-baru ini menulis bahwa "Inilah saatnya bagi kaum evangelicals untuk menemukan kembali suatu penghormatan yang sepenuhnya bersifat biblis kepada Santa Perawan Maria dan perannya di dalam sejarah keselamatan, dan bertindak sebagaimana mestinya orang-orang evangelis." Komentar George ini muncul di dalam jurnal Kekristenan Masa Kini (Christianity Today) edisi Desember 2003 dan di dalam kumpulan esai karangan pelbagai teolog pada 2004 dengan judul, "Maria: Bunda Allah".
"Kita mungkin tidak dapat mendaraskan doa Rosario atau berlutut di hadapan arcanya, tetapi kita tidak dapat melepaskan dia," demikian tulis George.
Di dalam majalah itu, dia mengutip ahli Perjanjian Lama gereja Baptis abad 20, A. T. Robertson, yang mengatakan Maria "belum menerima perlakuan yang adil baik dari kaum Protestan maupun orang-orang Katolik." Robertson berpendapat bahwa sementara orang-orang Katolik "mendewakan" Maria, kaum evangelis telah secara dingin mengabaikan dia.
"Kita telah menjadi takut untuk memuji dan menghargai Maria sepantasnya," ujar George, sambil mengutip Robertson, "agar tidak dituduh agak condong dan simpati kepada orang-orang Katolik."
Artikel George berlanjut dengan menjelaskan dasar historis, kitabiah dan teologis mengapa orang-orang Protestan seharusnya menerima Maria.
"Kita tidak perlu perlu untuk pergi kepada Maria supaya menjumpai Yesus," George menyimpulkan, "tetapi kita dapat bergabung dengan Maria dalam mengarahkan orang-orang lain kepada-Nya."
Sebuah buku terbaru, "Yang Terberkati," adalah sebuah kumpulan 11 esei mengenai Maria oleh para sarjana Protestan.
Di dalam pengantar mereka, editor Beverly Roberts Gaventa dan Cynthia L. Rigby, profesors di Seminari Theologis di Princeton, New Jersey, dan Seminari Theologis Presbiterian Austin di Texas, dengan penuh hormat, mengatakan bahwa tujuan buku itu adalah untuk membantu orang-orang Protestan berpikir dengan cara baru mengenai Maria, "dengan membekati [menyalami] dia dan diberkati/disalami oleh dia."
"Dia adalah manusia beriman yang tidak selalu mengerti tetapi yang berusaha untuk menaruh seluruh kepercayaannya kepada Allah," demikian mereka menulis.
Bagi kaum Muslim, di lain pihak, Maria selalu menjadi seorang teladan.
John Alden Williams, profesor emeritus di bidang sisi-sisi kemanusiaan dalam hidup beragama di Kolese William dan Maria di Virginia, adalah sejarawati Katolik yang telah mempelajari agama dan peradaban Islamik. Dia dan rekan-rekannya, William dan Maria, profesor James A. Bill telah menerbitkan "Katolik Roma dan orang-orang Muslim Syia" pada 2002.
Karya itu mencatat bahwa dua bagian Al Qur'an, Kitab Suci Islam, dipersembahkan kepada Maria, yang dikenal sebagai Maryam. Dia diakui sebagai perempuan murni yang dipilih untuk menjadi ibu Mesias yang telah dijanjikan. Islam menganggap Yesus seorang nabi penting, tetapi bukan sebagai penjelmaan Allah.
Williams menjelaskan di bahwa, seperti orang-orang Katolik, Muslim Syia, yang menjadi kelompok minoritas dibandingkan dengan jumlah besar Muslim Sunni, percaya akan bantuan kepengantaraan santo-santa dan orang-orang kudus lainnya. Termasuk di dalamnya Maria, yang begitu dipuja-puja sebagai seorang pengantara (mediatrix) antara umat manusia dengan Allah. Kaum Sufi, sekte lainnya di dalam agama Islam, juga percaya akan hal itu.
Di dalam Islam Sunni, "seluruh gagasan mengenai kepengantaraan diperdebatkan," demikian kata Williams, "persis seperti di kalangan kaum Protestan Kalvinis."
Di antara sekian banyak perbedaan yang dimiliki para pemimpin Reformasi Protestan terhadap Gereja Katolik adalah pertumbuhan devosi kepada Maria sepanjang Abad Pertengahan. Kaum Reformer beranggapan bahwa Yesus adalah satu-satunya Pengantara Allah dan umat manusia dan bahwa "devosi Marial yang begitu subur tampak bagi mereka mengancam kejernihan pesan Injil bahwa keselamatan itu hanya oleh rahmat, melalui iman saja, melalui Kristus saja," tulis Daniel L. Migliore, seorang professor teologi di Princeton Theological Seminary, di dalam tulisannya di dalam buku "Yang Terpuji [Blessed One]."
Kaum Muslim yang mencari bantuan Maria, di lain pihak, memandang dia hampir dengan seperti orang-orang Katolik, kata Williams.
Ketika tinggal di Timur Tengah, dia mengatakan bahwa dia menyaksikan sendiri beberapa contoh yang mencolok mengenai penghormatan orang-orang Muslim kepada Maria.
Di biara Bunda Maria, sebuah gereja Orthodoks di Sednaya, Syria, dia menyaksikan orang-orang Muslim dengan khidmat membentangkan sajadah mereka untuk bergabung dengan orang-orang Kristen mengormati sebuah ikon Maria yang dianggap/dipercayai telah dilukis oleh St. Lukas Pengarang Injil dan percaya mempunyai daya penyembuhan atas pelbagai penyakit.
Dan pada akhir 1960-an, banyak orang Muslim ada di antara jutaan orang yang berkumpul di sebuah gereja Koptik Ortodoks di Mesir, sambil berharap akan melihat biarpun cuma sekilas penampakan-penampak an Maria yang dilaporkan, demikian kata dia.
Selama lebih dari setahun mulai pada 1968, penampakan Maria dikatakan terjadi di atas kubah Gereja Santa Perawan Maria di Zeitoun wilayah Kairo.
Williams pergi ke gereja itu satu kali pada rentang waktu itu dan terheran-heran menyaksikan begitu banyak orang Muslim di antara orang banyak itu, katanya.
"Saya menanyakan beberapa orang, 'Bukankah agak lucu bagi anda untuk berada di sini di sebuah gereja orang Kristen?'" ujar Williams. Mereka mengatakan bahwa kehadiran mereka di situ sebenarnya karena Maria hendak menampakkan dirinya di dalam sebuah gereja yang dipersembahkan kepadanya, sembari menjelaskan bahwa mereka percaya dia berbicara kepada semua orang Mesir, bukan hanya kepada orang-orang Kristen.
"Mereka melihat peristiwa itu sebagai sebuah tanda penghiburan setelah perang dengan Israel (pada 1967) bahwa Allah tidak melupakan orang-orang Mesir," kata dia.
Sumber: MARY-INTERFAITH Dec-8-2006: "Mary not just for Catholics anymore" by Patricia Zapor /Washington/ Catholic News Servicehttp://www.catholic news.com/ data/stories/ cns/0607019. htm
disadur bebas oleh: LdN.
Tulisan-tulisan mengenai Maria menjadi tema favorit banyak editor yang mencari tema agama menjelang Natal. Malahan dalam beberapa tahun belakangan ini banyak artikel yang memusatkan perhatian pada perkembangan positif popularitas Maria di kalangan kaum Protestan.
Seorang imam Marianis, Pater Thomas Thompson, editor Marian Library Newsletter di Universitas Dayton di Ohio, menunjukkan bahwa perkembangan penerimaan Maria di kalangan Protestan tetap lebih didasarkan pada pandangan Kitab Suci, bukan pada perubahan pandangan teologi Protestan.
Beberapa ajaran sah Gereja Katolik mengenai Maria, seperti Maria yang Dikandung Tanpa Noda Dosa - keyakinan yang menyatakan bahwa dia terkandung tanpa noda dosa - tetap menjadi soal kontroversial di kalangan Protestan. Namun, bersamaan dengan semangat anti-Kekatolik-
"Kita sangat berbahagia menyaksikan sesama saudara yang lain mempunyai ketertarikan kepada Maria," demikian ujar Pater Thomson.
Timothy George, dekan Beeson Divinity School di Samford University, sebuah kolese gereja Baptis di Birmingham, baru-baru ini menulis bahwa "Inilah saatnya bagi kaum evangelicals untuk menemukan kembali suatu penghormatan yang sepenuhnya bersifat biblis kepada Santa Perawan Maria dan perannya di dalam sejarah keselamatan, dan bertindak sebagaimana mestinya orang-orang evangelis." Komentar George ini muncul di dalam jurnal Kekristenan Masa Kini (Christianity Today) edisi Desember 2003 dan di dalam kumpulan esai karangan pelbagai teolog pada 2004 dengan judul, "Maria: Bunda Allah".
"Kita mungkin tidak dapat mendaraskan doa Rosario atau berlutut di hadapan arcanya, tetapi kita tidak dapat melepaskan dia," demikian tulis George.
Di dalam majalah itu, dia mengutip ahli Perjanjian Lama gereja Baptis abad 20, A. T. Robertson, yang mengatakan Maria "belum menerima perlakuan yang adil baik dari kaum Protestan maupun orang-orang Katolik." Robertson berpendapat bahwa sementara orang-orang Katolik "mendewakan" Maria, kaum evangelis telah secara dingin mengabaikan dia.
"Kita telah menjadi takut untuk memuji dan menghargai Maria sepantasnya," ujar George, sambil mengutip Robertson, "agar tidak dituduh agak condong dan simpati kepada orang-orang Katolik."
Artikel George berlanjut dengan menjelaskan dasar historis, kitabiah dan teologis mengapa orang-orang Protestan seharusnya menerima Maria.
"Kita tidak perlu perlu untuk pergi kepada Maria supaya menjumpai Yesus," George menyimpulkan, "tetapi kita dapat bergabung dengan Maria dalam mengarahkan orang-orang lain kepada-Nya."
Sebuah buku terbaru, "Yang Terberkati," adalah sebuah kumpulan 11 esei mengenai Maria oleh para sarjana Protestan.
Di dalam pengantar mereka, editor Beverly Roberts Gaventa dan Cynthia L. Rigby, profesors di Seminari Theologis di Princeton, New Jersey, dan Seminari Theologis Presbiterian Austin di Texas, dengan penuh hormat, mengatakan bahwa tujuan buku itu adalah untuk membantu orang-orang Protestan berpikir dengan cara baru mengenai Maria, "dengan membekati [menyalami] dia dan diberkati/disalami oleh dia."
"Dia adalah manusia beriman yang tidak selalu mengerti tetapi yang berusaha untuk menaruh seluruh kepercayaannya kepada Allah," demikian mereka menulis.
Bagi kaum Muslim, di lain pihak, Maria selalu menjadi seorang teladan.
John Alden Williams, profesor emeritus di bidang sisi-sisi kemanusiaan dalam hidup beragama di Kolese William dan Maria di Virginia, adalah sejarawati Katolik yang telah mempelajari agama dan peradaban Islamik. Dia dan rekan-rekannya, William dan Maria, profesor James A. Bill telah menerbitkan "Katolik Roma dan orang-orang Muslim Syia" pada 2002.
Karya itu mencatat bahwa dua bagian Al Qur'an, Kitab Suci Islam, dipersembahkan kepada Maria, yang dikenal sebagai Maryam. Dia diakui sebagai perempuan murni yang dipilih untuk menjadi ibu Mesias yang telah dijanjikan. Islam menganggap Yesus seorang nabi penting, tetapi bukan sebagai penjelmaan Allah.
Williams menjelaskan di bahwa, seperti orang-orang Katolik, Muslim Syia, yang menjadi kelompok minoritas dibandingkan dengan jumlah besar Muslim Sunni, percaya akan bantuan kepengantaraan santo-santa dan orang-orang kudus lainnya. Termasuk di dalamnya Maria, yang begitu dipuja-puja sebagai seorang pengantara (mediatrix) antara umat manusia dengan Allah. Kaum Sufi, sekte lainnya di dalam agama Islam, juga percaya akan hal itu.
Di dalam Islam Sunni, "seluruh gagasan mengenai kepengantaraan diperdebatkan," demikian kata Williams, "persis seperti di kalangan kaum Protestan Kalvinis."
Di antara sekian banyak perbedaan yang dimiliki para pemimpin Reformasi Protestan terhadap Gereja Katolik adalah pertumbuhan devosi kepada Maria sepanjang Abad Pertengahan. Kaum Reformer beranggapan bahwa Yesus adalah satu-satunya Pengantara Allah dan umat manusia dan bahwa "devosi Marial yang begitu subur tampak bagi mereka mengancam kejernihan pesan Injil bahwa keselamatan itu hanya oleh rahmat, melalui iman saja, melalui Kristus saja," tulis Daniel L. Migliore, seorang professor teologi di Princeton Theological Seminary, di dalam tulisannya di dalam buku "Yang Terpuji [Blessed One]."
Kaum Muslim yang mencari bantuan Maria, di lain pihak, memandang dia hampir dengan seperti orang-orang Katolik, kata Williams.
Ketika tinggal di Timur Tengah, dia mengatakan bahwa dia menyaksikan sendiri beberapa contoh yang mencolok mengenai penghormatan orang-orang Muslim kepada Maria.
Di biara Bunda Maria, sebuah gereja Orthodoks di Sednaya, Syria, dia menyaksikan orang-orang Muslim dengan khidmat membentangkan sajadah mereka untuk bergabung dengan orang-orang Kristen mengormati sebuah ikon Maria yang dianggap/dipercayai telah dilukis oleh St. Lukas Pengarang Injil dan percaya mempunyai daya penyembuhan atas pelbagai penyakit.
Dan pada akhir 1960-an, banyak orang Muslim ada di antara jutaan orang yang berkumpul di sebuah gereja Koptik Ortodoks di Mesir, sambil berharap akan melihat biarpun cuma sekilas penampakan-penampak
Selama lebih dari setahun mulai pada 1968, penampakan Maria dikatakan terjadi di atas kubah Gereja Santa Perawan Maria di Zeitoun wilayah Kairo.
Williams pergi ke gereja itu satu kali pada rentang waktu itu dan terheran-heran menyaksikan begitu banyak orang Muslim di antara orang banyak itu, katanya.
"Saya menanyakan beberapa orang, 'Bukankah agak lucu bagi anda untuk berada di sini di sebuah gereja orang Kristen?'" ujar Williams. Mereka mengatakan bahwa kehadiran mereka di situ sebenarnya karena Maria hendak menampakkan dirinya di dalam sebuah gereja yang dipersembahkan kepadanya, sembari menjelaskan bahwa mereka percaya dia berbicara kepada semua orang Mesir, bukan hanya kepada orang-orang Kristen.
"Mereka melihat peristiwa itu sebagai sebuah tanda penghiburan setelah perang dengan Israel (pada 1967) bahwa Allah tidak melupakan orang-orang Mesir," kata dia.
Sumber: MARY-INTERFAITH Dec-8-2006: "Mary not just for Catholics anymore" by Patricia Zapor /Washington/
disadur bebas oleh: LdN.
February 10, 2011
Sejarah Gereja di Indonesia
Gereja Katolik Indonesia Bukan "Alien"
Sumber: http://ekaristi.org/dokumen/sejarah.php?subaction=showfull&id=1146936099&archive=&start_from=&ucat=8&
Judul buku: Indonesianisasi. Dari Gereja Katolik di Indonesia Menjadi Gereja Katolik Indonesia
Penulis: Dr Huub JWM Boelaars, OFM Cap
Penerjemah: R Hardawiryana, SJ
Penerbit: Kanisius, 2005
Tebal Buku: 540 halaman
Ukuran: 16 x 23 cm
Kisah sukses kelapa sawit, menurut Dr Huub J Boelaars, adalah contoh Indonesianisasi yang berhasil. Sebagaimana diketahui, kelapa sawit merupakan komoditas ekspor yang sekarang menjadi soko guru penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebelum direbut oleh Malaysia, Indonesia pernah tercatat sebagai penghasil minyak kelapa sawit nomor satu di dunia.
Keberhasilan itu, tulis Boelaars, seorang pastor Ordo Fransiskan Kapusin, berawal dari yang sederhana. Pohon-pohon kelapa sawit berasal dari sebuah pohon kelapa sawit yang ditanam tahun 1848 oleh Dr Johannes Elias Teijsman di Kebun Raya Bogor. Analoginya jelas. Kekristenan yang tidak berasal dari Indonesia ditanam di Nusantara pada awal-awal abad yang silam, kemudian mengakar menjadi dewasa (hal 21). Melalui proses inkulturasi, Gereja Katolik Indonesia berkembang dan buah proses itu memberi sumbangan besar bagi Gereja Katolik semesta.
Indonesianisasi dalam konteks buku ini berarti proses integrasi tidak menuju mentalitas ghetto. Gereja Katolik (Roma)-selanjutnya ditulis Gereja Katolik atau Gereja-dalam proses tidak menjadi unsur yang terasing dalam masyarakat (Indonesia). Gereja harus "kerasan" di Indonesia dan dipandang sebagai gejala yang biasa (hal 448). Indonesianisasi tiada lain ialah pemribumian atau pembangunan Gereja setempat di Indonesia (hal 56). Pernyataan yang dirumuskan tahun 1972 itu menjadi titik berangkat buku J Boelaars yang aslinya berbahasa Belanda. Premis Boelaars, benarkah di kalangan umat Katolik ada mental ghetto? Benarkah Gereja belum terintegrasi dalam negara-bangsa Indonesia? Jawaban atas premis diuraikan lewat analisis historis-deskriptif, sebuah pendekatan yang unik menurut penerjemahnya, Pater Hardawiryana, teolog yang merasa terinspirasi mengembangkannya. Berkat buku itu Pater Hardawiryana menulis "pentalogi", sebuah refleksi teologis bagi pengembangan reksa pastoral umat Katolik Indonesia (hal 9-10) yang terdiri atas lima judul buku bertopik "Cara Baru Menggereja di Indonesia" (2001). Arti reksa pastoral selain menekankan pembinaan dan pengembangan, juga pelayanan.
Bukan "Alien"
Ditempatkan dalam sederet buku sejarah perjalanan Gereja berbahasa Indonesia, buku ini komplementer. Di antaranya ia melengkapi buku-buku Dr MPM Muskens (editor) Sejarah Gereja Katolik Indonesia (1974), buku Jan Bank, Katolik di Masa Revolusi Indonesia (1999), buku Dr F Hasto Rosariyanto SJ (ed) Bercermin pada Wajah Keuskupan Gereja Katolik Indonesia (2001), dan buku-buku deskriptif tentang keuskupan-keuskupan setempat maupun analisis tentang hubungan Gereja dan negara, Gereja dan masyarakat Indonesia. Data yang dikumpulkan sangat lengkap, rinci dan diperbandingkan dengan berbagai sumber, dianalisis secara deskriptif mendalam sehingga tidak kering. Mungkin saja itu pun berkat sentuhan tangan penerjemah.
Buku ini tidak menguraikan munculnya nasionalisme Indonesia yang sudah ditulis Dr Muskens dan Dr Bank, di mana dalam kedua buku tersebut pihak Indonesia memperoleh banyak penguraian. Boelaars juga tidak menguraikan kasus konflik Jacob Groof-J Rochussen. Jacob Groof adalah Vikaris Apostolik (perwakilan Paus di suatu Gereja) yang dikirim ke Hindia Belanda tahun 1845 oleh Vatikan. Sebagai seorang penganut garis konservatif, ia menganjurkan umat Katolik di Hindia Belanda menjauhi kenikmatan duniawi, seperti pesta dan menonton teater. Gubernur Hindia Belanda JJ Rochussen tidak berkenan. Jacob Groof diminta dikembalikan ke Belanda, dan sebagai pengganti dikirim PJ Willekens yang kemudian menjadi Vikaris Apostolik di Hindia Belanda tahun 1934.
Buku ini juga tidak menguraikan secara rinci berkembangnya nasionalisme di kalangan tokoh-tokoh Katolik, walaupun kenyataan historis ini menjadi faktor penting dalam nuansa Indonesianisasi. Penegasan "Saya 100% Katolik dan 100% Indonesia" yang kemudian memunculkan slogan "pro eccelesia et patria" (untuk Gereja dan Negara) dari uskup asli pertama Indonesia, Mgr Albertus Soegijapranata SJ, hanya disinggung sedikit.
Titik temu mungkin banyak terjadi dengan buku Pater Hasto Rosariyanto (editor), yang merupakan refleksi atas berdirinya keuskupan-keuskupan, mulai dari Provinsi Gerejani Ende hingga Provinsi Gerejani Makassar. Lewat pembagian tiga fase Gereja Katolik Indonesia (fase I tahun 1534-sampai akhir abad ke-18, fase II abad ke-19, fase III abad ke-20), buku yang terkumpul dari tulisan para uskup itu mengajak pembaca bercermin pada perjalanan jatuh-bangun Gereja Katolik Indonesia, atau menurut istilah Boelaars sebagai Indonesianisasi.
Dari antara buku Jan Bank, Muskens, dan Hasto ditemukan tiga titik berangkat yang sama. Dengan redaksi dan penekanan yang berbeda, termasuk buku Boelaars, ketiganya berangkat dari awal kehadiran Gereja yang dibawa oleh pedagang Portugis. Diuraikan bagaimana VOC maupun Pemerintah Hindia Belanda kurang memberi angin bagi perkembangan Gereja, dan bagaimana keterlibatan awam (bukan rohaniwan/wati) sejak umat Katolik pertama dibaptis tahun 1534 sampai sekarang terlibat dalam perputaran roda kehidupan Gereja. Mereka pun tidak menjadi corpus alienum atau "benda asing" (istilah J Boelaars, hal 449) dalam perjalanan jatuh-bangun pembangunan negara bangsa Indonesia sejak sebelum kemerdekaan sampai sekarang.
Kronologi, urutan waktu, menjadi pilihan mendekati persoalan. Pengarang berangkat dari awal mula kedatangan agama Katolik ke Indonesia. Patokan tidak diambil catatan Syekh Abu Salih al-Armini bahwa di Sumatera Utara (Barus) pada abad VII sudah ada Katolik Nestorian (hal 60), tetapi ketika pedagang Portugis memburu rempah-rempah di Maluku tahun 1512. Pada tahun 1534 ada orang Indonesia yang dibaptis Katolik, dan tahun itu pula dijadikan tonggak kehadiran Katolisisme di Indonesia (hal 64).
Kisah awal yang juga sudah ditulis dalam berbagai buku dilanjutkan dengan pentahbisan uskup pertama asli Indonesia, Mgr A Soegijapranata SJ tahun 1940 di Semarang dengan umat sekitar 41.000, sekitar 15.000 di antaranya orang Eropa (hal 112). Lima puluh tahun kemudian, tahun 1990, di seluruh Indonesia terdapat 4,6 juta umat Katolik-pada tahun 1940 termasuk Flores hanya ada sekitar 500.000 umat-yang berarti selama 50 tahun ada kelipatan sepuluh kali dengan 1.905 pastor (hal 191). Di zaman kolonial Jepang, meskipun ada 74 pastor, 47 bruder, 161 suster meninggal di tahanan, tetapi Gereja tetap lestari (hal 119). Sejarah awal kehadiran dan perkembangan Gereja hingga tahun 1050-an bisa juga dibaca dalam buku karya Dr Anhar Gonggong yang terbit tahun 1993 dan buku karya Dr G Budi Subanar SJ yang terbit 2003. Keduanya berkisah tentang sosok Mgr A Soegijapranata.
Menuju Gereja Indonesia
Pengarang memasukkan tahun 1940-1961 sebagai Dari Misi menuju Gereja yang Mandiri (hal 104-139). Pada periode itu setiap Gereja setempat (keuskupan) belum dipersatukan sebagai satu Gereja Indonesia, tetapi masih sebagai Gereja di Indonesia, karena itu berhubungan langsung dengan Takhta Suci di Roma. Dengan dihentikannya status Misi dan didirikannya hierarki Indonesia, berarti kawasan Indonesia ditetapkan sebagai mandiri oleh Roma (hal 139). Ada tantangan besar sebab dari 25 keuskupan, 22 di antaranya dipimpin oleh uskup bukan asli Indonesia, dan dua wilayah masih bersatus prefektur (langsung bertanggung jawab ke Roma), yakni Weetebula dan Sibolga (yang terakhir berstatus keuskupan tahun 1959).
Indonesianisasi dengan konstelasi politik pasca-1965 disemangati, didorong, bahkan "dipaksa" oleh Konsili Vatikan II (1962-65) lewat dokumen-dokumennya yang inklusif. Sidang Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI) tahun 1966 pun merumuskan bagaimana umat Katolik perlu terlibat dalam program pembangunan nasional. Pernyataan Mgr Soegijapranata yang nyaris menjadi klasik, "100% Indonesia 100% Katolik", ditegaskan kembali oleh Ketua MAWI waktu itu, Justinus Kardinal Darmojuwono.
Indonesianisasi tidak hanya menyangkut perkembangan ordo dan kongregasi yang berkarya, tetapi pertumbuhan jumlah umat sebagai bagian dari negara-bangsa Indonesia. Boelaars memang tidak terlalu menekankan uraian peranan umat dalam politik. Persoalan itu diuraikan panjang dan lengkap dalam buku Muskens, Jan Bank, dan Hasto Rosariyanto. Boelaars terutama memberi penekanan pada cara menggereja dalam arti pewartaan Kabar Gembira (Injil). Pemribumian menjadi kosakata populer, sejalan dengan semangat Konsili Vatikan II. Di antaranya tentang pertumbuhan terbesar jumlah umat Katolik terjadi pada periode tahun 1950-1960 sebesar 7,9 persen, sementara terkecil tahun 1980-1990 sebesar 3,6 persen (hal 192), dengan jumlah antara tahun 1971-1980 ada pertambahan 1,6 juta, sementara Islam 25 juta dan Kristen Protestan 2,5 juta.
Kenyataan sekitar 68 persen dari seluruh umat tinggal di daerah pedesaan dan hidup dari bertani (hal 217), menurut Boelaars, menjadi bahan pertimbangan pokok dalam pelayanan. Keputusan Departemen Agama tahun 1978, Nomor 70 dan Nomor 77, dicatat sebagai salah satu fase serius Indonesianisasi. Katolik dan Protestan terhadap keputusan itu menentang dengan alasan melanggar kebebasan beragama (hal 177). Keputusan No 70 berisi peraturan tentang "penyiaran agama kepada rakyat yang beragama lain". Keputusan No 77 tentang bahwa semua bantuan luar negeri kepada golongan agama, baik finansial maupun ketenagaan, hanya dapat disalurkan melalui Departemen Agama. Dua keputusan itu berdampak cukup serius, di antaranya menyangkut kebutuhan tenaga pastor. Meskipun sampai sekarang belum pernah ada pencabutan, ada saja pihak-pihak yang ingin memanfaatkannya untuk kepentingan politik.
Menantang
Pengarang mencatat pernah terjadi perbedaan pendapat antara Gereja Indonesia dan Pemerintah Indonesia (hal 327), yang memberi kesan seolah-olah kepemimpinan Gereja dapat beralih ke penanganan negara. Masalah muncul ketika pada bulan Mei 1984 pemerintah menyampaikan lima rancangan undang-undang (RUU) kepada DPR, satu di antaranya RUU tentang Organisasi Kemasyarakatan. Setelah melewati perdebatan panjang, menyangkut soal Gereja Indonesia sebagai bagian dari Gereja Semesta, akhirnya MAWI/KWI pada awal Januari 1987 menerima Pancasila sebagai asas. KWI membutuhkan waktu panjang menafsirkan UU Nomor 8 Tahun 1985 itu karena merasa dirinya bukan organisasi masyarakat, tetapi organisasi keagamaan (hal 332).
Inkulturasi seperti disemangati Indonesianisasi, menurut Boelaars, secara umum tidak menimbulkan gejolak. Awalnya memang karena adat berakar dalam pandangan hidup yang melandasinya, perjumpaan Injil (Kabar Gembira) dengan adat, merupakan perjumpaan dua visi religius yang berlainan. Tetapi, setelah keduanya melakukan penyesuaian, perbedaan bisa diatasi, di antaranya terlihat dalam integrasi adat dalam perayaan religius yang mengalami perombakan total. Refleksi teologis yang konsekuen dan serius dilakukan, khususnya menghadapi peraturan-peraturan pemerintah, seperti disebut dua keputusan Departemen Agama dan UU No 8/1985. Refleksi teologis yang kontekstual terus diperkaya lewat pengembangan teologi sosial, di mana titik tolak dasarnya adalah kebutuhan setempat-dalam teologi kemudian, tetapi belum ditelaah Boelaars dalam buku ini-sebagai teologi pembebasan, yakni teologi yang berbasis pada kebutuhan setempat dan aksi nyata perubahan.
Buku ini menantang. Tidak saja untuk dilanjutkan sebagai diskusi besar tentang makna "katolisitas" Indonesia, tetapi setidaknya Dr Boelaars telah mencatat lewat uraian deskriptif-historisnya perjalanan jatuh-bangun Gereja, dari Gereja Katolik di Indonesia menjadi Gereja Katolik Indonesia. Gereja bersama jatuh-bangun negara-bangsa Indonesia. Gereja bukan suatu makhluk asing, suatu corpus alienum, bukan sebuah ghetto, tetapi satu kesatuan simbiose-mutualitis dengan bangsa Indonesia. Buku ini pun menyisakan pekerjaan rumah yang sudah pasti tak kalah menarik, misalnya bagaimana proses Indonesianisasi pascakebangkitan agama-agama, bahkan juga terorisme yang sebenarnya berawal dari persoalan ekonomi-sosial, tetapi telanjur melekat pada satu sisi hidup keberagamaan. (ST SULARTO)
Akhir Perjalanan Sejarah Barus
BARUS, sebuah nama daerah terpencil di pesisir pantai barat Sumatera Utara. Tetapi, sejarah daerah ini sebenarnya sangat tua, setua ketika kapal-kapal asing beribu tahun sebelum Masehi singgah mencari kapur barus di sana. Dari Barus pula, agama Islam dan Kristen pertama-tama dikenalkan ke seluruh Nusantara.
BARUS atau biasa disebut Fansur barangkali satu-satunya kota di Nusantara yang namanya telah disebut sejak awal abad Masehi oleh literatur-literatur dalam berbagai bahasa, seperti dalam bahasa Yunani, Siriah, Armenia, Arab, India, Tamil, China, Melayu, dan Jawa.
Berita tentang kejayaan Barus sebagai bandar niaga internasional dikuatkan oleh sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolemaus, seorang gubernur dari Kerajaan Yunani yang berpusat di Alexandria, Mesir, pada abad ke-2.
Di peta itu disebutkan, di pesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang menghasilkan wewangian dari kapur barus. Diceritakan, kapur barus yang diolah dari kayu kamfer dari Barousai itu merupakan salah satu bahan pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II, atau sekitar 5.000 tahun sebelum Masehi.
Berdasakan buku Nuchbatuddar tulisan Addimasqi, Barus juga dikenal sebagai daerah awal masuknya agama Islam sekitar abad ke-7. Makam tua di kompleks pemakaman Mahligai, Barus yang di batu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi atau 48 Hijriah, menguatkan adanya komunitas Muslim di daerah ini pada era itu.
Dewan Gereja-gereja di Indonesia juga memercayai sejak tahun 645 Masehi di daerah Barus telah masuk umat Kristen dari sekte Nestorian. Keyakinan tersebut didasarkan pada buku kuno tulisan Shaikh Abu Salih al-Armini. Sementara itu, penjelajah dari Armenia Mabousahl mencatat bahwa pada abad ke-12 telah terdapat Gereja Nestorian.
Penggalian arkeologi yang dilakukan oleh Daniel Perret dan kawan-kawannya dari Ecole francaise d’Extreme-Orient (EFEO) Perancis bekerja sama dengan peneliti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua, Barus, membuktikan pada abad IX-XII perkampungan multietnis dari suku Tamil, China, Arab, Aceh, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan sebagainya juga telah ada di sana. Perkampungan tersebut dikabarkan sangat makmur mengingat banyaknya barang-barang berkualitas tinggi yang ditemukan.
Pada tahun 1872, pejabat Belanda, GJJ Deutz, menemukan batu bersurat tulisan Tamil. Tahun 1931 Prof Dr K A Nilakanta Sastri dari Universitas Madras, India, menerjemahkannya. Menurutnya, batu bertulis itu bertahun Saka 1010 atau 1088 Masehi di zaman pemerintahan Raja Cola yang menguasai wilayah Tamil, India Selatan. Tulisan itu antara lain menyebutkan tentang perkumpulan dagang suku Tamil sebanyak 1.500 orang di Lobu Tua yang memiliki pasukan keamanan, aturan perdagangan, dan ketentuan lainnya.
Namun, Lobu Tua yang merupakan kawasan multietnis di Barus ditinggalkan secara mendadak oleh penghuninya pada awal abad ke-12 sesudah kota tersebut diserang oleh kelompok yang dinamakan Gergasi.
"Berdasarkan data tidak adanya satu benda arkeologi yang dihasilkan setelah awal abad ke-12. Namun, para ahli sejarah sampai saat ini belum bisa mengidentifikasi tentang sosok Gergasi ini," papar Lucas Partanda Koestoro, Kepala Balai Arkeologi Medan.
Setelah ditinggalkan oleh komunitas multietnis tersebut, Barus kemudian dihuni oleh orang-orang Batak yang datang dari kawasan sebelah utara kota ini. Situs Bukit Hasang merupakan situs Barus yang berkembang sesudah penghancuran Lobu Tua.
Sampai misi dagang Portugis dan Belanda masuk, peran Barus yang saat itu telah dikuasai raja-raja Batak sebenarnya masih dianggap menonjol sehingga menjadi rebutan kedua penjajah dari Eropa tersebut. Penjelajah Portugis Tome Pires yang melakukan perjalanan ke Barus awal abad ke-16 mencatat Barus sebagai pelabuhan yang ramai dan makmur.
"Kami sekarang harus bercerita tentang Kerajaan Barus yang sangat kaya itu, yang juga dinamakan Panchur atau Pansur. Orang Gujarat menamakannya Panchur, juga bangsa Parsi, Arab, Bengali, Keling, dst. Di Sumatera namanya Baros (Baruus). Yang dibicarakan ini satu kerajaan, bukan dua," demikian catatan Pires.
Tahun 1550, Belanda berhasil merebut hegemoni perdagangan di daerah Barus. Dan pada tahun 1618, VOC, kongsi dagang Belanda, mendapatkan hak istimewa perdagangan dari raja-raja Barus, melebihi hak yang diberikan kepada bangsa China, India, Persia, dan Mesir.
Belakangan, hegemoni Belanda ini menyebabkan pedagang dari daerah lain menyingkir. Dan sepak terjang Belanda juga mulai merugikan penduduk dan raja-raja Barus sehingga memunculkan perselisihan. Tahun 1694, Raja Barus Mudik menyerang kedudukan VOC di Pasar Barus sehingga banyak korban tewas. Raja Barus Mudik bernama Munawarsyah alias Minuassa kemudian ditangkap Belanda, lalu diasingkan ke Singkil, Aceh.
Perlawanan rakyat terhadap Belanda dilanjutkan di bawah pimpinan Panglima Saidi Marah. Gubernur Jenderal Belanda di Batavia kemudian mengirim perwira andalannya, Letnan Kolonel Johan Jacob Roeps, ke Barus. Pada tahun 1840, Letkol Roeps berhasil ditewaskan pasukan Saidi Marah, yang bergabung dengan pasukan Aceh dan pasukan Raja Sisingamangaraja dari wilayah utara Barus Raya.
Namun, pamor Barus sudah telanjur menurun karena saat Barus diselimuti konflik, para pedagang beralih ke pelabuhan Sunda Kelapa, Surabaya, dan Makassar. Sementara, pedagang-pedagang dari Inggris memilih mengangkut hasil bumi dari pelabuhan Sibolga.
Barus semakin tenggelam saat Kerajaan Aceh Darussalam berdiri pada permulaan abad ke-17. Kerajaan baru tersebut membangun pelabuhan yang lebih strategis untuk jalur perdagangan, yaitu di pantai timur Sumatera, berhadapan dengan Selat Melaka.
Pesatnya teknologi pembuatan kapur barus sintetis di Eropa juga dianggap sebagai salah satu faktor memudarnya Barus dalam peta perdagangan dunia. Pada awal abad ke-18, Barus benar-benar tenggelam dan menjadi pelabuhan sunyi yang terpencil.
Kehancuran Barus kian jelas ketika pada tanggal 29 Desember 1948, kota ini dibumihanguskan oleh pejuang kemerdekaan Indonesia karena Belanda yang telah menguasai Sibolga dikabarkan akan segera menuju Barus.
>small 2small 0<, Barus yang berjarak 414 km dari Medan benar-benar dilupakan. Pemerintah lebih tertarik mengembangkan perdagangan di kawasan pantai timur Sumatera, khususnya di sekitar Selat Malaka, dengan pusatnya di Batam dan Medan.
Dominasi pembangunan pantai timur ini bisa dilihat pengiriman hasil bumi dari pedalaman pantai barat Sumatera yang harus melalui jalur darat untuk kemudian dibawa dengan kapal dari pelabuhan Belawan, Medan.
Sedangkan untuk melayani arus perdagangan skala lokal di kawasan pantai barat Sumatera, pemerintah lebih tertarik mengembangkan pelabuhan yang lebih baru seperti Singkil di utara dan Sibolga di selatan. Kehebatan Barus sebagai bandar internasional benar-benar dilupakan.
Kini, Barus tak lebih dari kota kecamatan lain di daerah pinggiran yang hampir-hampir tak tersentuh roda pembangunan. Sebagian warganya meninggalkan desa, mencari pekerjaan atau pendidikan di luar daerah.
"Kami yang tinggal di sini hanyalah warga sisa. Yang sukses atau yang berpendidikan enggan menetap di sini. Kota ini telah berhenti, tak ada dinamika, tak ada investasi," kata Camat Barus Hotmauli Sitompul. (AHMAD ARIF)
Sumber: http://ekaristi.org/dokumen/sejarah.php?subaction=showfull&id=1146936099&archive=&start_from=&ucat=8&
Judul buku: Indonesianisasi. Dari Gereja Katolik di Indonesia Menjadi Gereja Katolik Indonesia
Penulis: Dr Huub JWM Boelaars, OFM Cap
Penerjemah: R Hardawiryana, SJ
Penerbit: Kanisius, 2005
Tebal Buku: 540 halaman
Ukuran: 16 x 23 cm
Kisah sukses kelapa sawit, menurut Dr Huub J Boelaars, adalah contoh Indonesianisasi yang berhasil. Sebagaimana diketahui, kelapa sawit merupakan komoditas ekspor yang sekarang menjadi soko guru penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebelum direbut oleh Malaysia, Indonesia pernah tercatat sebagai penghasil minyak kelapa sawit nomor satu di dunia.
Keberhasilan itu, tulis Boelaars, seorang pastor Ordo Fransiskan Kapusin, berawal dari yang sederhana. Pohon-pohon kelapa sawit berasal dari sebuah pohon kelapa sawit yang ditanam tahun 1848 oleh Dr Johannes Elias Teijsman di Kebun Raya Bogor. Analoginya jelas. Kekristenan yang tidak berasal dari Indonesia ditanam di Nusantara pada awal-awal abad yang silam, kemudian mengakar menjadi dewasa (hal 21). Melalui proses inkulturasi, Gereja Katolik Indonesia berkembang dan buah proses itu memberi sumbangan besar bagi Gereja Katolik semesta.
Indonesianisasi dalam konteks buku ini berarti proses integrasi tidak menuju mentalitas ghetto. Gereja Katolik (Roma)-selanjutnya ditulis Gereja Katolik atau Gereja-dalam proses tidak menjadi unsur yang terasing dalam masyarakat (Indonesia). Gereja harus "kerasan" di Indonesia dan dipandang sebagai gejala yang biasa (hal 448). Indonesianisasi tiada lain ialah pemribumian atau pembangunan Gereja setempat di Indonesia (hal 56). Pernyataan yang dirumuskan tahun 1972 itu menjadi titik berangkat buku J Boelaars yang aslinya berbahasa Belanda. Premis Boelaars, benarkah di kalangan umat Katolik ada mental ghetto? Benarkah Gereja belum terintegrasi dalam negara-bangsa Indonesia? Jawaban atas premis diuraikan lewat analisis historis-deskriptif, sebuah pendekatan yang unik menurut penerjemahnya, Pater Hardawiryana, teolog yang merasa terinspirasi mengembangkannya. Berkat buku itu Pater Hardawiryana menulis "pentalogi", sebuah refleksi teologis bagi pengembangan reksa pastoral umat Katolik Indonesia (hal 9-10) yang terdiri atas lima judul buku bertopik "Cara Baru Menggereja di Indonesia" (2001). Arti reksa pastoral selain menekankan pembinaan dan pengembangan, juga pelayanan.
Bukan "Alien"
Ditempatkan dalam sederet buku sejarah perjalanan Gereja berbahasa Indonesia, buku ini komplementer. Di antaranya ia melengkapi buku-buku Dr MPM Muskens (editor) Sejarah Gereja Katolik Indonesia (1974), buku Jan Bank, Katolik di Masa Revolusi Indonesia (1999), buku Dr F Hasto Rosariyanto SJ (ed) Bercermin pada Wajah Keuskupan Gereja Katolik Indonesia (2001), dan buku-buku deskriptif tentang keuskupan-keuskupan setempat maupun analisis tentang hubungan Gereja dan negara, Gereja dan masyarakat Indonesia. Data yang dikumpulkan sangat lengkap, rinci dan diperbandingkan dengan berbagai sumber, dianalisis secara deskriptif mendalam sehingga tidak kering. Mungkin saja itu pun berkat sentuhan tangan penerjemah.
Buku ini tidak menguraikan munculnya nasionalisme Indonesia yang sudah ditulis Dr Muskens dan Dr Bank, di mana dalam kedua buku tersebut pihak Indonesia memperoleh banyak penguraian. Boelaars juga tidak menguraikan kasus konflik Jacob Groof-J Rochussen. Jacob Groof adalah Vikaris Apostolik (perwakilan Paus di suatu Gereja) yang dikirim ke Hindia Belanda tahun 1845 oleh Vatikan. Sebagai seorang penganut garis konservatif, ia menganjurkan umat Katolik di Hindia Belanda menjauhi kenikmatan duniawi, seperti pesta dan menonton teater. Gubernur Hindia Belanda JJ Rochussen tidak berkenan. Jacob Groof diminta dikembalikan ke Belanda, dan sebagai pengganti dikirim PJ Willekens yang kemudian menjadi Vikaris Apostolik di Hindia Belanda tahun 1934.
Buku ini juga tidak menguraikan secara rinci berkembangnya nasionalisme di kalangan tokoh-tokoh Katolik, walaupun kenyataan historis ini menjadi faktor penting dalam nuansa Indonesianisasi. Penegasan "Saya 100% Katolik dan 100% Indonesia" yang kemudian memunculkan slogan "pro eccelesia et patria" (untuk Gereja dan Negara) dari uskup asli pertama Indonesia, Mgr Albertus Soegijapranata SJ, hanya disinggung sedikit.
Titik temu mungkin banyak terjadi dengan buku Pater Hasto Rosariyanto (editor), yang merupakan refleksi atas berdirinya keuskupan-keuskupan, mulai dari Provinsi Gerejani Ende hingga Provinsi Gerejani Makassar. Lewat pembagian tiga fase Gereja Katolik Indonesia (fase I tahun 1534-sampai akhir abad ke-18, fase II abad ke-19, fase III abad ke-20), buku yang terkumpul dari tulisan para uskup itu mengajak pembaca bercermin pada perjalanan jatuh-bangun Gereja Katolik Indonesia, atau menurut istilah Boelaars sebagai Indonesianisasi.
Dari antara buku Jan Bank, Muskens, dan Hasto ditemukan tiga titik berangkat yang sama. Dengan redaksi dan penekanan yang berbeda, termasuk buku Boelaars, ketiganya berangkat dari awal kehadiran Gereja yang dibawa oleh pedagang Portugis. Diuraikan bagaimana VOC maupun Pemerintah Hindia Belanda kurang memberi angin bagi perkembangan Gereja, dan bagaimana keterlibatan awam (bukan rohaniwan/wati) sejak umat Katolik pertama dibaptis tahun 1534 sampai sekarang terlibat dalam perputaran roda kehidupan Gereja. Mereka pun tidak menjadi corpus alienum atau "benda asing" (istilah J Boelaars, hal 449) dalam perjalanan jatuh-bangun pembangunan negara bangsa Indonesia sejak sebelum kemerdekaan sampai sekarang.
Kronologi, urutan waktu, menjadi pilihan mendekati persoalan. Pengarang berangkat dari awal mula kedatangan agama Katolik ke Indonesia. Patokan tidak diambil catatan Syekh Abu Salih al-Armini bahwa di Sumatera Utara (Barus) pada abad VII sudah ada Katolik Nestorian (hal 60), tetapi ketika pedagang Portugis memburu rempah-rempah di Maluku tahun 1512. Pada tahun 1534 ada orang Indonesia yang dibaptis Katolik, dan tahun itu pula dijadikan tonggak kehadiran Katolisisme di Indonesia (hal 64).
Kisah awal yang juga sudah ditulis dalam berbagai buku dilanjutkan dengan pentahbisan uskup pertama asli Indonesia, Mgr A Soegijapranata SJ tahun 1940 di Semarang dengan umat sekitar 41.000, sekitar 15.000 di antaranya orang Eropa (hal 112). Lima puluh tahun kemudian, tahun 1990, di seluruh Indonesia terdapat 4,6 juta umat Katolik-pada tahun 1940 termasuk Flores hanya ada sekitar 500.000 umat-yang berarti selama 50 tahun ada kelipatan sepuluh kali dengan 1.905 pastor (hal 191). Di zaman kolonial Jepang, meskipun ada 74 pastor, 47 bruder, 161 suster meninggal di tahanan, tetapi Gereja tetap lestari (hal 119). Sejarah awal kehadiran dan perkembangan Gereja hingga tahun 1050-an bisa juga dibaca dalam buku karya Dr Anhar Gonggong yang terbit tahun 1993 dan buku karya Dr G Budi Subanar SJ yang terbit 2003. Keduanya berkisah tentang sosok Mgr A Soegijapranata.
Menuju Gereja Indonesia
Pengarang memasukkan tahun 1940-1961 sebagai Dari Misi menuju Gereja yang Mandiri (hal 104-139). Pada periode itu setiap Gereja setempat (keuskupan) belum dipersatukan sebagai satu Gereja Indonesia, tetapi masih sebagai Gereja di Indonesia, karena itu berhubungan langsung dengan Takhta Suci di Roma. Dengan dihentikannya status Misi dan didirikannya hierarki Indonesia, berarti kawasan Indonesia ditetapkan sebagai mandiri oleh Roma (hal 139). Ada tantangan besar sebab dari 25 keuskupan, 22 di antaranya dipimpin oleh uskup bukan asli Indonesia, dan dua wilayah masih bersatus prefektur (langsung bertanggung jawab ke Roma), yakni Weetebula dan Sibolga (yang terakhir berstatus keuskupan tahun 1959).
Indonesianisasi dengan konstelasi politik pasca-1965 disemangati, didorong, bahkan "dipaksa" oleh Konsili Vatikan II (1962-65) lewat dokumen-dokumennya yang inklusif. Sidang Majelis Agung Waligereja Indonesia (MAWI) tahun 1966 pun merumuskan bagaimana umat Katolik perlu terlibat dalam program pembangunan nasional. Pernyataan Mgr Soegijapranata yang nyaris menjadi klasik, "100% Indonesia 100% Katolik", ditegaskan kembali oleh Ketua MAWI waktu itu, Justinus Kardinal Darmojuwono.
Indonesianisasi tidak hanya menyangkut perkembangan ordo dan kongregasi yang berkarya, tetapi pertumbuhan jumlah umat sebagai bagian dari negara-bangsa Indonesia. Boelaars memang tidak terlalu menekankan uraian peranan umat dalam politik. Persoalan itu diuraikan panjang dan lengkap dalam buku Muskens, Jan Bank, dan Hasto Rosariyanto. Boelaars terutama memberi penekanan pada cara menggereja dalam arti pewartaan Kabar Gembira (Injil). Pemribumian menjadi kosakata populer, sejalan dengan semangat Konsili Vatikan II. Di antaranya tentang pertumbuhan terbesar jumlah umat Katolik terjadi pada periode tahun 1950-1960 sebesar 7,9 persen, sementara terkecil tahun 1980-1990 sebesar 3,6 persen (hal 192), dengan jumlah antara tahun 1971-1980 ada pertambahan 1,6 juta, sementara Islam 25 juta dan Kristen Protestan 2,5 juta.
Kenyataan sekitar 68 persen dari seluruh umat tinggal di daerah pedesaan dan hidup dari bertani (hal 217), menurut Boelaars, menjadi bahan pertimbangan pokok dalam pelayanan. Keputusan Departemen Agama tahun 1978, Nomor 70 dan Nomor 77, dicatat sebagai salah satu fase serius Indonesianisasi. Katolik dan Protestan terhadap keputusan itu menentang dengan alasan melanggar kebebasan beragama (hal 177). Keputusan No 70 berisi peraturan tentang "penyiaran agama kepada rakyat yang beragama lain". Keputusan No 77 tentang bahwa semua bantuan luar negeri kepada golongan agama, baik finansial maupun ketenagaan, hanya dapat disalurkan melalui Departemen Agama. Dua keputusan itu berdampak cukup serius, di antaranya menyangkut kebutuhan tenaga pastor. Meskipun sampai sekarang belum pernah ada pencabutan, ada saja pihak-pihak yang ingin memanfaatkannya untuk kepentingan politik.
Menantang
Pengarang mencatat pernah terjadi perbedaan pendapat antara Gereja Indonesia dan Pemerintah Indonesia (hal 327), yang memberi kesan seolah-olah kepemimpinan Gereja dapat beralih ke penanganan negara. Masalah muncul ketika pada bulan Mei 1984 pemerintah menyampaikan lima rancangan undang-undang (RUU) kepada DPR, satu di antaranya RUU tentang Organisasi Kemasyarakatan. Setelah melewati perdebatan panjang, menyangkut soal Gereja Indonesia sebagai bagian dari Gereja Semesta, akhirnya MAWI/KWI pada awal Januari 1987 menerima Pancasila sebagai asas. KWI membutuhkan waktu panjang menafsirkan UU Nomor 8 Tahun 1985 itu karena merasa dirinya bukan organisasi masyarakat, tetapi organisasi keagamaan (hal 332).
Inkulturasi seperti disemangati Indonesianisasi, menurut Boelaars, secara umum tidak menimbulkan gejolak. Awalnya memang karena adat berakar dalam pandangan hidup yang melandasinya, perjumpaan Injil (Kabar Gembira) dengan adat, merupakan perjumpaan dua visi religius yang berlainan. Tetapi, setelah keduanya melakukan penyesuaian, perbedaan bisa diatasi, di antaranya terlihat dalam integrasi adat dalam perayaan religius yang mengalami perombakan total. Refleksi teologis yang konsekuen dan serius dilakukan, khususnya menghadapi peraturan-peraturan pemerintah, seperti disebut dua keputusan Departemen Agama dan UU No 8/1985. Refleksi teologis yang kontekstual terus diperkaya lewat pengembangan teologi sosial, di mana titik tolak dasarnya adalah kebutuhan setempat-dalam teologi kemudian, tetapi belum ditelaah Boelaars dalam buku ini-sebagai teologi pembebasan, yakni teologi yang berbasis pada kebutuhan setempat dan aksi nyata perubahan.
Buku ini menantang. Tidak saja untuk dilanjutkan sebagai diskusi besar tentang makna "katolisitas" Indonesia, tetapi setidaknya Dr Boelaars telah mencatat lewat uraian deskriptif-historisnya perjalanan jatuh-bangun Gereja, dari Gereja Katolik di Indonesia menjadi Gereja Katolik Indonesia. Gereja bersama jatuh-bangun negara-bangsa Indonesia. Gereja bukan suatu makhluk asing, suatu corpus alienum, bukan sebuah ghetto, tetapi satu kesatuan simbiose-mutualitis dengan bangsa Indonesia. Buku ini pun menyisakan pekerjaan rumah yang sudah pasti tak kalah menarik, misalnya bagaimana proses Indonesianisasi pascakebangkitan agama-agama, bahkan juga terorisme yang sebenarnya berawal dari persoalan ekonomi-sosial, tetapi telanjur melekat pada satu sisi hidup keberagamaan. (ST SULARTO)
Akhir Perjalanan Sejarah Barus
BARUS, sebuah nama daerah terpencil di pesisir pantai barat Sumatera Utara. Tetapi, sejarah daerah ini sebenarnya sangat tua, setua ketika kapal-kapal asing beribu tahun sebelum Masehi singgah mencari kapur barus di sana. Dari Barus pula, agama Islam dan Kristen pertama-tama dikenalkan ke seluruh Nusantara.
BARUS atau biasa disebut Fansur barangkali satu-satunya kota di Nusantara yang namanya telah disebut sejak awal abad Masehi oleh literatur-literatur dalam berbagai bahasa, seperti dalam bahasa Yunani, Siriah, Armenia, Arab, India, Tamil, China, Melayu, dan Jawa.
Berita tentang kejayaan Barus sebagai bandar niaga internasional dikuatkan oleh sebuah peta kuno yang dibuat oleh Claudius Ptolemaus, seorang gubernur dari Kerajaan Yunani yang berpusat di Alexandria, Mesir, pada abad ke-2.
Di peta itu disebutkan, di pesisir barat Sumatera terdapat sebuah bandar niaga bernama Barousai (Barus) yang menghasilkan wewangian dari kapur barus. Diceritakan, kapur barus yang diolah dari kayu kamfer dari Barousai itu merupakan salah satu bahan pembalseman mayat pada zaman kekuasaan Firaun sejak Ramses II, atau sekitar 5.000 tahun sebelum Masehi.
Berdasakan buku Nuchbatuddar tulisan Addimasqi, Barus juga dikenal sebagai daerah awal masuknya agama Islam sekitar abad ke-7. Makam tua di kompleks pemakaman Mahligai, Barus yang di batu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi atau 48 Hijriah, menguatkan adanya komunitas Muslim di daerah ini pada era itu.
Dewan Gereja-gereja di Indonesia juga memercayai sejak tahun 645 Masehi di daerah Barus telah masuk umat Kristen dari sekte Nestorian. Keyakinan tersebut didasarkan pada buku kuno tulisan Shaikh Abu Salih al-Armini. Sementara itu, penjelajah dari Armenia Mabousahl mencatat bahwa pada abad ke-12 telah terdapat Gereja Nestorian.
Penggalian arkeologi yang dilakukan oleh Daniel Perret dan kawan-kawannya dari Ecole francaise d’Extreme-Orient (EFEO) Perancis bekerja sama dengan peneliti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua, Barus, membuktikan pada abad IX-XII perkampungan multietnis dari suku Tamil, China, Arab, Aceh, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan sebagainya juga telah ada di sana. Perkampungan tersebut dikabarkan sangat makmur mengingat banyaknya barang-barang berkualitas tinggi yang ditemukan.
Pada tahun 1872, pejabat Belanda, GJJ Deutz, menemukan batu bersurat tulisan Tamil. Tahun 1931 Prof Dr K A Nilakanta Sastri dari Universitas Madras, India, menerjemahkannya. Menurutnya, batu bertulis itu bertahun Saka 1010 atau 1088 Masehi di zaman pemerintahan Raja Cola yang menguasai wilayah Tamil, India Selatan. Tulisan itu antara lain menyebutkan tentang perkumpulan dagang suku Tamil sebanyak 1.500 orang di Lobu Tua yang memiliki pasukan keamanan, aturan perdagangan, dan ketentuan lainnya.
Namun, Lobu Tua yang merupakan kawasan multietnis di Barus ditinggalkan secara mendadak oleh penghuninya pada awal abad ke-12 sesudah kota tersebut diserang oleh kelompok yang dinamakan Gergasi.
"Berdasarkan data tidak adanya satu benda arkeologi yang dihasilkan setelah awal abad ke-12. Namun, para ahli sejarah sampai saat ini belum bisa mengidentifikasi tentang sosok Gergasi ini," papar Lucas Partanda Koestoro, Kepala Balai Arkeologi Medan.
Setelah ditinggalkan oleh komunitas multietnis tersebut, Barus kemudian dihuni oleh orang-orang Batak yang datang dari kawasan sebelah utara kota ini. Situs Bukit Hasang merupakan situs Barus yang berkembang sesudah penghancuran Lobu Tua.
Sampai misi dagang Portugis dan Belanda masuk, peran Barus yang saat itu telah dikuasai raja-raja Batak sebenarnya masih dianggap menonjol sehingga menjadi rebutan kedua penjajah dari Eropa tersebut. Penjelajah Portugis Tome Pires yang melakukan perjalanan ke Barus awal abad ke-16 mencatat Barus sebagai pelabuhan yang ramai dan makmur.
"Kami sekarang harus bercerita tentang Kerajaan Barus yang sangat kaya itu, yang juga dinamakan Panchur atau Pansur. Orang Gujarat menamakannya Panchur, juga bangsa Parsi, Arab, Bengali, Keling, dst. Di Sumatera namanya Baros (Baruus). Yang dibicarakan ini satu kerajaan, bukan dua," demikian catatan Pires.
Tahun 1550, Belanda berhasil merebut hegemoni perdagangan di daerah Barus. Dan pada tahun 1618, VOC, kongsi dagang Belanda, mendapatkan hak istimewa perdagangan dari raja-raja Barus, melebihi hak yang diberikan kepada bangsa China, India, Persia, dan Mesir.
Belakangan, hegemoni Belanda ini menyebabkan pedagang dari daerah lain menyingkir. Dan sepak terjang Belanda juga mulai merugikan penduduk dan raja-raja Barus sehingga memunculkan perselisihan. Tahun 1694, Raja Barus Mudik menyerang kedudukan VOC di Pasar Barus sehingga banyak korban tewas. Raja Barus Mudik bernama Munawarsyah alias Minuassa kemudian ditangkap Belanda, lalu diasingkan ke Singkil, Aceh.
Perlawanan rakyat terhadap Belanda dilanjutkan di bawah pimpinan Panglima Saidi Marah. Gubernur Jenderal Belanda di Batavia kemudian mengirim perwira andalannya, Letnan Kolonel Johan Jacob Roeps, ke Barus. Pada tahun 1840, Letkol Roeps berhasil ditewaskan pasukan Saidi Marah, yang bergabung dengan pasukan Aceh dan pasukan Raja Sisingamangaraja dari wilayah utara Barus Raya.
Namun, pamor Barus sudah telanjur menurun karena saat Barus diselimuti konflik, para pedagang beralih ke pelabuhan Sunda Kelapa, Surabaya, dan Makassar. Sementara, pedagang-pedagang dari Inggris memilih mengangkut hasil bumi dari pelabuhan Sibolga.
Barus semakin tenggelam saat Kerajaan Aceh Darussalam berdiri pada permulaan abad ke-17. Kerajaan baru tersebut membangun pelabuhan yang lebih strategis untuk jalur perdagangan, yaitu di pantai timur Sumatera, berhadapan dengan Selat Melaka.
Pesatnya teknologi pembuatan kapur barus sintetis di Eropa juga dianggap sebagai salah satu faktor memudarnya Barus dalam peta perdagangan dunia. Pada awal abad ke-18, Barus benar-benar tenggelam dan menjadi pelabuhan sunyi yang terpencil.
Kehancuran Barus kian jelas ketika pada tanggal 29 Desember 1948, kota ini dibumihanguskan oleh pejuang kemerdekaan Indonesia karena Belanda yang telah menguasai Sibolga dikabarkan akan segera menuju Barus.
>small 2
Dominasi pembangunan pantai timur ini bisa dilihat pengiriman hasil bumi dari pedalaman pantai barat Sumatera yang harus melalui jalur darat untuk kemudian dibawa dengan kapal dari pelabuhan Belawan, Medan.
Sedangkan untuk melayani arus perdagangan skala lokal di kawasan pantai barat Sumatera, pemerintah lebih tertarik mengembangkan pelabuhan yang lebih baru seperti Singkil di utara dan Sibolga di selatan. Kehebatan Barus sebagai bandar internasional benar-benar dilupakan.
Kini, Barus tak lebih dari kota kecamatan lain di daerah pinggiran yang hampir-hampir tak tersentuh roda pembangunan. Sebagian warganya meninggalkan desa, mencari pekerjaan atau pendidikan di luar daerah.
"Kami yang tinggal di sini hanyalah warga sisa. Yang sukses atau yang berpendidikan enggan menetap di sini. Kota ini telah berhenti, tak ada dinamika, tak ada investasi," kata Camat Barus Hotmauli Sitompul. (AHMAD ARIF)
Didakhe: Pengajaran Tuhan melalui 12 Rasul untuk Semua Bangsa
Chapter 1. The Two Ways and the First Commandment. There are two ways, one of life and one of death, but a great difference between the two ways. The way of life, then, is this: First, you shall love God who made you; second, love your neighbor as yourself, and do not do to another what you would not want done to you. And of these sayings the teaching is this: Bless those who curse you, and pray for your enemies, and fast for those who persecute you. For what reward is there for loving those who love you? Do not the Gentiles do the same? But love those who hate you, and you shall not have an enemy. Abstain from fleshly and worldly lusts. If someone strikes your right cheek, turn to him the other also, and you shall be perfect. If someone impresses you for one mile, go with him two. If someone takes your cloak, give him also your coat. If someone takes from you what is yours, ask it not back, for indeed you are not able. Give to every one who asks you, and ask it not back; for the Father wills that to all should be given of our own blessings (free gifts). Happy is he who gives according to the commandment, for he is guiltless.
Bab 1. Dua Jalan dan Perintah Pertama. Ada dua jalan, yang pertama adalah jalan kehidupan dan yang kedua adalah jalan kematian, dan ada perbedaan yang besar diantara kedua jalan ini. Jalan kehidupan, adalah seperti ini : Pertama, cintailah Allah penciptamu; kedua, cintailah sesamamu seperti engkau mencintai dirimu sendiri, dan jangan melakukan kepada sesamamu, apa saja yang kau pun tak ingin mereka lakukan padamu. Dan dari sabda ini, inti pengajarannya adalah : Berkatilah mereka yang mengutukmu dan berdoalah bagi musush-musushmu dan berpuasalah bagi orang-orang yang menganiayamu. Apakah pahalanya bagimu bila engkau hanya mencintai orang-orang yang mencintaimu? bukankan orang kafir juga berbuat demikian? Tetapi cintailah orang-orang yang membencimu, dengan demikian engkau tidak akan memiliki seorang pun musuh. Jauhkanlah dirimu dari nafsu daging dan duniawi. Jika ada yang menampar pipi kirimu, berikanlah pipi kananmu juga, dan kamu akan disempurnakan. Jika seseorang memintamu untuk menemaninya sejauh satu mil, pergilah bersamanya sejauh dua mil. Jika ada yang mengambil pakaianmu, berikanlah jubahmu juga. Jika apa yang menjadi milikmu diambil oleh orang lain, janganlah memintanya kembali, karena sebenarnya engkau memang tidak berhak. Berikanlah kepada semua orang yang meminta darimu, dan jangan pernah memintanya kembali, karena sesuai keinginan Bapa bahwa akan diberikan kepada semua orang berkatnya sendiri sendiri. Berbahagialah orang yang memberi sesuai Perintah Allah, karena ia tanpa noda.
Woe to him who receives; for if one receives who has need, he is guiltless; but he who receives not having need shall pay the penalty, why he received and for what. And coming into confinement, he shall be examined concerning the things which he has done, and he shall not escape from there until he pays back the last penny. And also concerning this, it has been said, Let your alms sweat in your hands, until you know to whom you should give.
Berdukalah orang orang yang menerima; jika ia menerima karena ia membutuhkan, ia tidak berdosa; tetapi ia yang menerima padahal ia tidak mebutuhkan, maka ia hendaknya membayar hukumannya, mengapa ia menerima dan untuk apa. Di dalam tahanan, ia akan diperiksa atas segala perbuatannya dan ia tidak akan dibebaskan sampai ia melunasi semua hukumannya. Mengenai hal ini juga ada dikatakan, Biarlah sedekahmu basah tergenggam dalam tanganmu sampai engkau tahu siapa yang patut kau beri.
Chapter 2. The Second Commandment: Grave Sin Forbidden. And the second commandment of the Teaching; You shall not commit murder, you shall not commit adultery, you shall not commit pederasty, you shall not commit fornication, you shall not steal, you shall not practice magic, you shall not practice witchcraft, you shall not murder a child by abortion nor kill that which is born. You shall not covet the things of your neighbor, you shall not swear, you shall not bear false witness, you shall not speak evil, you shall bear no grudge. You shall not be double-minded nor double-tongued, for to be double-tongued is a snare of death. Your speech shall not be false, nor empty, but fulfilled by deed. You shall not be covetous, nor rapacious, nor a hypocrite, nor evil disposed, nor haughty. You shall not take evil counsel against your neighbor. You shall not hate any man; but some you shall reprove, and concerning some you shall pray, and some you shall love more than your own life.
Bab 2. Perintah Kedua : Dosa Berat Yang Dilarang. Dan dalam Perintah kedua diajarkan : Jangan terlibat pembunuhan, jangan terlibat percabulan, jangan terlibat pengkhianatan, jangan terlibat perjantanan (semburit), jangan terlibat perzinahan, jangan mencuri, jangan melakukan praktek-praktek gaib, sihir, jangan membunuh nyawa bayi melalui aborsi atau membunuh bayi yang lahir, Jangan mengingini (iri dengan) milik tetanggamu, jangan bersumpah, jangan bersaksi dusta, jangan berkata kotor, kamu tidak boleh menyimpan dendam. Kamu tidak boleh mempunyai pikiran ganda atau lidah ganda, karena lidah ganda berarti jaring kematian. Apa yang engkau ucapkan tidak boleh asal asalan, atau omong kosong belaka, tapi dipenuhi dengan niatan. Kamu tidak boleh cemburu, tamak ataupun rakus, dikuasai keinginan iblis, ataupun congkak. Kamu tidak boleh memberikan nasihat jahat (menghasut) kepada tetanggamu. Kamu tidak boleh membenci manusia manapun; namun beberapa hendaknya kamu beri kritik, dan beberapa orang yang lain hendaknya kamu doakan, dan beberapa yang lain lagi perlu engkau kasihi lebih dari nyawamu sendiri.
Chapter 3. Other Sins Forbidden. My child, flee from every evil thing, and from every likeness of it. Be not prone to anger, for anger leads to murder. Be neither jealous, nor quarrelsome, nor of hot temper, for out of all these murders are engendered. My child, be not a lustful one. for lust leads to fornication. Be neither a filthy talker, nor of lofty eye, for out of all these adulteries are engendered. My child, be not an observer of omens, since it leads to idolatry. Be neither an enchanter, nor an astrologer, nor a purifier, nor be willing to took at these things, for out of all these idolatry is engendered. My child, be not a liar, since a lie leads to theft. Be neither money-loving, nor vainglorious, for out of all these thefts are engendered. My child, be not a murmurer, since it leads the way to blasphemy. Be neither self-willed nor evil-minded, for out of all these blasphemies are engendered.
Bab 3. Dosa-Dosa Lain Yang Dilarang. Anakku, menjauhlah dari semua hal yang jahat, dan semua yang mirip dengannya. Jangan mudah marah, karena kemarahan dapat merangsang nafsu untuk membunuh. Jangan cemburu atau suka mendebat, emosional, karena dari sinilah pembunuhan dimulai. Anakku, jangan hidup dalam kenafsuan, karena nafsu menggiringmu pada percabulan. Jangan suka bicara kotor, atau liar matamu, karena dari semua inilah percabulan dimulai. Anakku, jangan menjadi pengamat perbuatan yang baik, karena itu akan membawamu pada pengidolaan (pemujaan semu=berhala). Jangan menjadi si pemikat, atau ahli nujum, atau seorang purifier, ataupun tertarik untuk melihatnya, karena dari sinilah pengidolaan dimulai. Anakku, jangan menjadi pembohong, karena kebohongan membuatmu menjadi pencuri. Jangan menggilai harta, atau sombong karena gengsi, karena dari sini semua pencuri dilahirkan. Anakku, jangan suka menggosip, karena ini menjadi awal fitnah. Jangan cepat berprasangka atau punya pikiran jahat, ini semua juga menjadi awal fitnah. Namun, rendah hatilah, karena orang yang rendah hati mewarisi bumi. Jadilah pemaaf, mudah berempati, berterus terang dan lembut dan baik dan selalu tergerak oleh perkataan yang kamu dengar. Kamu tidak boleh memuji diri sendiri, atau jiwamu penuh percaya diri. Janganlah jiwamu bermegah, tetapi dengan jiwa jiwa yang adil dan sederhana-lah jiwamu hendaknya dipersatukan. Terimalah semua yang terjadi atasmu sebagai hal baik, karena tidak ada satupun yang dapat menandingi Allah.
Rather, be meek, since the meek shall inherit the earth. Be long-suffering and pitiful and guileless and gentle and good and always trembling at the words which you have heard. You shall not exalt yourself, nor give over-confidence to your soul. Your soul shall not be joined with lofty ones, but with just and lowly ones shall it have its intercourse. Accept whatever happens to you as good, knowing that apart from God nothing comes to pass.
Chapter 4. Various Precepts. My child, remember night and day him who speaks the word of God to you, and honor him as you do the Lord. For wherever the lordly rule is uttered, there is the Lord. And seek out day by day the faces of the saints, in order that you may rest upon their words. Do not long for division, but rather bring those who contend to peace. Judge righteously, and do not respect persons in reproving for transgressions. You shall not be undecided whether or not it shall be. Be not a stretcher forth of the hands to receive and a drawer of them back to give. If you have anything, through your hands you shall give ransom for your sins. Do not hesitate to give, nor complain when you give; for you shall know who is the good repayer of the hire. Do not turn away from him who is in want; rather, share all things with your brother, and do not say that they are your own. For if you are partakers in that which is immortal, how much more in things which are mortal?
Bab 4. Beberapa Petunjuk. Anakku, ingatlah siang malam akan mereka yang mengajarkan perkataan Allah padamu, hormatilah mereka seperti kamu menghormati Allah. Karena dimanapun hukum Allah diwartakan, Allah sendiri hadir disitu. Dan carilah setiap hari wajah para kudus, supaya kamu menjadi tenang karen perkataan mereka. Jangan tercerai berai, melainkan berlomba lombalah mencari kedamaian. Putuskanlah dengan benar, dan jangan menghormati orang orang yang suka mengutuki kesalahan. Kamu tidak boleh tidak punya pendirian walaupun sulit. Jangan menjadi perpanjangan tangan untuk menerima atau pengumpul untuk memberi. Kalau kamu memiliki sesuatu, melalui tangan tanganmu lah kamu harus membuat silih atas dosa dosamu. Jangan pernah ragu ragu untuk memberi, atau suka menggerutu ketika kamu memberi; karena kamu harus mengenal tuan pengupah yang selalu baik terhadap hamba hambanya. Jangan memalingkan muka dari mereka yang membutuhkan, tetapi, bagilah segala sesuatunya dengan saudaramu, dan jangan mengklaim semuanya milikmu. Karena jika kamu sudah ambil bagian dalam keabadian, ada berapa banyak lagi yang tersisa yang masih dapat musnah ? Jangan mengalihkan tanganmu (perhatianmu) dari anak anakmu, namun, ajarkan pada mereka untuk takut akan Allah sejak masa kanak-kanak. Jangan memberikan perintah saat kamu sedang sedih / gusar pada anak buah atau pembantumu, yang juga mendambakan keselamatan dari Allah yang sama, karena mereka bisa berbalik membenci Allah yang menaungi kalian; karena Ia tidak datang dengan membedakan penampilan luar, tapi bagi mereka yang telah dipersiapkan oleh Roh. Dan kamu para pengikut hendaknya memandang tuan tuanmu sebagai suatu type Tuhan, dalam kerendah hatian dan segan. Kamu hendaknya membenci orang orang yang munafik dan semuanya yang tidak menyenangkan bagi Tuanmu. Janganlah mengabaikan perintah Tuanmu; tapi simpanlah apa yang sudah kamu terima, jangan menambahkan atau mengambil darinya. Dalam gerejalah kamu bisa memahami kesalahanmu, dan kamu tidak boleh datang mendekat pada pendoa-mu dengan hati (kesadaran/niatan) yang jahat. Inilah jalan kehidupan.
Do not remove your hand from your son or daughter; rather, teach them the fear of God from their youth. Do not enjoin anything in your bitterness upon your bondman or maidservant, who hope in the same God, lest ever they shall fear not God who is over both; for he comes not to call according to the outward appearance, but to them whom the Spirit has prepared. And you bondmen shall be subject to your masters as to a type of God, in modesty and fear. You shall hate all hypocrisy and everything which is not pleasing to the Lord. Do not in any way forsake the commandments of the Lord; but keep what you have received, neither adding thereto nor taking away there from. In the church you shall acknowledge your transgressions, and you shall not come near for your prayer with an evil conscience. This is the way of life.
Chapter 5. The Way of Death. And the way of death is this: First of all it is evil and accursed: murders, adultery, lust, fornication, thefts, idolatries, magic arts, witchcrafts, rape, false witness, hypocrisy, double-heartedness, deceit, haughtiness, depravity, self-will, greediness, filthy talking, jealousy, over-confidence, loftiness, boastfulness; persecutors of the good, hating truth, loving a lie, not knowing a reward for righteousness, not cleaving to good nor to righteous judgment, watching not for that which is good, but for that which is evil; from whom meekness and endurance are far, loving vanities, pursuing revenge, not pitying a poor man, not laboring for the afflicted, not knowing Him Who made them, murderers of children, destroyers of the handiwork of God, turning away from him who is in want, afflicting him who is distressed, advocates of the rich, lawless judges of the poor, utter sinners. Be delivered, children, from all these.
Bab 5. Jalan Kematian. Dan jalan kematian adalah seperti ini : Pertama tama jalan ini jahat dan dikutuk: pembunuh, percabulan, hawa nafsu, perzinahan, pencurian, pengidolaan (pemujaan semu=berhala), hal hal yang berbau mistis, sihir, pemerkosaan, kesaksian palsu, kemunafikan, berhati ganda, kebohongan, kecongkakan, kebejatan, keras kepala, ketamakan, berbicara kotor, kecemburuan, terlalu percaya diri, keangkuhan, suka pamer; penyiksa kaum yang benar, membenci kebenaran, mencintai dusta, tidak mengenal upah dari kebenaran, tidak bergantung pada kebaikan atau keputusan yang benar, bukan melihat yang baik, melainkan yang jahat; yang menjauhkanmu dari kerendah-hatian dan keteguhan, mencintai kesia-siaan dunia, menyimpan dendam, tidak mengasihani orang yang miskin, tidak memperkerjakan yang susah, tidak mengenal Dia yang telah menciptakan mereka, pembunuh anak-anak, pemusnah pekerjaan tangan Allah, memalingkan diri dari mereka yang membutuhkan, menjatuhkan mereka yang sedang berkesusahan, membela kaum kaya, sewenang wenang terhadap orang miskin, pendosa sejati. Menjauhlah, anak anakku, dari semuanya ini.
Chapter 6. Against False Teachers, and Food Offered to Idols. See that no one causes you to err from this way of the Teaching, since apart from God it teaches you. For if you are able to bear the entire yoke of the Lord, you will be perfect; but if you are not able to do this, do what you are able. And concerning food, bear what you are able; but against that which is sacrificed to idols be exceedingly careful; for it is the service of dead gods.
Bab 6. Melawan Ajaran Palsu, dan Makanan Untuk Berhala. Ketahuilah bahwa tidak ada yang dapat membuatmu bersalah dengan cara pengajaran yang demikian, karena mereka mengajarkannya kepadamu diluar Tuhan. Karena jika kamu mampu menanggung semua beban Tuhan, kamu adalah sempurna; tapi karena kamu tidak mampu melakukannya, lakukanlah yang bisa kamu lakukan. Dan mengenai makanan (yang diberikan untuk berhala), pikulah apa yang kamu mampu, tapi melawan persembahan kepada berhala bersikaplah sangat hati hati; karena ini adalah upacara untuk Allah yang mati (dewa kematian).
Chapter 7. Concerning Baptism. And concerning baptism, baptize this way: Having first said all these things, baptize into the name of the Father, and of the Son, and of the Holy Spirit, in living water. But if you have no living water, baptize into other water; and if you cannot do so in cold water, do so in warm. But if you have neither, pour out water three times upon the head into the name of Father and Son and Holy Spirit. But before the baptism let the baptizer fast, and the baptized, and whoever else can; but you shall order the baptized to fast one or two days before.
Bab 7. Mengenai Pembabtisan. Dan mengenai pembabtisan, babtislah dengan cara ini: Pertama tama, babtislah dalam nama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus, dengan air kehidupan. Tapi jika tidak ada padamu air kehidupan, baptislah kedalam air yang lain, dan kalau kamu tidak dapat melakukannya dalam air dingin, lakukanlah dengan yang hangat. Tapi kalau kamu tidak juga punya semua itu, curahkanlah air tiga kali diatas kepala dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Namun sebelum pembabtisan hendaknya pembabtis berpuasa, dan yang dibabtis, dan siapapun yang dapat melakukannya, tapi kamu harus meminta orang yang akan dibabtis untuk berpuasa sehari atau dua hari sebelumnya.
Chapter 8. Fasting and Prayer (the Lord's Prayer). But let not your fasts be with the hypocrites, for they fast on the second and fifth day of the week. Rather, fast on the fourth day and the Preparation (Friday). Do not pray like the hypocrites, but rather as the Lord commanded in His Gospel, like this:
Our Father who art in heaven, hallowed be Thy name. Thy kingdom come. Thy will be done on earth, as it is in heaven. Give us today our daily (needful) bread, and forgive us our debt as we also forgive our debtors. And bring us not into temptation, but deliver us from the evil one (or, evil); for Thine is the power and the glory for ever..
Pray this three times each day.
Bab 8. Puasa dan Berdoa (Doa Bapa Kami). Tapi janganlah puasamu seperti orang orang munafik (farisi), karena mereka hanya berpuasa pada hari kedua dan kelima dalam satu minggu. Sebaliknya, berpuasalah pada hari keempat dan pada hari Persiapan (Jumat). Jangan berdoa seperti orang orang munafik (farisi), sebaliknya seperti yang diperintahkan Tuhan dalam GerejaNya, seperti ini :
Bapa Kami yang berada di dalam surga, dimuliakanlah nama Mu. Datanglah kerajaan Mu. Jadilah kehendak Mu diatas bumi, seperti didalam surga. Berilah kami rejeki pada hari ini, dan ampunilah kesalahan kami seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami. Dan janganlah membawa kami kepada pencobaan, tapi jauhkanlah kami dari yang jahat; karena segala Kekuasaan dan Kemuliaan adalah milikmu untuk selama lamanya.
Chapter 9. The Eucharist. Now concerning the Eucharist, give thanks this way. First, concerning the cup:
We thank thee, our Father, for the holy vine of David Thy servant, which You madest known to us through Jesus Thy Servant; to Thee be the glory for ever..
And concerning the broken bread:
We thank Thee, our Father, for the life and knowledge which You madest known to us through Jesus Thy Servant; to Thee be the glory for ever. Even as this broken bread was scattered over the hills, and was gathered together and became one, so let Thy Church be gathered together from the ends of the earth into Thy kingdom; for Thine is the glory and the power through Jesus Christ for ever..
But let no one eat or drink of your Eucharist, unless they have been baptized into the name of the Lord; for concerning this also the Lord has said, "Give not that which is holy to the dogs."
Bab 9. Ekaristi. Sekarang mengenai Ekaristi, berterimakasihlah dengan cara ini. Pertama tama mengenai piala:
Kami berterima kasih Tuhan, Bapa kami, untuk anggur suci Daud hamba Mu, yang Engkau berikan kepada kami melalui perantaraan Yesus, bagi Mu lah kemuliaan untuk selama lamanya.
Dan mengenai pemecahan roti:
Kami berterima kasih Tuhan, Bapa kami, untuk kehidupan dan pengetahuan yang Engkau berikan kepada kami melalui perantaraan Yesus; bagi Mu lah kemuliaan selama lamanya. Meskipun roti ini berasal dari dari bukit bukit, dan dikumpulkan dan menjadi satu, biarlah Gereja Mu dipersatukan dari ujung-ujung dunia kedalam kerajaan Mu; karena milik Mu-lah segala Kemuliaan dan Kekuasaan melalui Yesus Kristus untuk selama lamanya…
Tapi jangan memperbolehkan seorangpun makan atau minum dari Ekaristi mu, sebelum mereka dibabtis dalam nama Tuhan; karena mengenai ini juga Tuhan telah berkata, “Jangan memberikan apa pun yang suci kepada anjing anjing.”
Chapter 10. Prayer after Communion. But after you are filled, give thanks this way:
We thank Thee, holy Father, for Thy holy name which You didst cause to tabernacle in our hearts, and for the knowledge and faith and immortality, which You modest known to us through Jesus Thy Servant; to Thee be the glory for ever. Thou, Master almighty, didst create all things for Thy name's sake; You gavest food and drink to men for enjoyment, that they might give thanks to Thee; but to us You didst freely give spiritual food and drink and life eternal through Thy Servant. Before all things we thank Thee that You are mighty; to Thee be the glory for ever.
Remember, Lord, Thy Church, to deliver it from all evil and to make it perfect in Thy love, and gather it from the four winds, sanctified for Thy kingdom which Thou have prepared for it; for Thine is the power and the glory for ever. Let grace come, and let this world pass away. Hosanna to the God (Son) of David! If any one is holy, let him come; if any one is not so, let him repent. Maranatha. Amen..
But permit the prophets to make Thanksgiving as much as they desire.
Bab 10. Doa setelah Komuni. Dan setelah kamu makan, berterima kasihlah dengan cara ini:
Kami berterima kasih kepada Mu, Bapa yang Kudus, untuk nama Mu yang Kudus, keajaiban Mu membuat tabernakel (tempat tinggal Allah) di dalam hati kami, dan untuk pengetahuan dan iman dan kekekalan, yang engkau berikan kepada kamu melalui perantaraan Yesus; bagi Mu lah kemuliaan untuk selama lamanya. Engkau, Allah yang maha kuasa, keajaibanmu menciptakan segala hal untuk kemuliaan nama Mu; Engkau berikan makanan dan minuman untuk dinikmati manusia, sehingga mereka bisa berterima kasih kepada Mu; tapi bagi kami oleh keajaibanmu Engkau memberikan makanan roh dan minuman dan kehidupan kekal melalui perantara Mu. Untuk semuanya ini kamu berterima kasih kepada Mu karena engkaulah yang maha kuasa; bagi Mu lah kemuliaan untuk selama lamanya. Ingatlah, ya Tuhan, akan Gereja Mu, hindarkanlah dari semua kejahatan dab sempurnakanlah dalam cinta Mu, dan kumpulkanlah dari keempat penjuru, kuduskanlah kerajaan Mu yang telah Engkau persiapkan untuk itu; karena segala Kekuasaan dan Kemuliaan adalah milikmu untuk selama lamanya. Biarlah rahmatmu tercurah, dan bumi ini musnah. Hosana untuk Allah putera Daud! Jikalau ada seseorang yang kudus, biarlah ia datang; jika tidak, biarlah dia menyesal. Maranatha. Amin..
Chapter 11. Concerning Teachers, Apostles, and Prophets. Whosoever, therefore, comes and teaches you all these things that have been said before, receive him. But if the teacher himself turns and teaches another doctrine to the destruction of this, hear him not. But if he teaches so as to increase righteousness and the knowledge of the Lord, receive him as the Lord. But concerning the apostles and prophets, act according to the decree of the Gospel. Let every apostle who comes to you be received as the Lord. But he shall not remain more than one day; or two days, if there's a need. But if he remains three days, he is a false prophet. And when the apostle goes away, let him take nothing but bread until he lodges. If he asks for money, he is a false prophet. And every prophet who speaks in the Spirit you shall neither try nor judge; for every sin shall be forgiven, but this sin shall not be forgiven. But not every one who speaks in the Spirit is a prophet; but only if he holds the ways of the Lord. Therefore from their ways shall the false prophet and the prophet be known. And every prophet who orders a meal in the Spirit does not eat it, unless he is indeed a false prophet. And every prophet who teaches the truth, but does not do what he teaches, is a false prophet. And every prophet, proved true, working unto the mystery of the Church in the world, yet not teaching others to do what he himself does, shall not be judged among you, for with God he has his judgment; for so did also the ancient prophets. But whoever says in the Spirit, Give me money, or something else, you shall not listen to him. But if he tells you to give for others' sake who are in need, let no one judge him.
Bab 11. Mengenai Para Pengajar, Pewarta dan Nabi. Siapapun, yang datang dan mengajar kamu semua hal yang telah dikatakan sebelumnya, terimalah dia. Namun jika pengajar itu sendiri berbalik dan mengajarkan doktrin lain yang menghancurkan ajaran itu sendiri, janganlah mendengarkan dia. Namun jika ia mengajar sedemikian rupa untuk meningkatkan kebenaran dan pengetahuan akan Tuhan, terimalah pengajarannya seperti anda menerima ajaran Tuhan. Namun mengenai Para Pewarta dan Nabi, bersikap dan berbuatlah sesuai dengan perintah Gereja. Biarlah setiap Pewarta yang datang padamu diterima sebagai pewartaan Tuhan. Tapi dia tidak boleh tinggal lebih dari satu hari; atau dua hari, kalau diperlukan. Namun kalau dia tetap ada setelah tiga hari, dia adalah pewarta palsu. Dan ketika Pewarta tersebut pergi, jangan memberinya apa-apa kecuali roti sebagai bekal perjalanan. Jikalau ia meminta uang, ia juga seorang pewarta palsu. Dan setiap Pewarta yang berbicara dalam bahasa Roh engkau tidak boleh mencobai ataupun menghakimi; karena setiap dosa akan diampuni, tapi dosa seperti ini tidak. Tapi tidak semua orang yang berbicara dalam bahasa Roh adalah seorang Pewarta; melainkan hanya jika dia mengajarkan jalan Tuhan. Karenanya dari ajarannyalah kita dapat mengenal para pewarta dan nabi palsu. Dan setiap pewarta yang meminta makanan dalam Roh tidak memakannya, kecuali ia benar benar nabi yang palsu. Dan setiap pewarta (nabi), yang terbukti benar, berusaha menjelaskan misteri Gereja di dunia, dan tidak mengajarkan untuk melakukan apa yang dia sendiri lakukan, hendaknya tidak kamu hakimi, karena Tuhan lah yang akan menghakiminya; sama seperti para nabi jaman dahulu. Namun siapapun berkata kata dalam Roh, berilah aku uang, atau yang lain, engkau hendaknya tidak mendengarkannya. Tapi jika ia mengatakan padamu untuk memberikan milikmu bagi orang yang membutuhkan, janganlah menghakiminya.
Chapter 12. Reception of Christians. But receive everyone who comes in the name of the Lord, and prove and know him afterward; for you shall have understanding right and left. If he who comes is a wayfarer, assist him as far as you are able; but he shall not remain with you more than two or three days, if need be. But if he wants to stay with you, and is an artisan, let him work and eat. But if he has no trade, according to your understanding, see to it that, as a Christian, he shall not live with you idle. But if he wills not to do, he is a Christ- monger. Watch that you keep away from such.
Bab 12. Menerima Orang Kristen. Namun terimalah semua orang yang datang dalam nama Tuhan, dan buktikan dan kenalilah dia kemudian; karena hendaknya kamu bisa mengenali kanan dan kiri. Jika ia datang sebagai pengelana, bantulah dia sebisamu; namun dia tidak boleh tinggal bersamamu lebih dari dua atau tiga hari, kalau diperlukan. Namun kalau ia ingin tinggal bersamamu, dan ia bisa bekerja, biarkan dia bekerja dan makan. Namun kalau ia tidak punya kemampuan apa-apa, seperti penilaianmu, lihatlah bahwa, sebagai seorang Kristen, dia tidak boleh tinggal denganmu tanpa melakukan apapun. Dan kalau ia menolak, dia adalah seorang Christ-monger. Perhatikan bahwa kamu harus menghindar dari orang-orang yang seperti ini.
Chapter 13. Support of Prophets. But every true prophet who wants to live among you is worthy of his support. So also a true teacher is himself worthy, as the workman, of his support. Every first-fruit, therefore, of the products of wine-press and threshing-floor, of oxen and of sheep, you shall take and give to the prophets, for they are your high priests. But if you have no prophet, give it to the poor. If you make a batch of dough, take the first-fruit and give according to the commandment. So also when you open a jar of wine or of oil, take the first-fruit and give it to the prophets; and of money (silver) and clothing and every possession, take the first-fruit, as it may seem good to you, and give according to the commandment.
Bab 13. Dukungan Untuk Para Pewarta (Nabi). Namun setiap pewarta (nabi) sejati yang ingin tinggal di antara kamu hendaknya hidup dengan usahanya sendiri. Sehingga seorang pewarta (nabi) sejati layak disebut demikian, seperti seorang pekerja, menghidupi dirinya sendiri. Setiap ‘buah-pertama’, dari pemerasan anggur dan penumbukan (padi / biji-bijian), dari lembu dan domba, harus kamu bawa dan berikan kepada pewarta-pewarta (nabi-nabi) tersebut, karena mereka adalah imam agung mu. Namun jika engkau tidak mempunyai (pewarta/nabi/imam), berikanlah kepada mereka yang miskin. Jika kamu memiliki uang berlebih, sisihkanlah dan berikan kepada yang patut menerima sesuai dengan urutannya. Sehingga ketika engkau membuka sebotol anggur atau minyak, sisihkanlah (ambilah buah-pertamanya=first fruit) dan berikanlah kepada pewarta (nabi); dan tentang uang (perak) dan pakaian dan setiap milikmu, sisihkanlah yang terbaik menurut kamu, dan berikanlah kepada yang patut menerima sesuai dengan urutannya.
Chapter 14. Christian Assembly on the Lord's Day. But every Lord's day gather yourselves together, and break bread, and give thanksgiving after having confessed your transgressions, that your sacrifice may be pure. But let no one who is at odds with his fellow come together with you, until they be reconciled, that your sacrifice may not be profaned. For this is that which was spoken by the Lord: "In every place and time offer to me a pure sacrifice; for I am a great King, says the Lord, and my name is wonderful among the nations."
Bab 14. Christian Assembly on the Lord's Day. Namun pada setiap hari milik Tuhan, berkumpulah bersama, pecahlah roti, dan saling berterima kasihlah setelah kamu mengakui kesalahanmu, sehingga korbanmu dapat disucikan. Dan jangan biarkan siapapun yang bermusuhan dengan sahabatnya berada bersamamu, sampai mereka saling memaafkan, sehingga korbanmu tidak menjadi najis. Karena inilah perkataan Tuhan: “Di setiap tempat dan kesempatan, persembahkanlah padaku korban yang suci; karena Aku lah Raja yang agung, kata Tuhan, dan nama Ku indah diantara bangsa bangsa.”
Chapter 15. Bishops and Deacons; Christian Reproof. Appoint, therefore, for yourselves, bishops and deacons worthy of the Lord, men meek, and not lovers of money, and truthful and proved; for they also render to you the service of prophets and teachers. Therefore do not despise them, for they are your honored ones, together with the prophets and teachers. And reprove one another, not in anger, but in peace, as you have it in the Gospel. But to anyone that acts amiss against another, let no one speak, nor let him hear anything from you until he repents. But your prayers and alms and all your deeds so do, as you have it in the Gospel of our Lord.
Bab 15. Uskup dan Diakon; Cara Orang Kristen Mengkritik/Memberi Tahu . Tunjuklah, karenanya, untukmu, para uskup dan diakon yang layak dihadapan Tuhan, orang-orang yang sederhana, dan tidak gila harta, yang berbuah dan sudah terbukti; untuk memberikan kepadamu pelayanan seperti para nabi dan guru. Karenanya janganlah membenci mereka, karena mereka adalah orang orang yang patut kamu hormati, sama seperti para nabi dan guru. Dan saling mengkritiklah satu sama lain, tidak dalam kemarahan, tapi dalam damai, seperti yang telah kamu dapat di dalam Gereja. Tapi untuk orang yang berbuat jahat kepada sesamanya, jangan biarkan siapapun berkata kata, atau membiarkan dia mendengar apapun dari kamu, sampai ia menyesal. Namun biarkanlah doamu, dan sedekahmu dan semua perbuatanmulah yang melakukannya, seperti engkau mengalaminya di dalam Gereja Tuhan.
Chapter 16. Watchfulness; the Coming of the Lord. Watch for your life's sake. Let not your lamps be quenched, nor your loins unloosed; but be ready, for you know not the hour in which our Lord will come. But come together often, seeking the things which are befitting to your souls: for the whole time of your faith will not profit you, if you are not made perfect in the last time. For in the last days false prophets and corrupters shall be multiplied, and the sheep shall be turned into wolves, and love shall be turned into hate; for when lawlessness increases, they shall hate and persecute and betray one another, and then shall appear the world-deceiver as Son of God, and shall do signs and wonders, and the earth shall be delivered into his hands, and he shall do iniquitous things which have never yet come to pass since the beginning. Then shall the creation of men come into the fire of trial, and many shall be made to stumble and shall perish; but those who endure in their faith shall be saved from under the curse itself. And then shall appear the signs of the truth: first, the sign of an outspreading in heaven, then the sign of the sound of the trumpet. And third, the resurrection of the dead -- yet not of all, but as it is said: "The Lord shall come and all His saints with Him." Then shall the world see the Lord coming upon the clouds of heaven.
Bab 16. Berjaga-jagalah; Kedatangan Tuhan. Berjaga-jagalah demi Nyawamu sendiri. Jangan sampai pelita-mu padam, atau ikat pinggangmu terjuntai; tapi selalulah siap siaga, karena kamu tidak tahu pada jam berapa Tuhanmu akan datang. Dan berkumpulah bersama, untuk mencari hal hal yang sesuai bagi jiwamu: karena imanmu seumur hidup tidak akan berguna bagimu, kalau tidak engkau sempurnakan pada akhirnya. Karena pada hari hari terakhir nabi nabi palsu dan para koruptor akan digandakan, dan domba domba akan berubah menjadi serigala, dan cinta akan berubah menjadi kebencian; karena ketika ketidak pastian hukum meningkat, mereka akan membenci dan menindas dan saling berkhianat satu sama lain, dan kemudian penipu dunia akan muncul sebagai Anak Allah, dan akan membuat tanda-tanda dan keajaiban-keajaiban, dan dunia ini akan diserahkan kedalam tangannya, dan dia akan melakukan tindakan tindakan jahat yang tidak pernah dilakukan sejak semula. Dan kemudian penciptaan manusia akan sampai kepada api pencucian, dan banyak yang akan gagal dan musnah; tapi mereka yang bertahan dalam imannya akan diselamatkan dari kutukan. Dan kemudian akan nampak tanda kebenaran: pertama, surga akan terbuka, kemudian akan terdengar suara terompet. Dan yang ketiga, kebangkitan orang orang mati – namun tidak semua, tapi seperti yang tertulis: “Tuhan akan datang dan semua orang suci akan bangkit bersama Nya.” Kemudian dunia akan melihat Allah datang dalam awan surga.
HANYA ALKITAB-KAH SUMBER IMAN KITA?
Romo Pidyarto OCarm
-Tradisi dan Alkitab -
Sering ditanyakan oleh orang-orang kristen fundamentalis: "Mengapa Gereja Katolik percaya kepada kenaikkan Maria ke surga, kepada Maria yang mengandung tanpa noda?", dan sebagainya. Kesukaran yang mereka ajukan ialah: "Bukanlah semuanya itu tidak tertulis dalam Alkitab?" Jadi, banyak hal yang menurut mereka tidak tertulis secara jelas dalam Alkitab tidak dapat dibenarkan atau bahkan bertentangan dengan Alkitab. Bagaiman jawaban Gereja Katolik?
Hanya Alkitabkah sumber iman kita?
Kadang-kadang kaum fundamentalis mengutip dua ayat berikut ini sebagai "bukti" untuk menunjukkan kekeliruan Gereja Katolik yang mengajarkan bahwa selain Alkitab ada juga tradisi yang dihormati sebagai sumber imannya:
a. Yoh 5 :39 yang berbunyi : "Kamu menyelidiki Kitab Suci ."
b. Kis 17:11 yang berbunyi: "Mereka itu orang-orang Yahudi di Berea menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian."
b. Kis 17:11 yang berbunyi: "Mereka itu orang-orang Yahudi di Berea menerima firman itu dengan segala kerelaan hati dan setiap hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian."
Bagaimana jawaban kita?
Pertama, Yoh5:39 dikutip lepas dari konteksnya. Di situ Yesus mengecam orang-orang Yahudi yang mau menyelidiki Kitab Suci untuk mendapatkan kehidupan, tetapi nyatanya mereka tidak mampu percaya kepada Yesus, yang adalah "Jalan, Kebenaran dan Kehidupan." Jadi ayat itu tidak bermaksud mengatakan bahwa segala ajaran kristen harus diselidiki kebenarannya dalam Alkitab. Sekali lagi, konteks Yoh 5:39 harus diperhatikan.
Kedua, Sepintas lalu ayat Kis 17:11 nampaknya segera membenarkan paham bahwa satu-satunya pedoman iman kita adalah Kitab Suci, sebab di situ dikatakan bahwa firman (atau kebenaran agama kristen) yang diterima oleh orang-orang Berea diteliti kebenarannya dengan menyelidiki Kitab Suci. Namun, benarkah bahwa ayat itu bermaksud mengatakan bahwa setiap dan semua pengajaran iman kristen harus dapat dibuktikan dari Kitab Suci? Seandainya memang demikian, itu berarti bahwa agama Yesus Kristus tidak mempunyai kelebihan apapun dibandingkan agama Israel lama. Mengapa kita dapat berkesimpulan demikian? Sebab kalau Perjanjian Baru sendiri berbicara tentang tulisan suci atau kitab suci, maka yang dimaksud di situ adalah kitab Perjanjian Lama (sebab tulisan-tulisan Perjanjian Baru sendiri waktu itu praktis belum ada). Jadi kalau orang mengatakan bahwa Kis 17:11 merupakan bukti bahwa semua kebenaran kristen harus dapat dibuktikan dalam Kitab Suci (yang - perhatikan sekali lagi - sama dengan Perjanjian Lama saja), maka itu berarti bahwa semua ajaran Kristen harus dapat dikukuhkan oleh Perjanjian Lama. Jadi, Perjanjian Baru sendiri tidak perlu atau hanya penjabaran belaka dari Perjanjian Lama, tidak lebih dari itu. Jelas hal ini tidak dapat kita terima. Perjanjian Baru jelas mengandung ajaran-ajaran yang tidak termuat dalam Perjanjian Lama. Bukankah Perjanjian Baru juga mengkoreksi dan melengkapi Perjanjian Lama? (bdk Mat 6:21 dst). Dengan keberatan sangat serius ini maka Kis 17:11 tidak dapat kita pakai sebagai bukti bahwa sumber iman kita hanyalah Alkitab. Dari Kis 17:11 kita hanya dapat mengetahui bahwa kebenaran-kebenaran agama kristen yang diterima oleh orang-orang Yahudi di Berea terbukti sesuai dengan Perjanjian Lama, dan bukan bahwa semua kebenaran agama kristen harus dapat dibuktikan dalam Perjanjian Lama.
Ayat-ayat yang mengandung gagasan tradisi
Untuk mendukung ajaran Katolik megenai pentingnya Tradisi, biasanya di kemukakan ayat-ayat berikut ini:
a.. Kis 2:42 dimana dikatakan bahwa jemaah Kristen perdana bertekun dalam pengajaran para rasul, jauh sebelum tulisan-tulisan Perjanjian Baru sendiri lahir. Jadi kehidupan iman gereja tidak terbatas pada buku saja, tatapi juga pada ajaran lisan para pemimpin suci yang ditetapkan oleh Tuhan.
b.. 1 Kor 15:3 dimana dikatakan oleh Paulus bahwa kebenaran tentang Yesus Kristus dia terima sendiri (jelas secara lisan).
c.. 2 Tes 2:15 dimana Paulus menasehati umatnya:
"Berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan maupun secara tertulis."
Ajaran-ajaran yang tidak tertulis semacam itulah yang kita sebut tradisi.
"Berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan maupun secara tertulis."
Ajaran-ajaran yang tidak tertulis semacam itulah yang kita sebut tradisi.
d.. Yoh 21:25 yang berbunyi: "masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat Yesus, tetapi jikalau semua itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak memuat semua kitab yang harus di tulis itu." Ayat ini menunjukan bahwa tujuan penulisan injilnya bukanlah untuk mendaftar semua ajaran Kristen atau membuat daftar lengkap dari ucapan dan perbuatan Yesus. Yang dia tulis hanyalah hal- hal yang paling mendasar untuk keselamatan manusia. Hal yang sama kiranya berlaku untuk kitab- kitab Perjanjian Baru lainnya.
Tradisi dan Alkitab
Salah satu hal yang menbedakan Gereja Katolik dari Gereja Protestan adalah paham mengenai wahyu Allah dissimpan dan diteruskan kepada umat manusia disegala tempat dan jaman. Menurut Gereja Katolik: melalui Tradisi dan Alkitab! Apakah Tradisi itu? Bagaimana hubungannya dengan Alkitab? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu kita bahas ajaran Gereja Katolik mengenai terjadinya Alkitab.
Pertama-tama, ada Allah yang mewahyukan Diri-Nya melalui para nabi, utusan-Nya. Para nabi itulah yang mewartakan Sabda-sabda Allah. Tetapi Allah bersabda juga melalui karya-karya- Nya yang agung dan melalui peristiwa-peristiwa hidup. Jadi dengan kata dan perbuatan Allah mewahyukan Diri-Nya, artinya Ia memperkenalkan siapakah Diri-Nya dan apakah rencana-Nya untuk keselamatan manusia. Dengan wahyu illahi ini Allah menyapa kita sebagai sahabat-Nya (Konstitusi Dei Verbum paragrap 2), mengadakan kontak batin dengan kita dan ingin bersatu dengan kita. Wahyu Allah inilah yang diterima oleh sekelompok umat manusia yang kita sebut gereja (baik dalam bentuk permulannya, yakni bangsa Israel, maupun dalam bentuk yang sudah tetap, yakni Gereja Yesus Kristus). Wahyu Allah itu bergema dan dihayati oleh Gereja dalam ibarat, ajaran dan seluruh kehidupan mereka. Inilah yang disebut Tradisi. Tradisi adalah Sabda Allah sejauh diterima dan dihayati Gereja dalam hidupnya, ajarannya dan ibaratnya. Atau dapat dikatakan juga bahwa Tradisi adalah iman Gereja terhadap Wahyu Allah/Sabda Allah.
Lama kelamaan, ketika para rasul Yesus mulai wafat satu persatu, timbul kebutuhan untuk menuliskan ajaran-ajaran yang mereka wariskan secara lisan itu, agar Gereja mempunyai pegangan. Untuk tujuan ini Roh Allah mengilihami orang-orang tertentu dalam Gereja untuk menuliskan apa yang dihayati dalam Tradisi itu dalam Alkitab. Jadi, dalam arti tertentu, Alkitab itu adalah bagian dari Tradisi atau bentuk tertulis dari Tradisi. Tetapi berkat ilham Roh Kudus, Alkitab mempunyai nilai istimewa sebab Allah sungguh-sungguh berkenan bersabda melalui kata-kata manusia dalam Alkitab.
Dari uraian diatas nampak betapa eratnya hubungan Tradisi dan Alkitab. Oleh karena itu Alkitab harus ditafsirkan dalam konteks dan dalam kesatuan dengan Tradisi. Sulit membayangkan penafsiran Alkitab lepas dari Tradisi, sebab sebelum Alkitab ditulis, Sabda Allah itu sudah lebih dahulu dihayati dalam Tradisi. Sebaliknya, karena penulisan Alkitab itu ada dibawah pengaruh Roh Kudus sendiri, maka Tradisi yang dihayati Gereja disegala jaman itu harus dikontrol dalam terang Alkitab.
Untuk sedikit mempermudah pemahaman kita tetang proses penulisan Alkitab dan kaitannya dengan Tradisi, baiklah kita ambil contoh kongkrit ini. Bagaimana garis besar terjadinya ayat-ayat Perjanjian Baru yang mewartakan bahwa Yesus Kristus adalah penyelamat dunia ? Pertama-tama Allah mewahyukan bahwa Yesus Kristus adalah juru selamat umat manusia; lalu Gereja menerima wahyu tersebut dalam iman dan menghayatinya dalam ibadat-ibadatnya, dalam ajaran-ajarannya dan dalam seluruh kehidupannya. Inilah Tradisi. Akhirnya, berkat ilham Roh Kudus iman itu dirumuskan secara tertulis dalam ayat-ayat Alkitab. Sebagai konsekuensinya, ayat-ayat semacam itu akan dapat dipahami sepenuhnya bila ditafsirkan dalam terang Tradisi.
Dengan uraian singkat diatas kita dapat memahami dengan lebih mudah apa yang diajarkan oleh Konsili Vatikan II mengenai hubungan Tradisi dan Alkitab berikut ini:
"Jadi Tradisi Suci dan kitab Suci erat hubungannya satu sama lain dan saling berkomunikasi. Sebab keduanya, yang berasal dari sumber illahi yang sama, bagaimanapun bergabung menjadi satu dan mengarah ke tujuan yang sama. Karena kitab Suci adalah penuturan Allah sejauh dituangkan kedalam tulisan dengan ilham Roh Illahi; sedangkan Tradisi Suci, meneruskan secara utuh Sabda Allah, yang dipercayakan Kristus kepada para Rasul dan para pengganti mereka, agar dipelihara dengan setia, dijelaskan dan disebarluaskan didalam pewartaan mereka sampai diterangi Roh Kebenaran. Maka Gereja menimba kepastiannya mengenai segala sesuatu yang diwahyukan tidak hanya dari Kitab Suci. Oleh karena itu kedua-duanya harus diterima dan dijunjung tinggi dengan perasaan saleh dan hormat yang sama."
Tradisi (yang lisan itu) ada sebelum Alkitab. Kemudian Tradisi lisan itu dituangkan dalam bentuk tertulis oleh penulis-penulis suci yang adalah anggota Gereja. Kemudian Gereja (melalui pimpinan suci yang ditetapkan oleh Tuhan sendiri) meneguhkan mana yang adalah bagian Alkitab dan mana yang bukan. Jadi, sejauh mengenai penulisan Alkitab sendiri, Gereja ada sebelum Alkitab. Dalam arti inilah Alkitab kita sebut juga buku Gereja. Namun ini bukan berarti bahwa Gereja mengatasi atau lebih tinggi daripada Alkitab. TIDAK! Gereja tetap harus mendengarkan dan menaati Sabda Allah dalam Alkitab. Akan tetapi, seperti sudah diterangkan didepan, Gereja Yesus Kristuslah yang mendapat wewenang untuk mengajar kita bahwa kitab-kitab tertentu adalah benar-benar Sabda Allah. Dan wewenang untuk mengajar soal-soal iman dan susila ada ditangan para uskup sebagai pewaris sah para rasul dengan Paus sebagai pemimpin, yakni peringgati Petrus. Nah, Gereja yang sama itulah yang megajar kita juga bahwa Tradisi itu harus dihormati dengan "perasaan saleh dan hormat yang sama."
Auto-kritik
Akhir-akhir ini banyak disebarluaskan di Indonesia terjemahan buku atau artikel yang menyerang Gereja Katolik. Banyak kelompok fundamentalis yang tidak segan-segan menuduh Gereja Katolik sebagai Gereja Iblis, ilmu tenung, dan sebagainya. Mereka begitu yakin bahwa orang-orang Katolik pasti masuk neraka sebab Gereja Katolik itu begitu sesat.
Setelah kita melihat bagaimana terjadinya Alkitab dalam sejarah, dan bagaimana perasaan Gereja dalam penentuan kanon Alkitab, maka mengkritik Gereja Katolik sebagai Gereja yang begitu rapuh dan mudah sesat berarti mengkritik diri sendiri (auto-kritik) . Mengapa? Sebab Alkitab yang mereka pakai sebagai senjata untuk menyerang Gereja Katolik adalah Alkitab yang hampir seluruhnya sama dengan Alkitab yang dahulu ditetapkan sebagai Sabda Allah oleh Gereja Katolik, yakni Gereja yang mempunyai struktur pimpinan yang sama dari dulu hingga sekarang. Bagaimanapun juga kaum fundamentalis yang merupakan sekte-sekte Kristen itu sudah mengambil-bagian dalam iman dasar Gereja Katolik, yakni bahwa minimum 39 kitab Perjanjian Lama dan ke-27 kitab Perjanjian Baru itu adalah Sabda Allah. Jadi kalau kaum fundamentalis itu percaya bahwa Gereja Katolik itu Gereja yang begitu rapuh, yang sesat dan sebagainya, maka bagaimana mungkin mereka menerima juga Alkitab yang diwariskan oleh Gereja yang begitu rapuh semacam itu? Tidakkah Alkitab yang diwariskan oleh Gereja semacam itu tidak bisa dipercaya juga? Pohon yang tidak baik tidak bisa menghasilkan buah yang baik. (Tetapi harap pepatah ini diartikan dengan tepat! Bukan berarti Alkitab adalah Sabda Gereja). Tidak bisa disangkal bahwa kanon Alkitab kaum fundamentalis sebelum ditetapkan oleh Gereja Reformasi sudah lebih dahulu ditetapkan sebagai Sabda Allah oleh Gereja Katolik.
Perbedaan antara Tradisi dan tradisi-tradisi:
Tradisi (dengan huruf T besar) harus dibedakan dari tradisi (dengan huruf t kecil) atau dari tradisi-tradisi. Kita percaya bahwa Tradisi itu berasal dari para rasul dan merupakan wahyu Tuhan. Sedangkan tradisi-tradisi berarti kebiasaan-kebiasaan Gereja yang manusiawi, dan karenanya tidaklah hakiki, artinya bisa diganti dengan kebiasaan lain yang sesuai dengan tuntutan jaman dan kebudayaan. Penggunaan organ dalam ibadat, penggunaan lonceng dan sebagainya adalah tradisi Gereja yang manusiawi, jadi boleh dihapuskan dan diganti dengan hal lain. Tetapi penggunaan roti dan anggur sebagai bahan untuk Misa, misalnya, adalah bagian dari Tradisi yang tidak bisa diubah.
oleh Romo Pidyarto OCarm
ditulis oleh Br. Yoanes FC (di Milis KAS)
ditulis oleh Br. Yoanes FC (di Milis KAS)
Subscribe to:
Posts (Atom)