disadur dari: http://gkipi.org/apakah-semua-orang-kristen-adalah-murid-kristus/
Kesalahpahaman seringkali terjadi saat orang mendengar kata “Pemuridan”, karena langsung mengasosiasikannya dengan istilah murid Sekolah Minggu. Padahal dalam Perjanjian Baru, kata “murid” khusus ditujukan untuk 12 murid Yesus. Itu berarti orang dewasa pun dapat disebut murid. Bahkan Yesus menjadikan perempuan, yang pada waktu itu tidak diperhitungkan dalam proses belajar mengajar, orang berdosa, yang disisihkan masyarakat, sebagai pengikut-Nya.
Kalau begitu, apakah setiap orang yang pernah bertemu Yesus, atau yang pernah disembuhkan oleh Yesus, atau yang pernah menikmati roti serta ikan saat murid-murid Yesus membagikannya secara berlimpah, otomatis juga disebut murid Yesus?
TERMINOLOGI DAN KONSEP TENTANG MURID
Secara umum kata murid dalam bahasa Yunani disebut Mathetes artinya pupil atau disciple atau pelajar. Kata pupil lebih menjelaskan tentang relasi antara guru dengan muridnya. Sedangkan kata disciple lebih menunjukkan proses yang dijalani oleh seorang murid. Itu sebabnya kata ini dihubungkan dengan beberapa kata lainnya, yaitu: manthano artinya belajar, katamanthano artinya menguji, mathetria artinya murid perempuan, matheteuo artinya menjadi murid atau membuat murid (To make disciples), matheteuein artinya menjadikan murid, dan akoulouthein artinya ‘mengikut’.
Dari beberapa kata di atas dapat disimpulkan bahwa seorang murid dari cara pandang orang Yunani adalah seorang yang senantiasa mengikuti gurunya dan mengalami proses pembelajaran sampai proses pengujian, sehingga akhirnya ia dapat memiliki murid yang belajar darinya.
Melalui kata disciple, ada 3 hal yang menarik dari konsep “belajar” orang Yunani. Pertama, “Belajar” merupakan elemen intelektual yang diserap dari teori pengetahuan (kognitif). Kedua, “Belajar” juga merupakan rekoleksi dari sesuatu yang tidak ada dalam hati nurani, akhirnya menjadi bagian dari hati nurani muridnya (afektif). Ketiga, “Belajar” merupakan penerapan dari pengembangan pemahaman moral manusia (psikomotorik). Menurut Socrates diperlukan berbagai cara untuk mencapai ketiga hal di atas yaitu melalui membaca, menulis, matematika, musik bahkan melalui pendidikan olah tubuh.
Sedangkan dari kata pupil, yang menarik adalah orang Yunani sangat menekankan pentingnya ikatan atau persekutuan antara murid dan gurunya. Itu terbukti saat guru-guru dari murid-muridnya meninggal dunia, mereka tetap melakukan proses belajar bahkan diharapkan munculah pemimpin atau future leader dari antara mereka. Itu sebabnya, proses belajar yang dilakukan oleh seorang murid tidak akan pernah berhenti dan tidak pernah ada batas waktunya.
Apa yang diharapkan dari proses belajar seorang mathatetes? Seorang yang menjalani proses belajar di satu sisi diharapkan menjalani proses itu terus menerus (bdk. Gal 4:19; Roma 8:29; 12:2) sehingga akhirnya terjadi proses dibentuk (formed) dan diubah (transformed). Belum cukup sampai disitu, seorang mathetes dibentuk dengan tujuan agar ia dapat membentuk orang lain lagi (formed to shape). Itulah sebabnya seorang murid harus terus menerus memiliki relasi yang intim dengan Gurunya guna mencapai formasi spiritualitasnya (spiritual formation). Itu berarti perubahan yang berasal dari dalam diri (inner life) terlebih dahulu dan bukan sekadar lahiriah belaka.
Perubahan seperti apa yang dapat terjadi dalam hidup seorang murid? Menurut Bill Hull, seorang yang menjadi murid Kristus akan mengalami Iman yang diwujudkan melalui keaktifan dalam menaati Firman Tuhan. Adapun kompetensi yang dimilikinya sebagai murid Kristus adalah:
- Seorang murid akan mengajukan pertanyaan terus menerus kepada gurunya bagaimana cara mengikut Yesus
- Seorang murid akan belajar dari perkataan-perkataan Yesus.
- Seorang murid akan mempelajari cara Yesus melayani.
- Seorang murid akan mengimitasikan hidup dan karakter Yesus.
- Seorang murid akan menemukan dan mengajar murid-murid yang lain demi Yesus.
PERJANJIAN LAMA
Dalam Perjanjian Lama, Kata Mathetes (Latin discipulus) muncul dalam 1 Taw 25:8; Yes 8:16; 50:4; 54:13. Musa (Yoh 9:28) memiliki murid-murid. Nabi Samuel juga memiliki banyak pengikut. Elia mementori Elisa (2Raj 4:38). Ezra dan Nehemia juga adalah guru-guru utama saat kepulangan Israel kembali dari pembuangan ke tanah perjanjian. Yesaya juga pernah menyebut bahwa umat Tuhan yang dilayaninya adalah muridnya (Yes 8:16 Limmuday–my disciples). Relasinya Yesaya dengan para muridnya digambarkan dengan 2 pekerjaan, yaitu berbicara dan mendengarkan. Yang menarik, dalam kitab Yesaya, kata my disciple dalam Yes 50:4 menggunakan kata limmudim. Kata limmudim sangat erat kaitannya dengan penyebutan “muridnya Yahweh”. Jika kita gabungkan antara ide kata limmuday dan limmudim, berarti seorang murid bukan hanya menjadi murid dari Yesaya sebagai guru yang hadir secara fisik dan sangat manusiawi, tetapi juga murid-murid menjadi murid-Nya Yahweh. Itu berarti murid-murid bukan hanya berbicara dan mendengarkan Yesaya, tetapi murid-murid juga berbicara dan mendengarkan Yahweh.
Tidak heran jika di dalam tradisi Yahudi, tidak ada murid yang tidak memiliki guru. Sebab belajar sendirian tidaklah cukup bagi para murid. Ada proses pengimitasian terhadap sang guru sekalipun masih dimungkinkan adanya diskusi dalam proses belajar tersebut. Namun memang akhirnya Hukum dan guru merekalah yang memiliki otoritas tertinggi.
Yang menarik dari konsep pemuridan, para filsuf Yunani dan para rabi Yahudi adalah orang kunci yang menentukan, bahkan yang mengumpulkan murid-murid mereka. Sangat berbeda dengan sekolah atau konsep murid di zaman kita di sini.
Agak berbeda dari sudut jumlah, orang Farisi memformalkan sekolahnya dengan sekolah rabiniknya. Dalam sekolah itu mereka memiliki banyak sekali murid dan mereka sangat terkenal. Bahkan di zaman Herodes, Josephus mencatat bahwa banyak murid yang sangat muda bersatu bagaikan sebuah bala tentara. Jumlah mereka mencapai ribuan menurut Gamaliel II dan lebih cenderung menganggapnya sebagai karier religius karena pekerjaan mereka menggarap dan mengkritisi Taurat.
PERJANJIAN BARU
Di dalam Perjanjian Baru, istilah mathetes ada sebanyak 73 kali dalam Matius, 46 kali dalam Markus dan 37 kali dalam Lukas. Mengapa di Kitab Matius paling banyak disebut-sebut? Besar kemungkinan karena konteks pembaca Injil Matius adalah orang-orang Yahudi yang memutuskan untuk meninggalkan ajaran keyahudiannya dan beralih mengikut Yesus.
Sejak pertama kali Yesus mempublikasikan pelayanan-Nya, Yesus sudah memiliki pengikut. Pengikut Yesus salah satunya adalah Yohanes Pembaptis. Sejak Yohanes Pembaptis membaptiskan Yesus, rupanya banyak pengikut Yohanes pun yang beralih menjadi pengikut Yesus. Kita memang tidak tahu siapa pengikut Yohanes yang berpindah ke Yesus, namun murid-murid Yesus sejak pertama kali Ia menyaksikan karya-Nya adalah sebagai berikut:
Mat 10:2-4 | Mar 3:16-19 | Luk 6:13-16 | Kis 1:13 |
Simon Petrus
Andreas saudara Petrus
Yakobus anak Zebedius
Yohanes saudara Yakobus
Filipus
Bartolomeus
Thomas
Matius Pemungut cukai
Yakobus anak Alpheus
Tadeus
Simon dari Kanaan
Yudas Iskariot | Simon Petrus
Yakobus anak zabedeus
Yohanes saudara Yakobus
Andreas
Filipus
Bartolomeus
Matius
Thomas
Yakobus anak Alpheus
Tadeus
Simon dari Kanaan
Yudas Iskariot | Simon Petrus
Andreas saudara Petrus
Yakobus
Yohanes
Filipus
Bartolomeus
Matius
Thomas
Yakobus anak Alfeus
Simon yg dis.org Zelot
Yudas anak Yakobus
Yudas Iskariot | Petrus
Yohanes
Yakobus
Andreas
Filipus
Thomas
Bartolomeus
Matius
Yakobus anak Alfeus
Simon orang Zelot
Yudas anak Yakobus |
Mengapa terjadi pengulangan seperti di atas. Rupanya setiap Injil setidaknya memiliki penekanan yang berbeda saat menjelaskan mengenai konsep pemuridan.
Matius; Melalui Injil Matius, konsep pemuridan dikaitkan dengan Pengutusan. Setelah murid-murid memahami ajaran Yesus, Yesus mengutus mereka. Dalam Matius 28:19-20 kata mathenteusate atau “Jadikanlah murid-Ku” menggunakan aorist active imperative 2 plural. Itu berarti kata ini menunjukkan sebuah perintah, bukan himbauan dan bukan pilihan.
Markus; Konsep berbeda yang dilihat oleh Markus, seorang murid sekaligus merupakan pelayan yang ditebus. Sehingga Markus lebih menekankan pentingnya servanthood atau kerendahatian seorang murid.
Lukas; Jalan yang harus ditempuh oleh seorang murid rupanya bukanlah jalan yang mudah tetapi jalan yang penuh dengan pengorbanan (costly way). Seorang murid bukan hanya tahu apa yang dikatakan oleh gurunya, tetapi juga memilih berada di jalan gurunya, masuk ke dalam jalan itu, menjalani perjalanan yang sangat panjang yang dimulai dengan memasuki jalan keselamatan, sehingga akhirnya menghasilkan buah yang konsisten dengan jalan yang mereka pilih.
Yohanes; Murid-murid yang mengikut Yesus memiliki banyak kekurangan. Sebelum mengikut Yesus mereka terikat oleh dosa. Yohanes menekankan bahwa menjadi murid Kristus berarti mereka diberi kesempatan untuk bebas dari ikatan dosa.
Dari ke-4 Injil saja refleksi kita adalah tidak ada satu pemimpin gereja pun yang dapat berhasil meneladani Kristus jika ia tidak menjadi seorang murid atau tidak berproses secara terus menerus sampai mati, mengikuti pemuridan. Sebab hanya dengan memasuki proses: melepaskan diri dari ikatan dosa, memahami pentingnya harga yang harus dibayar, menjadi seorang hamba dan menjalankan hidup hanya karena diutus oleh Dia, seorang dapat sungguh-sungguh menjadi murid Kristus. Salah satu acuan ajaran Yesus adalah khotbah di bukit.
Kisah Para Rasul. Berbeda dari 4 Injil, dalam kitab Kisah Para Rasul, Yesus secara fisik tidak hadir dalam hidup para murid. Namun rupanya budaya memuridkan masih diteruskan, karena murid-murid Yesus pun juga memiliki banyak murid. Bahkan dalam tradisi para rasul, mereka ikut ambil bagian dalam penulisan surat maupun Injil yang kita baca. Karena apa yang mereka dengar dari guru mereka, itulah yang mereka saksikan juga kepada banyak orang.
Adapun definisi dari kata “murid” menurut Kisah Para Rasul adalah: orang-orang percaya yang memutuskan untuk mengaku Yesus sebagai Mesias (mathetria). Itu berarti sebuah keputusan yang penuh risiko karena meninggalkan kepercayaan yang lama, beralih pada kepercayaan kepada Yesus.
PEMURIDAN DALAM SEJARAH GEREJA
Konsep Pemuridan dalam sejarah gereja diawali dengan pemikiran para pengikut Kristus aliran anabaptis sekitar tahun 1538, melalui Zwingli dan Luther. Konsep ini muncul akibat mereka berpikir bahwa doktrin/ajaran Kristen yang dikhotbahkan tidak diemban oleh pendengarnya. Sehingga sekalipun ajaran Kristen tentang pertobatan dan ajaran tentang kasih Kristus diberitakan, namun itu semua tidaklah terjadi dalam hidup seorang pengikut Kristus.
Sejalan dengan itu Conrad Grebel, seorang teolog dan penulis, juga melihat pentingnya memperkenalkan ajaran Kristus melalui sisi kehidupan pengikut-Nya. Ia mengeluarkan sebuah istilah yaitu “Bussfertigkeit” (repentance evidenced by fruits), yang berarti pentingnya bukti pertobatan melalui banyak buah.
Berdasarkan pergumulan di atas, Zwingli dan Luther sepakat memiliki Visi dengan 3 penekanan utama, yang diterapkan juga oleh pengikut aliran Anabaptis yaitu Pentingnya kelahiran kembali sebagai murid Kristus yang terbukti melalui tingkah lakunya; Pentingnya kelahiran kembali dari gereja; Pentingnya etika dari kasih.
Berdasarkan 3 penekanan tersebut, sebenarnya ada 2 fokus dari pemuridan menurut Visi dari Aliran Anabaptis, yaitu di satu sisi bicara tentang orang Kristen sebagai pribadi di mana ia harus memiliki pengalaman iman di dalam dirinya, di sisi lain bicara tentang gereja sebagai persekutuan yang diikat oleh cinta kasih (brotherhood of love) di mana kehidupan Kristiani yang sesungguhnya dan ideal diekspresikan di dalamnya.
TOKOH PEMURIDAN
Ada banyak tokoh yang memperkenalkan pemuridan. Salah satunya adalah Dietrich Boenhoeffer (39 tahun) yang mati secara tragis di tangan Hitler. Dia adalah salah satu tokoh protestanisme di Jerman yang memperkenalkan dan memperjuangkan pentingnya pemuridan. Menurutnya dalam buku The Cost of Discipleship, kekristenan tanpa pemuridan adalah kekristenan tanpa Kristus. Sebab tanpa mengaktifkan hidup kekristenan, maka iman kita mati (bdk. luk 9:23-24).
Selanjutnya, menurut Boenhoeffer, Pemuridan diawali dengan kesadaran bahwa anugerah keselamatan yang Tuhan beri bagi kita, sangat berharga. Bukti bahwa kita menghargai anugerah tersebut adalah melalui ketaatan dan kesetiaan kepada Kristus. Dan karena Kristus adalah objek dari kesetiaan dan ketaatan itu maka diperlukan sebuah inisiatif untuk melakukan ketaatan yang personal dari pengikut-Nya. Ini harus dilakukan dalam hidup keseharian seorang Kristen karena kita bukan hanya diselamatkan karena iman, melainkan kita juga harus dilumpuhkan karena iman dalam melakukan hal-hal yang bertentangan dengan iman. Tidak heran Boenhoeffer sangat menekankan pentingnya meninggalkan segala sesuatu di belakang kita untuk mengikut Kristus. Karena itulah satu-satunya cara untuk tidak memandang anugerah sebagai hal yang murahan.
Alasan lain mengenai pentingnya pemuridan, menurutnya jika kekristenan tidak disertai dengan pemuridan, maka terjadi perkawinan antara kekristenan dengan budaya. Maksudnya, jika budaya memegang peran penting dalam hidup orang percaya maka pesan firman Tuhan tidak lagi menjadi fokus dalam pengajaran dan kehidupan para murid. Jadi sudah seharusnya pemuridan mengembalikan porsi firman Tuhan sebagai pemberi arah dalam hidup budaya, gereja dan keluarga.
Sesuai dengan apa yang dialami oleh Boenhoeffer, ternyata Policarpus yang menjadi martir di tahun 156 mengatakan bahwa seorang murid Kristus berarti seorang yang siap menjadi martir. Karena seorang martir mengikut Yesus sampai mati bahkan mengalami penderitaan yang juga dialami oleh Yesus. Policarpus (Polycarp) dikenal sebagai murid Yohanes dan menjadi Bishop di Smirna. Ia menjadi martir di zaman pemerintahan Marcion dan Valentinus di Roma. Saat Marcion bertanya kepadanya, “Apakah engkau mengenal kami?” Policarpus menjawab, “Saya tahu, engkau adalah orang yang lahir dari iblis”. Karena keberaniannya menyatakan kebenaran dan menyaksikan Kristus, ia dibakar, setelah pemerintahan Kaisar Nero.
Seperti aliran Menonitte, menurut Bill Hull, John Wesley (1703-1791) juga memiliki konsep pemuridan. Bahkan tidak ada seorangpun dalam sejarah Pasca-Reformasi yang mengembangkan pemuridan lebih daripada Wesley. Menurutnya, disiplin spiritualitas harus dimulai dari rumah. Sejak Wesley berusia 9 tahun ibunya telah membimbing Wesley, bahkan menurut ibunya Susannah, pendidikan spiritualitas yang dilakukan secara informal di rumahlah yang membuat anggota gereja mereka bertambah banyak jumlahnya dari 25 orang menjadi lebih dari 200 orang. Setelah Wesley menyelesaikan studinya, mereka membuat sebuah kumpulan yang disebut holy club, yang selanjutnya diberi nama Godly Club, Bible Moth, The Reformers’ Club dan The Enthusiasts. Tetapi judul yang diingat oleh banyak orang adalah kaum Metodis. Kegiatan dari Holy Club adalah berdoa, membaca Alkitab, sharing pengalaman hidup keseharian dan saling mendorong satu dengan lainnya. Mereka memfokuskan diri pada 3 hal yaitu mengimitasikan Kristus, menginjili dan melakukan yang baik kepada mereka yang membutuhkan, khususnya mereka yang ada dalam penjara. Ini adalah gerakan pertama yang dilakukan oleh para pengikut aliran Metodis.
AJARAN PEMURIDAN
1. TRANSFORMASI DAN PENYANGKALAN DIRI
Yohanes Pembaptis memproklamasikan bahwa pemuridannya difokuskan pada pertobatan, pencarian Allah dan pelayanan kepada Allah. Apa yang dilakukan Yohanes berbeda yang lainnya, ia rela berkorban dengan hidup di padang gurun.
Ada perubahan dan penyangkalan diri yang dilakukan oleh Yohanes, termasuk penyangkalan diri ketika murid-muridnya sebagian besar akhirnya menjadi pengikut Yesus (Yoh 1:35-50; Kis 19:1-7). Proses penyangkalan diri sekaligus mengubah seorang murid dalam hal:
a. Transformated mind (pikiran)
b. Transformated character (karakter)
c. Transformated relationship (relasi)
d. Transformated habits (kebiasaan)
e. Transformated service (pelayanan)
f. Transformated Influence (pengaruh)
2. BELAJAR DAN BERLATIH
Dalam buku “Jalan Menuju Kedewasaan Penuh dalam Kristus” pemuridan diartikan sebagai pelipatgandaan murid Kristus. Berdasarkan Kata Yunaninya mathetes, yang dipergunakan 269 kali dalam kitab-kitab Injil dan Kisah Para Rasul, buku ini menekankan pentingnya ”diajar” dan ”dilatih”, sebab mereka adalah tiruan sang guru. Proses pemuridan disebut juga proses pendewasaan rohani dari seseorang yang sudah ”lahir baru”, sehingga tercapai 3 hal, yaitu: Pengetahuan yang benar tentang Anak Allah (Kolose 3:10); Menjadi seperti Kristus dalam karakter (2 Korintus 3:18; Filipi 2:5); Cakap dalam melayani (2 Timotius 2:2).
Menjadi Kristen tanpa menjadi murid, sama dengan ”bayi-bayi rohani” yang hanya mengkonsumsi “susu” dan tidak dapat mengkonsumsi makanan keras. ”Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa” (Ibrani 5:11-14;1 Korintus 3:2). Tidak heran jika banyak orang yang baru saja menerima Tuhan Yesus meninggalkan imannya dari Tuhan, karena mereka tidak segera dimuridkan.
3. GAYA HIDUP SESUAI KRISTUS
Dalam Journal Discipleship Spirituality, menurut Lukas 9:23-25 Yesus mengajarkan pengikut-Nya, bahwa pemuridan bukanlah program atau sebuah peristiwa saja, melainkan sebuah proses mengikuti (follow) sehingga akhirnya sang murid memiliki gaya hidup (the way of life) yang sama dengan gurunya. Jadi pemuridan tidak hanya ditujukan bagi orang Kristen baru tetapi juga bagi seluruh orang Kristen.
Allah bukan hanya menghendaki pengikut-Nya berharap, bersemangat dan berniat hidup baik saja, tetapi Dia menghendaki kita mengalami transformasi sehingga dapat memiliki kebiasaan Ilahi sebagai wujud jawaban kita atas panggilan-Nya.
Menurut Bill Hull dalam bukunya The Complete book of Discipleship, Tuhan memerintahkan 212 hal yang disimpulkan dalam 3 hal: mengasihi Allah dengan segenap pikiran, jiwa dan kekuatan; mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri; serta mengasihi musuh. Itulah cara mengimitasikan kristus.
4. MENGAJARKAN BERULANG-ULANG KEPADA GENERASI SELANJUTNYA
Dalam Wasana Kata untuk bunga rampai Nilai-nilai Keluarga Mennonit dalam Kisaran Badai Zaman, identitas murid bagi aliran Mennonit dimulai dari rumah. Sejak kelahiran dari aliran ini, 482 tahun lalu, Mennonit memulai pertemuannya di rumah-rumah, dalam jemaat-jemaat yang kecil dan tersembunyi. Mereka tidak beribadah di gereja negara di Swiss, Belanda dan Jerman. Pertemuan ibadah rahasia, tidak tetap, dan mengambil tempat di rumah-rumah, di lumbung, di atas perahu, bahkan di gua-gua; di mana pun tempat yang mungkin untuk dipakai beribadah. Ibadah Mennonit dimulai dari keluarga! Dilaporkan, hanya sekitar 4% dari kaum Mennonit dan Brethren in Christ yang tidak memiliki kebiasaan ini.
Meskipun pengakuan-pengakuan Mennonit tidak mencantumkan mengenai ibadah keluarga, tetapi dalam Mennonite Confession of Faith (1963) bab 15 dinyatakan, “The Christian home ought regularly to have family worship, to seek faithfully to live according to the Word of God, and to support loyally the church in mission.” (“Rumah tangga Kristen haruslah memiliki ibadah keluarga yang rutin, berupaya untuk hidup dengan patuh kepada Firman Allah, dan untuk mendukung gereja dalam misi.”) Kemudian, para orangtua pun didorong untuk berjanji, mau menumbuh-kembangkan anak-anak mereka di dalam iman Kristen yang benar.
5. BUKAN SEKADAR IKUT-IKUTAN
Di abad pertama, ada 5 karakteristik dalam pemuridan:
• Pertama, Memutuskan untuk mengikuti seorang guru
• Kedua, Mengingat apa yang dikatakan oleh gurunya
• Ketiga, Belajar cara gurunya melayani
• Keempat, Mengimitasikan hidup dan karakter gurunya
• Kelima, Membesarkan murid-muridnya
PEMURIDAN YANG DILAKUKAN YESUS
Dalam buku klasik 1871, the Training of The Twelve, tulisan A. B. Bruce, Bill Hull mencatat bahwa Yesus juga memperlihatkan sebuah proses yang dialami para murid-Nya sehingga mereka dapat menjalankan misi Yesus. Ada 4 proses yang dijalani oleh murid-murid Yesus:
1. Come and see
Teks: Yoh 1:35-4:46. Terjadi 4-5 bulan.
• Ia memperkenalkan diri-Nya.
• Ia memerkenalkan pelayanan-Nya.
2. Come and follow me
Teks: Mat 4:19 dan Mrk 1:16-18. Terjadi 10-11 bulan.
• Ia mengundang murid-murid-Nya.
• Ia mengundang tanpa menyeleksi.
• Ia menggunakan kalimat: “Follow me” sebuah undangan personal; “I will make you” mengandung tanggungjawab; “Fishers of men” Ia memberikan Visi.
3. Come and and be with me
Teks: Mrk 3:13-14. Terjadi 20 bulan.
• Hidup dalam keseharian bersama para murid.
• Menunjukkan belas kasihan yang memotori misi-Nya.
• Ia pergi dan berdoa semalaman.
• Ia membina relasi dengan para murid.
4. Remain in me
Teks: Yoh 15:5, 7. Di ruang atas dan selanjutnya seumur hidup para murid.
• Yesus mengubah para murid dengan meninggalkan mereka sehingga mereka dapat menjalankan misi-Nya dengan penuh tanggungjawab dan dengan pertolongan Roh Kudus.
TRANSFORMASI DALAM DIRI KITA
Akhirnya, pertanyaan yang sederhana tetapi sangat penting bagi kita adalah: Apakah kita sudah menjadi murid Kristus? Sebab memiliki status dalam tanda pengenal kita sebagai “Kristen” atau mengikuti kegiatan gereja, bukanlah indikator bahwa kita sudah menjadi murid apalagi mengikuti pemuridan.
Dari penjelasan di atas, sampai sejauh mana kita telah menjadi murid Yesus? Atau apa yang mau kita lakukan agar kita dapat menjadi murid Yesus?
Pdt. Riani Josephine
Daftar Pustaka
Bender, Harold S. Journal: The Anabaptist Vision. CUP, Church History, Vol. 13, No. 1 (Mar., 1944).
Boenhoeffer, D. The Cost of Discipleship. London: B&S, 1959.
Bromiley, Geoffrey W. Theological Dictionary of The New Testament. Michigan: Grand Rapids, 1992.
Douglas, J. D. ed. Ensiklopedia Alkitab Masa Kini II. Jakarta: OMF, 1982.
Frederick, Thomas V. Journal: Discipleship and Spirituality from A christian Perspective. Publ.ol, 2008.
Green, Joel B. eds. Dictionary of Jesus and The Gospels. Illinois: IVP, 1992.
Hull, Bill. The Complete Book of Discipleship. Singapore: Navmedia, 2006.
Suh, Eunsun. Journal: The complete book of discipleship: On being and making followers of Christ. 2008.