July 7, 2011

Surat dari Imam Irak untuk Negaranya yang Terluka


Oleh Romo Albert Hisham Naoum

ROMA, November 11, 2010 (Zenit.org) - Para martir dari Gereja "Our Lady of Salvation" sekali lagi menunjukkan kepada dunia siapa diri kita, orang-orang Kristen di Irak, dan mereka bergabung dengan para martir Gereja kita, mereka yang mengorbankan nyawa mereka kepada Kristus Tuhan kita, yang mengajar kita untuk mmemberikan kesaksian akan kebangkitan, pengampunan, harapan, cinta, iman, dan sukacita.

Darah pahlawan kita yang gugur berteriak kepada dunia dan semua umat manusia, dan mendesak orang-orang Kristen di Irak, di manapun kita berada, untuk "mengajarkan" kepada dunia tentang penderitaan dan bangkitnya Kristus yang hidup di tanah kita yang terluka.


Ya, saya mengatakan "mengajarkan" karena iman kita adalah berita baik, seperti "dulu dan akan selalu begitu." Siapa yang memiliki telinga untuk mendengar, dengarkan kita sekarang dan tahu, bahwa Kristus hidup di dalam orang-orang Kristen di Irak. Ini adalah kesaksian yang hidup dan akan terus hidup. Dan jika ada seseorang yang tidak merasakan pentingnya memberikan kesaksian didalam kehidupan, kami hanya akan berkata kepadanya dan ke seluruh dunia, yang bagi kita itu adalah kehidupan itu sendiri. Apa yang dunia sebut "tidak penting" bagi kami itu adalah "segala-galanya"!

Orang-orang Kristen dari Irak sangat menyadari bahwa Kristus yang bangkit telah mengalahkan kematian, bukan karena mereka orang beriman yang sudah dibabtis, melainkan karena, dengan Dia, mereka telah mengalami mati diatas salib beberapa kali, dan bersamanya mereka meminum cawan pahit, dan telah mengalami rasanya ditinggalkan oleh orang lain. Dan berdampingan dengan Dia mereka berjalan di jalan salib-Nya, dan jatuh di bawah beratnya salib mereka. suatu kejadian dalam serangan terhadap Gereja-Gereja mereka, satu dengan kematian, dan yang lain lagi dengan pembantaian "Our Lady of Salvation." Namun, mereka terus berdiri dan hidup dengan iman mereka, seperti yang selalu dilakukan sepanjang sejarah, berjalan di sepanjang jalan penderitaan.

Bagi orang Kristen di Irak, 31 Oktober itu bukan kali pertama mereka telah menderita, dan tidak seorang manusia, terutama mereka yang mengaku menginginkan perdamaian, tetapi sebenarnya tidak, bisa berpura-pura bahwa ini akan menjadi yang terakhir. Tapi mereka tidak menarik minat kita, karena harapan kita tidak pernah, dan tidak akan pernah, kepada mereka, tetapi kepada Dia yang mengambil salib-Nnya dan berjalan dijalan kematian untuk menjamin bahwa hidup akan berlanjut dan secepatnya menang.

Sukacita dan tragedi

Orang-orang Kristen di Irak telah mengalami dalamnya makna hidup karena mereka telah mengalami sukacitanya setelah merasakan kepahitan kesedihan. Mereka telah tinggal didalam harapan setelah mengalami kekuatan sebuah tragedi. Mereka telah mengalami gelak tawa setelah dibayar air mata, dan telah mengalami senyuman setelah melihat mereka akan hancur dengan kekerasan. Ini benar-benar orang-orang Kristen di Irak dengan hati mereka yang baik, yang mengasihi semua orang, negara mereka, dan hidup, dan ini adalah mereka yang mengampuni musuh-musuh mereka, dan menabur kebaikan dimanapun mereka berada, menyebarkan semangat perdamaian. Dan meskipun mereka menderita, mereka tidak pernah lupa untuk hidup dengan semangat Kristen mereka di setiap tempat mereka pergi.

Sebagai contoh dari semua ini saya bisa tunjukkan yaitu Gereja "Our Lady of Salvation", yang berbicara atas nama semua orang Kristen di Irak, dan yang memberikan contoh ditulis dengan darah martir tersebut.

Pernahkah Anda mendengar bagaimana mereka meninggal dalam pembantaian ini, dua imam yang berani, Wasim Sabieh dan Thaier Saad Abdal? apakah anda tahu bahwa mereka membela orang-orang awam yang beriman dan mencoba untuk menyelamatkan nyawa mereka dengan menawarkan diri mereka sendiri dari saat pertama para penjahat menginjakkan kaki di Gereja? Apakah anda tahu bahwa seorang ayah melindungi anaknya dengan cara menutup seluruh tubuh anaknya dengan tubuhnya sendiri sementara mereka berbaring di lantai, dan meninggal dalam hujan peluru sehingga anak dapat bertahan? pernahkah anda mendengar bahwa pembunuh, membunuh seorang bayi perempuan berumur empat bulan dan seorang wanita muda, yang pada hari kematiannya telah menerima berita baik, yaitu bahwa dia hamil, dan pergi ke Gereja untuk bersyukur kepada Tuhan untuk hadiah ini?

Oh manusia di dunia, ini adalah orang-orang Kristen di Irak. Dengar dan sebarkan kabar baik kepada semua orang! Dan engkau orang-orang Kristen di Irak, ketika kesedihan mengisi jiwamu dan dirimu tidak bisa membayangkan masa depan, lihat diatas sana, kepada Allah di Surga dan Bumi, dan ingat dengan baik, siapa dirimu, dan biarkan dunia tahu! Kristus tidak akan meninggalkan kita sendiri, kita adalah "kawanan kecil," dan Ia ingin kita untuk tetap selama-lamanya bersama dengan Dia, untuk iman kita yang hidup dan kasih kita untuk semua, seperti yang kita selalu lakukan, karena seperti yang Ia katakan, "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku" (Yoh 13: 35).

Kami memberikan kesaksian dengan hidup kami, sehingga dunia bisa melihat apa yang terjadi dengan kami, jadi mereka yang telah menutup telinga mereka dan mereka yang telah menutup mulut mereka akan berbicara tentang siapa kita. Kami adalah orang-orang Kristen di Irak!

[Terjemahan dari bahasa Arab oleh ZENIT]

* * *

Romo Albert Hisyam Naoum adalah Imam Kasdim Irak mempelajari ilmu komunikasi di Roma, dan merupakan teman Romo Wasim Sabieh dan Romo Thaier Saad Abdal, dua imam yang tewas dalam serangan 31 Oktober di  Gereja "Our Lady of Salvation", Katolik Suriah.


Diterjemahkan dari: http://www.zenit.org/article-30926?l=english
-in modico fidelis- 

Artikel terjemahan: Page Gereja Katolik

Gereja Katolik Timur: Katolik Maronit

Libanon adalah kota dengan warisan biblis yang kaya. Cedar/Kayu Aras dari Libanon adalah sumber kayu untuk Kuil Salomo (1 Raja-raja 5:5-7) dan Aras sendiri disebut di sepanjang Perjanjian Lama. Libanon digambarkan dalam asal muasal Kekristenan, karena Yesus Kristus mengunjungi Tirus bersama IbuNya, Maria, dan membuat mukjizat kepada Puteri wanita Siro-Fenisia, seperti yang dicatat dalam Matius 15:21-28 dan Markus 7:24-30. Libanon adalah rumah Gereja Katolik Maronit.

Maron, seorang kontemporer dan teman St. Yohanes Krisostomus, adalah seorang biarawan pada abad keempat yang meninggalkan Antiokia menuju Sungai Orontes untuk memasuki kehidupan asketik, mengikuti tradisi St. Antonius dari Gurun dan St. Pachomius dari Mesir. Dia kemudian memiliki banyak pengikut yang mengadopsi kehidupan monastiknya. Setelah kematian St. Maron pada tahun 410, murid-muridnya mendirikan biara untuk mengenangnya dan membentuk nukleus dari Gereja Maronit.

Gereja Maronit segera menerima ajaran Iman dari Konsili Kalsedon pada tahun 451. Ketika 350 biarawan dibunuh oleh Kaum Monofisit Antiokia, Para Maronit mengungsi ke pegunungan Libanon. Surat menyurat mengenai kejadian ini membawa hasil pada pengakuan Kepausan terhadap Maronit oleh Paus Hormidas pada 10 Februari  518.

 

Kemartiran Patriark Antiokia pada tahun 602 meninggalkan Maronit tanpa seorang pemimpin, dan peristiwa ini menuntun mereka untuk memilih Patriark Maronit pertama mereka, St. Yohanes Maron pada tahun 685.

Sedikit informasi terdengar dari Maronit selama  400 tahun karena mereka diam-diam melarikan diri dari Invasi Islam ke pegunungan Libanon, sampai pada masa Perang Salib ketika Raymond dari Toulouse menemukan Maronit di pegunungan dekat Tripoli, Libanon dalam perjalanannya untuk menaklukan Yerusalem. Gereja Maronit sekali lagi mengkonfirmasi kesetiaan mereka kepada Paus pada tahun 1181. Patriark Maronit, Yeremia, menghadiri Konsili Lateran IV pada tahun 1215, dan Universitas Maronit di Roma diresmikan pada tahun 1584. Gereja Maronit selalu tetap setia  kepada Roma.  

Gereja Maronit, karena asal-usul kehidupan monastik mereka, berhasil bertahan terhadap tekanan dan bahkan penganiayaan dalam usaha mereka memelihara Gereja mereka, tidak hanya dari Islam, tapi juga dari saudara terpisah mereka seperti Ortodoks dan Gereja-gereja Timur. Demikian juga halnya pada saat mereka menghadapi Latinisasi oleh oknum dari Roma.  Libanon adalah satu-satunya negara di Asia dengan Kebudayaan Kristen, terutama karena Maronit. Bahkan sampai hari ini, kata-kata Konsekrasi pada Misa diucapkan dalam bahasa Aram, Bahasa yang digunakan oleh Tuhan Kita Yesus Kristus.

Gereja Maronit di Libanon sampai saat ini mengizinkan pria berkeluarga menjadi Imam. Mereka menerima karunia seksualitas manusia dari Allah, yang berkata, ”Tidaklah baik jika manusia itu sendiri” (Kejadian 2:18). St. Petrus sendiri, Paus pertama kita, adalah seorang yang berkeluarga, seperti yang kita ketahui dari penyembuhan mertuanya pada Injil (Matius 8:14-15, Markus 1:29-31, Lukas 4:38-39). Paus terakhir yang merupakan pria berkeluarga adalah Paus Adrianus II pada abad ke-9.   

Gereja Katolik Maronit tumbuh subur terutama sejak Konsili Vatikan kedua, dan sekarang menjadi Gereja Katolik Timur terbesar ketiga setelah Gereja Katolik Yunani-Ukraina dan Gereja Katolik Syro-Malabar. Gereja Katolik Maronit memiliki sekitar 3,100,000 umat di Lebanon dan seluruh dunia, termasuk paroki-paroki di Argentina, Australia, Brazil, Kanada, Siprus, Meksiko, dan Amerika Serikat. Kita sungguh terberkati karena boleh memiliki Seminari Maronit Ratu Kita dari Libanon di Washington D.C., yang didirikan pada tahun 1961. 

Kepala Gereja Katolik Maronit sekarang adalah Patriark Antiokia untuk Maronit, Patriarkh Bechara Pierre Rai (25 Maret 2011) 

St. Nimattullah Kassab Al-Hardini


Mari kita mengenal seorang Santo dari Katolik Maronite ( Satu dari 22 Gereja Katolik Timur yang berada dalam persekutuan penuh dengan Roma)
St. Nimatullah

Youssef/Joseph Kassab lahir pada tahun 1808, dari ayah Gewagis/George Kassab dan ibu Maryam Raad. Dia masuk sekolah untuk para rahib St. Anthonios di Houb dari tahun 1816 hingga 1822. Beliau memasuki hidup membiara di Biara St. Anthonios Ishaia (=St.Antonius Yesaya) dan menjadi novis pada November 1828. Di situ beliau mengambil nama Fr. Nimatullah Kassab Hardini dan belajar cara menjilid buku. Beliau menyatakan kaul/janji pertamanya pada tanggal 14 November 1830. Setelah beliau menyelesaikan studi teologinya, beliau ditahbiskan sebagai imam oleh Uskup Seiman Zwain di biara Kfifan pada tanggal 25 Desember 1833.


Beliau menjadi anggota konsili umum sebanyak tiga kali yaitu dari tahun 1845 hingga 1848, 1850 hingga 1853, 1856 hingga 1858. Sebagai anggota konsili, beliau tetap pada pekerjaannya sebagai penjilid buku. Beliau mengajar di sekolah-sekolah biara, khususnya di Kfifan.

Aban/Romo/Pater Nimatullah hidup dengan cara yang sangat suci. Beliau adalah seorang pendoa, secara total “ disemangati oleh Tuhan”. Beliau mengisi waktunya siang dan malam dengan meditasi, doa dan adorasi kepada Ekaristi. Perawan Maria menjadi suri teladannya dengan devosi Doa Rosario. Beliau adalah pribadi yang sangat sederhana, sensitive dan sabar yang menghidupi kaul kebiaraannya yaitu “ketaatan, kemurnian dan kemiskinan” demi kesempurnaan. Para rahib sahabatnya dan orang-orang yang mengenalnya menyebutnya sebagai “Mor Soliha/The Saint/Sang Santo” semasa beliau hidup. Salah satu muridnya adalahSanto Charbel Makhlouf (Seorang Santo dari Katolik Maronite juga) dari tahun 1853 hingga 1858.

Aban Nimatullah meninggal di biara Kfifan pada 14 Desember 1858. Beliau meninggal setelah selama sepuluh hari menderita demam tinggi yang disebabkan oleh angin musim dingin yang merupakan karakter alam Lebanon Utara. Beliau hanya berusia limapuluh tahun.Beliau meninggal sambil memegang gambar St. Perawan Maria, dan kalimat terakhirnya adalah: ”O Perawan Maria di dalam pelukanmu kuserahkan jiwaku.” Orang-orang yang berada di dekat beliau saat beliau meninggal bersaksi bahwa cahaya surgawi memancar dari ruangannya dan bau harum semerbak berada di ruangan tersebut selama berhari-hari setelah kematian beliau. Kemudian ketika Patriark Boulos Massad mendengar tentang kisah kematian Aban Nimatullah beliau berkomentar: “Selamat bagi rahib ini yang tahu memahami manfaat dari kehidupan membiara”

Beberapa waktu kemudian para rahib membuka makam Aban Nimatullah dan mereka terkejut menemukan jasadnya tidak mengalami pembusukan.Jasad Aban Nimatullah kemudian dipindahkan dan ditempatkan di dalam sebuah peti di dekat gereja.Setelah meminta izin dari otoritas gereja setempat, dari tahun 1864 para peziarah diperbolehkan melihat jasad utuh Aban Nimatullah hingga tahun 1927. Pada tahun yang sama Komite Pemeriksa yang menyusun penyelidikan terhadap Kasus Aban Nimatullah mengakhiri penyelidikannya. Jasad Aban Nimatullah kemudian dimakamkan kembali di dalam tembok kubah pada salah satu ruang biara, sebelum dipindahkan ke sebuah Kapel kecil tempat misa dirayakan untuk para peziarah. Selanjutnya Patriark MaronitMar Nasrallah Boutros Kardinal Sfeir, memerintahkan supaya makam dibuka dan jasad dipindahkan ke makam baru pada 18 Mei 1996.

Melalui perantaraan Aban Nimatullah banyak kesembuhan terjadi antara lain: kesembuhan dari kebutaan, kesembuhan dari kelumpuhan, anak yang dibangkitkan dari kematian, kesembuhan dari penyakit sistem syaraf (yaitu epilepsy, keterbelakangan mental dan sakit jiwa; pent.), kesembuhan dari penyakit kanker.

Santo dari Kfifan

Beliau masih hidup ketika disebut sebagai “Sang Santo dari Kfifan”. Kesuciannya adalah bukti dari kehidupan membiaranya, perilaku-perilaku Kekristenannya, dan kegiatan kesehariannya.

Keputusan Youssef Girgis Kassab Al-Hardini untuk memasuki hidup membiara pada Ordo Maronit Lebanon adalah mengikuti contoh dari saudaranya pertapa Aban/Romo Alisha. Beliau memutuskan sejak saat itu akan mengikuti jalan kesucian. Beliau tidak pernah berhenti mencari wajah Tuhan sampai beliau bersatu dengan Tuhan di dalam kehidupannya. Kesucian yang luar biasa dari Aban Nimatullah Kassab Al-Hardini adalah unik mengingat beliau tidak mempunyai aktivitas yang luar biasa. Beliau hanya melakukan sikap Kristen yang biasa-biasa saja. Beliau melakukan tugas-tugas normal harian biara dan secara bersahaja menerima semua kesulitan yang dihadapinya pada kehidupan komunitas membiara. Beliau mencari Tuhan secara berkesinambungan melalui wajah-wajah saudara-saudaranya dan beliau mencintai mereka secara bersahaja. Beliau dihidupi Ekaristi sebagai pemeliharaan/penghidupan yang terbaik. Beliau menghormati Maria sebagai seorang ibu, yang tanpa pengantaraannya tidak ada keselamatan baginya.

Selain itu, kesuciannya dicontohkan melalui pemenuhan tugas-tugas kesehariannya, secara sederhana menghormati yang tua dan yang muda. Dengan taat melakukan setiap tugas yang diperintahkan kepadanya. Melakukan pengorbanan dengan diselimuti rasa cinta kasih dan menerima tanggung jawab-tanggung jawab di dalam situasi yang sulit. Menanggung semua hal di tangannya pada tingkat pengorbanan suci.

Inilah Aban/Romo Nimatullah Kassab Al-Hardini seorang manusia yang luar biasa di dalam kehidupannya yang biasa saja. Kita seharusnya mengikuti jejak langkahnya. Cobaan yang kita hadapi adalah dari diri kita sendiri bukan dari Tuhan.


Mujizat-mujizat lain yang dilakukan oleh Bapa Nimatullah Kassab Al-Hardini.

Penglihatan akan masa depan

Selama masa hidupnya, Aban Nimatullah melakukan banyak mujizat yang disebabkan oleh kedalaman kehidupan rohaninya, kebaikannya yang murni dan ketulusan jiwanya yang menjadikannya bersatu dengan Sang Pencipta melalui doa. “Sang Santo dari Kfifan” mempunyai kharisma nubuat yang menyebabkan beliau dikenal sebagai “manusia dengan penglihatan”. Pada suatu kesempatan ketika beliau sedang mengajar dan menatap tembok tinggi di luar biara Kfifan, beliau memperoleh perasaan/sense bahwa tembok tersebut akan segera runtuh. Kemudian, beliau memerintahkan para pelajar untuk menyingkir sebelum tembok itu runtuh, dan menyelamatkan semua yang hadir dari kecelakaan.

Pada kesempatan lain, Aban Nimatullah secara ajaib memperingatkan bahwa kandang sapi milik Biara Kfifan sedang mengalami keruntuhan (sapi merupakan aset vital dari biara). Aban Nimatullah memerintahkan seorang rahib untuk memindahkan sapi-sapi tersebut. Awalnya rahib tersebut menolak, namun Aban Nimatullah tetap meminta dan memaksanya. Setelah semua sapi dipindahkan, atap kandang runtuh dan tak satupun sapi yang tertimpa.

Penyembuhan Putera Altar

Pada suatu kesempatan , Aban Nimatullah akan merayakan misa harian tetapi putera altar yang biasa melayaninya dalam misa tidak hadir. Aban Nimatullah kemudian mendatangi ruangan anak tersebut dan memintanya bangun untuk melayani misa. Putera altar tersebut tidak sanggup karena sedang mengalami demam tinggi. Aban Nimatullah kemudian memintanya untuk berdiri dan kemudian memerintahkan demam itu: “ Pergi darinya…”. Tiba-tiba, anak-anak tersebut sembuh dan pergi melayani misa harian dengan bahagia dan hidup.

Lumbung

Aban Nimatullah sekali waktu pernah mendoakan dan memberkarti lumbung (yang berisi gandum dan bahan makanan lainnya) pada biara El-Kattara yang tinggal sedikit. Tak lama kemudian lumbung tersebut terisi melimpah hingga membuncah. Setiap orang yang melihatnya takjub dan memuji Tuhan atas apa yang mereka lihat. Semasa hidupnya sahabat-sahabat sesama rahib dan orang-orang di sekitarnya yang mengenal beliau menyadari bahwa Aban Nimatullah adalah seorang santo. Tak jarang mereka memintanya untuk mendoakan mereka dan bahkan memberkati air yangdigunakan untuk menyirami tanah dan cadangan mereka.

Moussa Saliba

Setelah kematiannya, Tuhan menganugerahi banyak penyembuhan dan keajaiban melalui perantaraan “Santo dari Kfifan” ini. Suatu penyembuhan semacam itu dianugerahkan kepada seorang pria Orthodox yang buta, Moussa Saliba, yang berasal dari kota Btegrin (Al-Matin). Moussa Saliba mendatangi makam Aban Nimatullah, berdoa dan memohon berkatnya. Di dalam tidurnya yang nyenyak Aban Nimatullah muncul di hadapan Moussa Saliba dan menyembuhkan matanya, membuatnya mampu melihat dengan jelas.


Mickael Kfoury

Mujizat yang lain terjadi pada seorang Katolik Melkite (Satu dari 22 Gereja Katolik Timur yang berada dalam persekutuan penuh dengan Roma juga), Mickael Kfoury dari kota Watta El-Mrouge. Suatu penyakit tak tersembuhkan menghinggapi kedua kakinya, membuat kedua kakinya mengering, kehilangan daging dan menjadikannya melengkung dan membuatnya pincang. Para dokter telah kehilangan harapan akan kesembuhannya. Setelah mendengar mujizat yang dilakukan oleh Aban Nimatullah, dia memutuskan untuk mengunjungi makam Aban Nimatullah di Kfifan dan memohon kesembuhan. Dalam tidurnya yang nyenyak di malam hari di biara seorang rahib tua muncul dihadapannya dan berkata:“ Bangun dan pergilah membantu para rahib mengangkut anggur dari ladang.” Dia menjawab:” Tidakkah engkau melihatku lumpuh, bagaimana mungkin aku berjalan dan mengangkut anggur ?” Si rahib menjawab: ” Ambil sepatu ini pakailah dan berjalanlah. “ Si orang sakit itu lalu memakai sepatu tersebut dan mencoba meluruskan kedua kakinya, dia terkejut karena dia mampu melakukannya. Dia bangun dan segera merasakan kedua kakinya sekarang terisi daging dan darah, dan setelah dia berdiri, dia menemukan kedua kakinya telah sembuh total.

Masyarakat Umum

Peristiwa-peristiwayang telah tersebut di atas adalah sedikit dari mujizat-mujizat yang menakjubkan yang terjadi pada Aban Nimatullah. Kehidupan Aban Nimatullah itu sendirilah yang sebenarnya adalah mujizat. Sebenarnya mujizat terbesar yang dilakukan oleh Aban Nimatullah adalah banyaknya orang yang kembali kepada Tuhan melalui perantaraannya serta contoh cara hidupnya. Khususnya bagi para rahib - yang menyadari kedalaman dan kekayaan yang dicontohkan oleh Aban Nimatullah – telah dituntun untuk menjalani jalur kersetiaan yang sama kepada Tuhan Yesus Kristus demi keselamatan.

Mujizat pada Andre Najm

Andre Najm, lahir pada 29 Oktober 1966 hidup dalam kesehatan prima selama 20 tahun pertama dari kehidupannya. Entah bagaimana pada bulan Juni 1986 dia mengalami kelelahan kronis kerusakan syaraf, hingga tidak mampu berjalan untuk jarak yang pendek. Banyak dokter di Lebanon dan dari luar negeri yang merawatnya tidak mampu menyembuhkannya. Dia menderita penyakit yang disebut sebagai “kanker darah” dan membutuhkan transfusi darah secara teratur. Pada September 1987 Andre ditemani keluarga dan sahabat-sahabatnya mengunjungi Biara Kfifan dimana dia berdoa dengan meratap pada makam Aban Hardini. Orang-orang di sekitarnya mendengar dia berkata:” Aku mohon kepadamu, Aban Al-Hardini, berikan aku setetes darah karena aku telah putus asa bahkan aku tidak mampu mengemis darah di jalanan .” Kemudian dia diminta untuk mengenakan jubah biara, dan dia berteriak, “ Aku mengenakan jubah biara, aku sembuh, aku tidak butuh darah lagi.”
Andre tidak membutuhkan transfuse darah lagi sejak saat itu, dan di tahun 1991 dia menikahi Rola Salim Raad. Mereka dikaruniai dua orang anak, seorang anak laki-laki bernama Charbel dan seorang anak perempuan bernama Rafka. Hingga hari ini Andre dalam kesehatan prima.

Sikap Gereja terhadap Mujizat Aban Nimatullah

Pada Mei 1996, Yang Mulia Uskup Khalil Abi-Nader, mantan uskup Keuskupan Maronit Beirut, meminta persetujuan Yang Bahagia Nasrallah Boutros Kardinal Sfeir untuk memulai investigasi mengenai mujizat yang terjadi pada Andre Najm. Pada 26 September 1996 Kongregasi untuk Kasus-Kasus para Santo mulai mempelajari mujizat tersebut. Pada 27 Februari 1997 lima anggota tim medis yang dipilih secara acak menerima penyembuhan ajaib yang dialami oleh Andre Najm dan pada 9 Mei 1997, tujuh anggota tim teologi yang juga dipilih secar acak menerima mujizat tersebut. Pada 1 Juli 1997, Rapat Umum dari Kongregasi untuk Kasus-Kasus para Santo, yang terdiri dari dua puluh empat cardinal, menerima mujizat tersebut.

Pada 7 Juli 1997, dihadapan Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II, Kongregasi untuk Kasus-Kasus para Santo mengumumkan dekrit penerimaan mujizat yang terjadi melalui perantaraan pelayan Allah, Aban
Al Hardini.

Homili Paus Yohanes Paulus II tentang kanonisasi Aban Nimatullah.

Pada Minggu Paskah keenam 16 Mei 2004, di dalam homilinya Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II tentang kanonisasi Aban Nimatullah beliau mengukuhkan: “Seorang pendoa, yang jatuh cinta pada Ekaristi yang begitu dia puja untuk waktu yang lama, St. Nimatullah Kassab Al-Hardini adalah contoh bagi para rahib Ordo Maronite Lebanon karena dia adalah saudara bagi sesama Lebanon dan bagi semua orang Kristen di seluruh dunia. Dia membaktikan dirinya secara penuh kepada Tuhan di dalam
kehidupan yang penuh pengorbanan-pengorbanan agung, menunjukkan bahwa cinta Allah adalah satu-satunya sumber kebahagiaan dan kegembiraan bagi manusia. Dia membaktikan dirinya untuk mencari dan mengikuti Kristus, Majikan dan Tuhannya.(Dengan) menerima saudara-saudaranya, dia
memulihkan dan menyembuhkan banyak luka di dalam hati selama masa hidupnya, bersaksi tentang kasih Allah. Jadikanlah dia contoh pencerahan bagi perjalanan kita dan ambillah manfaat, khususnya bagi kaum muda, suatu gairah nyata bagi Allah dan bagi kesucian demi mewartakan kepada dunia mengenai cahaya Injil “


Sumber: http://www.hardini.org/ dan http://www.vatican.va/news_services/liturgy/saints/ns_lit_doc_20040516_al-hardini_en.html

Terjemahan: http://www.pondokrenungan.com/forum/viewtopic.php?f=4&t=2335

Catatan: Aban adalah sebutan
untuk Pater atau Romo dalam Bahasa Aram/Syria, yang dirangkai dari dua kata aba=bapa dan ana=aku, Aban=Bapa yang merupakan sebutan empatik/hormat.