January 5, 2012

Maria Mater Ecclesiae



Dalam Rangka Diskusi Reflektif “Maria Mater Ecclesiae”

Hari Sabtu, 19-11-2011 di Aula STT, Jl. Proklamasi, Jakarta.

Oleh:  Arkhimandrit Rm Daniel.B.D.Byantoro Ph.D.

Hyper Aghia Theotoke, Presbebai Hyper Hymas,

Atas Nama Sang Bapa, dan Sang Putra, serta Sang Roh Kudus, Allah yang Esa. Amin.
 Salam dalam Nama  Sang Kristus Yesus. Juru Selamat.

  Bapak-bapak dan Ibu-Ibu serta saudara-saudari sekalian yang kekasih,
      Pertama-tama saya meminta maaf yang sebesar-besarnya bahwa saya tak dapat menghadiri acara yang penuh makna dan yang amat penting yang sedang diseleggarakan ini. Karena saya masih berada di Amerika Serikat, dan baru kembali nanti pada bulan Februari tahun 2012. Saya tidak tahu kalau acara pembahasan mengenai peranan dan fungsi Sang Theotokos dalam Gereja,  yang melibatkan unsur-unsur Kristen Roma Katolik, Kristen Protestan dan Kristen Orthodox Timur semacam ini pernah terjadi sebelumnya di Indonesia. Memang saya pernah diundang untuk membahas peranan Bunda Maria pada saat dirayakannya Bulan Maria di Gereja Katedral Jakarta beberapa tahun yang lalu, namun saat itu belum melibatkan kalangan saudara-saudari dari pihak Protestan.  Dan jika ini baru pertama kalinya di adakan. justru ini menambah makna pentingnya  acara semacam ini untuk didukung oleh segala kalangan tradisi  Gereja dan aliran-aliran Gereja yang ada di Indonesia.

     Ini disebabkan ditengah-tengah adanya polarisasi yang telah terjadi selama lima abad sejak munculnya Gerakan Reformasi Protestan pada tahun 1517, mengenai sosok Bunda Maria, antara Umat Kristen Roma Katolik dan Umat Kristen Protestan itu, adanya diskusi reflektif yang bertemakan peranan Sang Theotokos dalam Gereja yang melibatkan keduanya itu adalah merupakan suatu langkah yang berani dan yang maju dan patut di dukung. Saya sampaikan salut yang sebesar-besarnya untuk pencetus ide acara ini.

     Penyelenggaraan acara semacam ini saya lihat sebagai suatu sarana penyempitan jurang pemisah antara kelompok-kelompok Kristriani yang ada di Indonesia. Karena sosok  Sang Theotokos ini telah merupakan hal yang menimbulkan benturan theologis antara tradisi Protestan dan tradisi Roma Katolik, dan secara secara tidak langsung akan dapat melibatkan tradisi Orthodox Timur juga. Sebab posisi yang tinggi yang ditempatkan oleh Gereja Orthodox Timur terhadap Ibu Suci ini, meskipun dalam pemahaman yang agak sedikit berbeda dari posisi  resmi theologia Roma Katolik, akan juga menimbulkan pertanyaan dari saudara-saudari pihak Protestan.

    MARIA MATER ECCLESIA

Saudara-saudari yang terkasih, Jika Gereja Roma Katolik dalam mengekspresikan cinta-kasih nya terhadap Bunda Sang Kristus ini lebih banyak menggunakan istilah “Bunda Maria”, atau “the Blessed Virgin Mary”,  Gereja Orthodox lebih merasa kerasan dengan menggunakan istilah “Panaghia” (Pan = Seluruh, Semua, Aghia = Suci/Kudus, -à“ Yang Suci Sempurna”) atau Sang “Theotokos” (“Tokos” = “Sang Pemberi Kelahiran” – secara jasmani kepada, “Theos” = “Allah” –yaitu Firman Allah yang adalah Allah –Yohanes 1:1—saat Dia menjelma menjadi Manusia –Yohanes 1:14) . Inilah gelar yang diberikan kepada beliau dalam Konsili  Gereja Orthodox Purba di Efesus pada tahun 431 di dalam menentang Nestorianisme. Secara Alkitabiah gelar ini semakna dengan apa yang dikatakan oleh Elizabet kepada Maria, ketika dia menyebutnya sebagai “Ibu Tuhan” ( Lukas 1:43).

    Nestorius sebagai Patriarkh (Pimpinan Tertinggi dalam Gereja Orthodox) dari Konstantinopel mengajarkan bahwa Maria tak boleh disebut “Theotokos”, namun hanya “anthropotokos” (yang memberi kelahiran kepada manusia saja) atau paling tinggi “Khristotokos” (yang memberi kelahiran kepada Kristus). Larangan yang dilakukan Nestorius ini menunjukkan bahwa sebutan “Theotokos” ini telah digunakan Gereja Orthodox Purba jauh lebih lama dari masa Nestorius, bahkan sebelum masa Kaisar Konstantinus Agung yang menjadi Kristen sekitar tahun 312 Masehi, sehingga Nestoruis  mengadakan larangan itu. Dan juga bahwa istilah ini bukan dikarang pada tahun 431 dalam Konsili Ekumenis Ke III dari Gereja Orthodox Purba di Efesus yang menentang ajaran Nestorius itu.

     Dengan demikian pembahasan tentang Perawan Maria itu dalam Gereja Orthodox terkait erat dengan pembahasan mengenai  hubungan antara Maria dan Anak yang dilahirkannya: Yesus Kristus, yaitu dengan  makna karya  “Inkarnasi” yaitu karya Firman “Menjadi Daging” (Yohanes 1:14), bukannya sesuatu yang  berdiri sendiri terfokus pada diri Maria itu sendiri. Jika tidak ada Inkarnasi Firman Allah, maka Maria tak akan memiliki posisi theologis  apapun. Oleh karena itu Gereja Orthodox menolak untuk  mengikuti perkembangan theologia Roma Katolik di jaman kemudian  mengenai “Maria Terkandung Tanpa Dosa Asal “ (“Immaculata Conceptio”) dimana diyakni  bahwa Maria telah dibebaskan dari dosa asal ketika masih dalam kandungan ibunya: Santa Anna, dan tetap mempertahankan ajaran Purba dari Gereja Rasuliah, yang tadinya juga merupakan ajaran Gereja Barat di Roma, sebelum terjadinya perpecahan antara Gereja Barat (Roma Katolik) dan Gereja Timur (Orthodox) pada tahun 1054.

      Dalam kacamata Gereja Orthodox penolakan Nestorius atas gelar “Theotokos” bagi Bunda Sang Kristus ini sangat membahahayakan bagi pemahaman kita tentang Kristus, dengan demikian membahayakan pemahaman kita tentang keselamatan itu sendiri. Jika Maria itu hanya sekedar Anthropotokos, yaitu hanya melahirkan seorang bayi manusia saja seperti wanita-wniata me;lahirkan yang lain, sejak kapan Yesus jadi Allah?”  Apakah mungkin bayi manusia biasa pelan-pelan berkembang menjadi Allah? Pemikiran bahwa seorang manusia bisa berkembang jadi Allah ini  adalah suatu hujat, dan ini secara hakiki adalah ajaran keberhalaan. Ataukah bayi manusia biasa Anak Maria itu entah sejak kapan, kemudian di “rasuk” Firman Allah, sehingga Firman Allah diam di dalam diri Yesus Kristus seperti “burung tinggal dalam sangkar”, atau seperti manusia yang dirasuk roh jaha, dimana roh jahat itu ada dalam si manusia, namun  pribadi si manusia dan pribadi roh jahat itu terpisah dan berbeda? Jika demikian halnya di dalam Yesus jurang pemisah yang memisahkan antara Allah dan manusia belum tertutup, dan Yesus tak mungkin menjadi pengantara antara Allah dan manusia (I Timotius 2:5), sebab pribadi Yesus yang hanya manusia itu , tetap terpisah dengan Firman yang merasuk diriNya. Sehingga Allah dan Manusia tetap terpisah, dan di dalam diri Yesus ada dua pribadi yang terpisah-pisah, bukan penyatuan antara dua kodrat yang berbeda dalam, Satu Pribadi. Lahirnya Yesus Kristus jika demikian tak mengubah apapun dalam hal hubungan Allah dengan manusia. Manusia masih tetap terpisah dengan Allah, dan Allah masih tetap tak dapat dicapai manusia, maka manusia akan tetap binasa. Itulah sebabnya Gereja Orthodox Purba,  sampai kinipun,  menolak ajaran Nestorius itu dan dalam Konsili di Efesus tahun 431 itu menegaskan bahwa Maria adalah sungguh “Theotokos” sesuai dengan Lukas 1:43 tadi.  Ini berarti bahwa yang dikandung Maria dan tinggal dalam rahimnya itu adalah “Firman Allah” yang adalah “Allah” ( Yohanes 1:1) yang “menjadi manusia” (Yohanes 1:14). Karena Allah itu “tak berubah” ( Maleakhi 3:6), maka ke “Allah” an dari Firman Allah itupun tak berubah. Dia adalah Allah, sebelum dikandung oleh Perawsan Maria, Dia adalah Allah ketika berada dalam kandungan Perawan  Maria., dan Dia tetap Allah ketika mengenakan tubuh Jasmani yang diambil (Galatia 4:4) dari rahim Maria sehingga Ia disebut sebagai “buah rahim” Maria ( Lukas 1:42) , serta lahir berwujud manusia. Sehingga   di dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan” ( Kolose 2:9).  Dengan demikian melalui kelahiranNya oleh Maria ini “di dalam Yesus itu” (“berdiam” ) hanya ada “Satu Pribadi” (“dalam Dia”  bukan “dalam mereka”) namun yang memiliki “dua kodrat”, yaitu “Manusia” (“ secara jasmaniah”)  yang diambilnya dari Perawan maria melalui kelahiranNya. Sehingga Maria disebut “Tokos” = Yang Melahirkan/Yang Memberi Kelahiran;  dan “Ilahi”(“seluruh kepenuhan ke-Allahan”),  sehingga bukan saja Maria disebut sebagai “Tokos” namun dia dalah “Theos” /Allah  + Tokos, sebab ternyata dalam diri Anaknya yang berwujud manusia sempruna itu berdiam “seluruh kepenuhan ke-Allahan” yaitu memiliki kodrat Allah yang sepenuh-penuhnya. Jadi jelaslah bahwa Yesus Kristus itu adalah “Manusia” dan “Allah” sekaligus, oleh karena itu ibunya memang harus “Theotokos”. Ternyata gelar Theotokos itu justru untuk membentengi kesempurnaan kemanusiaan dan sekaligus kesempuranaan ke-Allah-an Yesus Kristus dalam Satu Pribadi. Dengan demikian manusia dan Allah telah “manunggal” dalam Satu Pribadi Sang Kristus, dan jurang pemisah antara Allah dan Manusia akibat dosa sudah tertutup, sehingga Sang Kristus memang menjadi Pengantara antara Allah dan Manusia, dan gelar Sang Theotokos adalah benteng kokoh yang melindungi kebenaran ke “Allah-Manusia”an Yesus Kristus dalam “Satu Pribadi” itu.  Ketika gelar Theotokos dibuang dan Maria dicampakkan dari pemahaman theologis, maka akan terjadi kacau-balau dalam pemahaman Kristologis, seperti yang kita lihat dalam kesiampang-siuran pemahaman Kristolologis yang muncul sejak abad kesembilan belas sampai kini ini dalam liberalism theologia di Eropa dan munculnya sekte-sekte di Amerika. Karena benteng yang melindungi keutuhan makna theologis mengenai Kristus, yaitu “Maria” dengan gelar “Theotokos”nya, itu dibuang, dinjak-injak, diabaikan dan digulingkan.

     Pentingnya Maria dalam spiritualitas Kristen itu dinyatakan oleh Sang Kristus pada saat Ia disalibkan, dimana :” dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas  dan Maria Magdalena. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!" Kemudian kata-Nya kepada murid-Nya: "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.” (Yohanes 19:25-27). Maria Sang Theotokos bersama Maria Magdalena dan saudari dari Sang Theotokos itu (Maria, isteri Klopas), yang adalah ibu dari Yakobus dan Yoses/ Yusuf (Matius 27:56, Markus 15:40,47) yang mereka ini disebut sebagai “saudara-saudara Yesus” (Matius 13: 55, Markus 6:3, Yohanes 7:3,5,10, Kisah Rasul 1: 14, I Korintus 9:5)  yaitu saudara-saudara sepupu Yesus ada didekat Salib Yesus. Karena fakta adanya Maria , isteri Klopas, saudari Theotokos, jadi bibiNya Sang Kristus yang dinyatakan sebagai ibu dari Yakobus dan Yusuf/Yosef yang disbut sebagai saudara-saudara Yesus inilah seluruh Gereja yang berasal dari jaman purba, Orthodox Timur (Yunani, Rusia, Antiokhia,Palestina, Libanon, Serbia, Bulgaria, Romania, dll.), Orthodox Oriental ( Koptik, Syriak, Armenia, Thomas-India, Ethiopia), juga Gereja Nestorian (Gereja Assyria dari Timur), maupun Gereja Roma Katolik, bahkan Yohanes Calvin dan Martin Luther meyakini bahwa Maria itu “Tetap Perawan” atau “Perawan Lestari”  yang dalam Gereja Orthodox disebut sebagai “Aei-Parthenos”, artinya dipulihkan keperawanannya oleh mukjizat Alah setelah melahirkan Anaknya yang hanya satu:Yesus Kristus itu. Jadi menurut Gereja Orthodox Maria mengalami tiga Mukjizat Besar dalam dirinya: mengandung dan melahirkan bayi tanpa benih laki-laki, setelah melahirkan anak satu-satunya itu oleh mukjizat Allah pula dipulihkanb keperawanannya, dan setelah wafat berdasarkan Tradisi Suci setelah tiga hari langsung dibangkitkan oleh Anaknya yang adalah juga Tuhannya sendiri itu, sebagai buah pertama dari karya penebusanNya. Tujuannya untuk membuktikan barangsiapa yang percaya kepadaNya akan dibangkitkan sebagaimana Maria juga dibangkitkan. Karena Tubuh yang dikenakan Yesus dalam PenjelmaanNya itu berasal dari “buah rahim “ Maria, maka Maria sebagai  sumber asal dari Tubuh KemanusiaanNya yang sekarang telah dibangkitkan dan dimuliakan itu, dibangkitkan lebih dulu, mendahului kebangkitan mereka yang lain yang percaya kepadaNya di akhir jaman nanti. 

     Sekarang Maria berada di Firdaus bersama para malaikat dan “roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna” ( Ibrani 12: 22) yaitu bersaama Gereja yang telah menang untuk mendoakan Gereja yang sedang berjuang di bumi ini, karena Ia telah ditetapkan oleh Kristus pada saat disalib diatas tadi sebagai Ibu bagi Gereja. Dimana Sang Kristus mengatakan diatas “Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!".  Dalam 26bahasa aslinya kata “Ibu” ini adalah “Gynai” artinya “Wanita”. Namun ini bukan sapaan tidak sopan dari seorang anak terhadap IbuNya, ada makna theologis dari sapaan ini. Diatas Salib itu Yesus berfungsi sebagai Adam yang yang terakhir yang melenyapkan dosa Adam yang pertama. Maka sebagaimana Adam pertama jatuh ke dalam dosa akibat ketidak-taatan Hawa pertama (Kejadian 3:6), demikianlah Adam Terakhir masuk ke dalam dan menyelamatkan dunia melalui ketaatan Maria, ketika dia mengatakan kepada Malaikat “Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhanjadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Lukas 1:38). Meskipun dia tahu bahwa dengan mengatakan itu, ada kemungkinan dia mati dilempari batu karena akan melahirkan anak tanpa bapak. Namun dia tetap taat, dengan demikian Sang Kristus lahir ke dunia. Itulah sebabnya sejak jaman purba Gereja Orthodox melihat Maria sebagai Hawa Kedua. Dalam Kejadian 2: 23 dalam hubungan dengan dirinya Adam menyebut Hawa sebagai “perempuan/wanita”, demikianlah dalam hubungannya dengan DiriNya sebagai Adam terakhir Yesus menyebut Maria sebagai “Gynai” (“Wanita/Perempuan”) –Yohanes 2:4, Yohanes 19:6, yaitu Hawa Kedua, Hawa Terakhir. Sehingga semuanya jadi impas, Hawa pertama menyebabkan jatuhnya Adam sehingga kita semua ikut dalam dampak kejatuhan itu, maka Hawa Kedua menytebabkan lahirnya Adam Terakhir yang melakukan penebusan, sehingga kita semua menerima dampak penebusanNya itu.

      Dalam Kejadian 3:20, Hawa disebut sebagai “Ibu semua yang hidup”, jadi dalam hubungannya dengan manusia yang lain Hawa adalah ibu dari mereka semua yang hidup. Itulah sebabnya sementara untuk diriNya sendiri Yesus menyebut Maria, sebagai Hawa Kedua, dengan sapaan “Gynai = Wanita/Perempuan” namun kepada muridNya, yang diwakili Yohanes, murid yang dikasihiNya itu, Ia menyebutkan sebagai “"Ibu, inilah, anakmu!"  dan  "Inilah ibumu!". Jadi Sang Kristus menempatkan hubungan Maria dengan para muridNya, yaitu Gereja, dalam hubungan Ibu sebagai dan Anak-Anaknya. Jikalau Hawa adalah Ibu semua yang hidup, maka Maria adalah Ibu Semua Yang Hidup Baru dalam Kristus, yaitu Ibu dari Gereja. karena setelah ia dibangkitkan Kristus dari kematian, Ia sekarang hidup baru dengan tubuhnya yang baru dialam sorgawi sebagai pendoa kita yang amat berkuasa.   Kita sebagai anggota Gereja adalah anak-anak dari Ibu yang telah dimuliakan ini. Maka patut dan layak kita mengenal dia lebih jauh lagi, Dan patut dan layak kita mendalami misteri ke Ibu-an dari Sang Theotokos ini dalam tata-hidup keselematan kita di dalam Kristus.

   Saudara-saudari sekalian, sebenarnya masih banyak yang ingin saya sampaikan kepada saudara-saudari sekalian masalah Sang Theotokos ini, misalnya mengapa Gereja Orthodox tidak mempercayai “Maria terkandung Tanpa Dosa Asal”, “Mengapa Gereja Orthodox Menekankan Wafatnya Theototokos daripada Pengangkatannya ke Sorga, meskipun mempercayai Kebenaran ini”, “Mengapa Gereja Orthodox Tidak Mempraktekkan Doa Rosario, tetapi melakukan Kidung-Kidung Akathistos” dan lain-lain lagi, namun berhubung waktu yang ada saya cukupkan sampai disini. Selamat berdiskusi , selamat berkenalan dengan Sang Theotokos, selamat menemukan kebenaran Rasuliah yang sudah terlalu lama diabaikan ini. Saya doakan agar ini bukan merupakan pertemuan yang terakhir, namun semoga ada pertemuan-pertemuan berikutnya yang membahas segi-segi yang kaya tentang Bunda Gereja, Sang Theotokos ini. Saya dukung sepenuhnya usaha mulia ini. Kiranya Sang Tritunggal Maha Kudus menurunkan rahmat dan berkatNya, dan kiranya doa-doa Sang Theotokos menyertai jalannya pertemuan ini. Amin.

PESAN dari Rm Daniel
Karena adanya FB dengan nama PGOI dan Lembaga Gereja resmi "GOI" maka supaya tak membingungkan, karena sudah mulai ada yang bertanya masalah ini, maka dengan ini kami beritahukan , bahwa PGOI adalah suatu situs pribadi yang dkelola secara pribadi oleh salah satu pemuda dari Gereja Orthodox Indonesia. Lembaga resmi Gereja Orthodox adalah "Gereja Orthodox Indonesia" (GOI) dibawah pimpinan saya. S...ecara organisasi tidak ada hubungan resmi apapun antara GOI dan PGOI dan PGOI tidak mewakili GOI. Sehingga semua aktifitas dan pernyataan2 yang diungkapkan oleh pribadi pengelola PGOI itu di luar tanggung jawab dari GOI, dan tak mencerminkan pendapat resmi apapun dari GOI. Semua pertanyaan yang menyangkut kelembagaan Gereja Orthodox Indonesia seyogyanya ditujukan kepada GOI dan bukan kepada PGOI, kepada Romo Alexios di Solo, yang bisa dicari dalam FB ini dengan nama situs "Gereja Orthodox Solo Indonesia"

No comments:

Post a Comment