December 4, 2010

Tradisi Dogmatika Tentang Gereja Orthodox

Oleh : Romo Yohanes Bambang



Orthodoxia merupakan cara hidup yang terkenal bagi pendekatan yang berpengalaman pada Iman dan Dogma. Diakarkan dalam Alkitab, iman dan dotrinnya itu diperkaya oleh komentar-komentar yang hidup dari hidup para janasuci(santo) baik dimasa lampau maupun sekarang. Tradisi ini dipercaya oleh spekulasi-spekulasi Teologia dari Para Bapa dan Guru dari Gereja, dan oleh pernyataan dari bermacam-macam konsili yang berhubungan dengan doktrin-doktrin yang sesat. Sebagai suatu pendahuluan pada Doktrin dari Gereja orthodox, kita akan berhubungan dengan Tradisi Gereja dan Kitab Suci, bagian dari Tradisi ini , sebagai sumber Iman dan doktrin kekristenan kita.



1.Tradisi kudus Dan Dogma dari Gereja Orthodox



Sumber Iman dan doktrin Gereja Orthodox itu disebut sebagai “Tradisi Kudus”. Tidak seperti kekristenan barat, yang yang menyatakan adanya suatu pemisahan antara Alkitab dipandang menjadi Firman Allah yang terwahyu, dan tardisi Gereja dipandang menjadi a). sepenting Alkitab (Gereja Roma katolik) atau b). keduanya dan bahkan tak berarti sama sekali dalam pemandangan Kaum Protestan. Orthodoxia memegang posisi bahwa Tradisi Gereja itu memasukkan Alkitab, karena Alkitab adalah “epiphenomenon” atau bentuk luar dari Tradisi Kristen kita. Apakah Tradisi ini ? Apakah bentuk luarnya, yang darinya Alkitab itu satu?


Tradisi Kudus Gereja



Tradisi Gereja itu tidak lain adalah kehidupan Gereja, suatu kehidupan di dalam Sang Roh Kudus. dari suatu pokok pandangan Kristen, Gereja bukanlah semata-mata masyarakat manusia, sehingga kita dapat mempersamakan tradisi dengan sejarah masyarakat ini. Gereja adalah Tubuh Kristus yang hidup, dengan suatu sejarah sejauh anggotta-anggota manusianya itu diperhatikan, namun juga dengan suatu kehidupan kedalam yang lepas dari mata para sejarahwan, dan hal ini hanya dilihat oleh mata iman. Dalam pengertian ini, kita membedakan antara kekuatan dalam yang membimbing sejarah itu dan Roh yang mengilhaminya, kekuatan ini tak lain dan tak bukan adalah Sang Roh Kudus itu sendiri, dan yang diluar, pernyataan-pernyataan manusia tentang kehidupan Sang Roh kudus dalam Gereja.

Pengajaran Tuhan, diberitakan oleh Para Rasul, apakah itu keduabelas Rasul atau oleh para kelompok Para Rasul yang lebih besar lagi yaitu Tujuh puluh Rasul suatu misal, atau Misionari para rasul seperti Rasul paulus, telah diterus-sampaikan pada para janasuci, diteruskan hidup dalam komunitas Kristen yang telah menggantikan zaman Apostolik.

Komunitas Yang Hidup



Ada suatu kelangsungan yang hidup antara komunitas Apostolik dari Gereja mula-mula dan Komunitas yang menggantikannya. Iman, Pengajaran, doktrin dan kehidupan Kristen yang sama menjadi hadir dan terus-menerus menghadirkan diri mereka sendiri di sepanjang sejarah Gereja. Dalam pengertian ini, Gereja terus menjadi Gereja yang bersifat Apostolik, artinya ada dalam kelangsungan yang hidup dengan orang Kristen mula-mula ataun komunitas Apostolik. Tradisi sebagai kehidupan Gereja, dilihat dalam istilah komunitas yang hidup dengan Kekristenan kita yang asli dan sejati. 

Pada akhir abad pertama saat Kristen, pokok pengajaran Kristus dan fakta-fakta mengenai kehidupanNya dan karya yang menyelamatkan itu, telah ditambahkan pada Alkitab Kristen. Fakta-fakta itu telah menjadi bagian dari apa yang pada abad kedua disebut sebagai Kanon Alkitab, yang berisikan Empat puluh sembilan Kitab Perjanjian lama dan duapuluh tujuh Kitab Perjanjian baru. Akan tetapi masih banyak lagi pengajaran dari Tuhan dan perbuatan-perbuatanNya itu tidak dimasukkan dalam Alkitab Kristen ( Yoh 21:24-25). Hal itu masih tetap tinggal sebagai bagian dari kehidupan Gereja, warisan Komunitas Apostolik yang hadir terus – menerus melalui Sejarah.

Js. Basilius Agung mengatakan tentang pentingnya dari kata-kata Kristus yang tak tertulis, dan terang dari Tradisi ini, didalamnya seseorang seharusnya melihat KItab Suci. Tanpa terang ini, Js. Basilius mengatakan :”KItab Suci itu direndahkan hnaya sebagai suatu surat saja”. Tradisi Gereja bukan hanya konteks dalamnya seseorang dapat mengerti Alkitab, Tradisi ini juga komentar yang hidup, klarifikasi dan kelengkapan dari artinya juga. 

Tradisi, sebagai kelangsungan hidup dengan Kekristenan kita yang asli dan sejati itu, bukan tak dapat bergerak atau mengulang rumusan yang murni. Perubahan itu mungkin dalam tradisi. Ada diwaktu yang sama meneruskan dengan kesetiaan pada yang asli dan sejati, namun ada juga yang terputus. Kelangsungan dalam Tradisi itu adalah kesetiaan dan kelansungan yang kreatif. Esensial dari Iman Kristen, doktrin dan kehidupan adalah selalu sama. Ungkapan Iman mungkin berubah (bukan iman itu sendiri yang berubah) sesuai dengan Keadaan –keadaan sejarah yang konkrit didalamnya Iman ini diberitakan. 

Suatu Perbedaan yang favorit diantara para Teolog itu adalah Tradisi dalam T (besar) dan Tradisi dalam T (kecil). Tradisi dengan huruf T (besar) itu adalah menunjuk kehidupan Roh Kudus dalam Gereja. Tradisi itu adalah kehidupan ini yang menjadi kesinambungan kebenaran dan kehidupan di dalam Gereja, dan memberikan keamanan, kelangsungan dan tak dapat berubah, bahkan Tradisi dalam huruf T (besar) ini dapat dikatakan sebagai kehidupan Gereja secara integral. Sementara Tradisi dengan huruf T (kecil) itu adalah konkrit dan pernyataan bersejarah dari Tradisi itu, tradisi-trasi ini mungkin berubah. Sebagaimana dalam Alkitab, seseorang membedakan antara surat dan roh, demikianlah dalam tradisi Gereja pada umumnya, seorang membedakan antara konteks dan pengungkapan. 

Seorang membedakan bermacam-macam tradisi yang mengungkapkan “Satu Tradisi Gereja” : Alkitab, Patristik, Doktrinal, Kanonikal, seni, arsitektur dan tradisi-tradisi liturgy itu adalah ungkapan-ungkapan khusus dari sang Roh tentang Tradisi Gereja. Apa hal yang utama, dalam istilah – istilah iman itu, itu adalah Dogmatika, atau Tradisi doctrinal Gereja. Akan tetapi sejak semua aspek ini dan pernyataan-pernyataan dari satu Tradisi Gereja dicampuri, maka seorang seharusnya mempertimbangkan semua bentuk yang mengungkapkan Roh dari Satu Tradisi dalam membangun konteks dan arti Iman Kristen dan doktrin itu sendiri. 

Agar supaya seseorang mengerti Tradisi Gereja ini, maka mau tidak mau dia harus menjadi bagian dari tradisi ini. Seorang dapat mengerti kehidupan Sang Roh Kudus hanyalah di dalam Gereja, kalau dia menghidupi kehidupan ini dalam dirinya sendiri. Datang dan lihatlah Alkitab (Yoh 1:46) yang menunjuk pada Tradisi Kristen pada umumnya. Kalau kita hidup melalui Roh, hendaklah kita juga berjalan melalui Roh (Gal 5:25); kalau seorang hidup oleh sang Roh dia seharusnya berjalan oleh Roh, sebaliknya seseorang tidak dapat berjalan oleh Roh dan mengerti karyaNya dengan tepat, kecuali dia juga hidup oleh Sang Roh. Tradisi seperti kehidupan Roh dalam Gereja, menyaksikan akan pemeliharaanNya dan karyaNya dalam kehidupannya setiap hari. 


2. Bentuk-Bentuk Tradisi Dogmatika



Kita telah sebutkan bermacam-macam bentuk Tradisi, khususnya berkenaan pada Iman dan Doktrin. Hal tersebut adalah Alkitab itu sendiri, doktrin Para Bapa Gereja, Ekumenis dan konsili-konsili lokal, Liturgi kudus, arsitektur dan ikonografi Gereja.

a). Kitab Suci.



Kitab suci (baik Alkitab Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru) adalah bagian yang autoritatif dari Tradisi Kudus Gereja. Sebagaimana dengan hukum-hukum sekarang yang mengatur kehidupan masyarakat modern. Hukum-hukum ini adalah hasil dari kehidupan masyarakat, akan tetapi sekali terhasilkan, hukum-hukum ini ditempatkan diatas dan mengatur kehidupan ini. Demikianlah juga dengan Kitab Suci. Sekali dibangun oleh Komunitas Kristen, dituntun oleh Sang Roh kudus, maka Kitab Suci itu ditempatkan diatas dan mengatur kehidupan komunitas Kristen. Alkitab adalah produk dan epiphenomenon kehidupan Gereja, juga sebagai karya orang-orang. Namun ini juga karya Sang Roh Kudus, yang sedang bekerja dalam kehidupan Gereja ini. Karena kenyataan inilah mengapa Gereja menundukkan diri pada otoritas Alkitab, meskipun Alkitab itu muncul dari dalam Gereja.

Banyak yang telah dikatakan terkait dengan Penulisan Illahi dan pengilhaman Alkitab (theopneustia). Bermacam-macam teori telah diungkapkan disepanjang abad mengenai cara didalamnya Alkitab adalah karya dari Sang Roh Kudus. Philo dari Alexandria adalah penggagas utama dari apa yang disebut “Teori Mekanik” tentang pengerti Pengilhaman Illahi dari sang Roh Kudus. Menurut Philo , para penulis Alkitab itu berada dalam kondisi kerasukan Sang Roh Kudus, dimana Sang Roh kudus ini sedang menggunakan para penulis ini sebagai alat-alat yang buta. Suatu pandangan yang lebih baik adalah apa yang disebut dengan “Pandangan Dinamik” tentang kerjasama antara manusia dan Sang Roh Kudus dalam hal penulisan Alkitab. Dalam kerjasama apapun antara Allah dan manusia, Allah menuntun dan manusia mengikutinya, Allah bekerja dan manusia menerima karya Allah dalam dirinya, sebagai teman sekerja Allah dalam ketundukannnya padaNya. Jadi inilah Ilham Illahi terkait dengan penulisan Alkitab : Sang Roh kudus mengilhami, dan penulis kudus itu mengikuti perintah Sang Roh Kudus, menggunakan kemanusiaannya sendiri dan cara-cara yang tak sempurna untuk mengungkapkan berita yang sempurna dan doktrin Sang Roh Kudus.

Dalam hal ini, kita mungkin mengerti ketidak-sempurnaan dalam tulisan-tulisan Alkitab, mengingat hal tersebut adalah hasil dari kerjasama antara yang mahasempurna, Sang penulis Illahi yang sempurna dan manusia yang tak sempurna. Kritik tektual Alkitab adalah sangatlah normal dan dapat diterima oleh Orthodox, mengingat mereka melihat Alkitab dalam terang pengertian ini. Tidak ada manusia yang sempurna, termasuk Alkitab, yaitu hasil terakhir dari kerjasama manusia dengan Roh Illahi.


b). Para Bapa Gereja



Kitab suci dan lebih khusus lagi Perjanjian baru, itu tidak berisikan semua doktrin dan pengajaran Kristus. Gereja yang telah menghasilkan Alkkitab, tidaklah secara mutlak menyerahkan dirinya sendiri pada satu-2nya epiphenomena kehidupan ini, bahkan kalau hal tersebut sesuatu yang sangat berwibawa sekalipun seperti halnya Kitab Suci. Suatu bagian yang sangat penting dari pengajaran dan doktrin Kristus terus hadir dan diterus-sampaikan pada genearasi-generasi orang orang kudus melalui maksud-maksud yang lain dan cara-cara yang juga adalah bagian dari kehidupan Gereja, suatu kehidupan didalam Sang Roh Kudus. Salah satu dari cara-cara dan maksud-2 ini, yang melaluinya Kebenaran Kristus datang kepada kita ini adalah doktrin dari para bapa kudus Gereja.

Istilah para bapa gereja, sebagaimana kita telah mengertinya, menunjuk pada orang-orang yang memiliki iman yang kuat dan menyucikan hidup mereka secara sungguh, para guru agung dari kebenaran Kristus, para pendukung yang kuat dari Gereja dan para pembela terhadap para musuh iman Kristen dan kebenaran (para bidat). Para bapa Gereja ini selalu mengajar Iman dengan setia tanpa henti dan melanjutkan mengajar iman kristen kita yang sejati dan asli. Disatu sisi, Para Bapa Gereja ini telah memperbaiki hidup orang percaya dan memberi makan rohani jemaat Kristus dengan kebenaran Injil didalam pengertian yang lebih penuh, yang diterus-sampaikan pada mereka di dalam Tradisi Para janasuci bersama-sama dengan Injil. Disisi lain, Para Bapa Gereja yang sama ini, telah mengikuti langkah-langkah para rasul didalam menentang para musuh Iman yang benar (Tit 1:9, l Tim6:4-5, ll Tim 4:3-5). Seorang bidat atau “heretic” ( itu dari kata Yunani “airoumai, choose) adalah seseorang yang memilih doktrinnya sendiri untuk melawan Doktrin Gereja, atau seseorang yang mengurangi doktrin Gereja menjadi membuat doktrinnya sendiri dan menganggap menjadi satu-satunya yang benar, jadi bidat itu adalah pengurangan pada sesuatu yang sudah ada (Reductionism). Para Bapa Gereja selalu berdiri bagi keseluruhan kebenaran (Kekatolikan : yang diambil dari kata “Kath “ dan “olon” artinya keseluruhan), keseluruhan dalam hal apa, yang jelas itu menunjuk keseluhan dalam kebenaran.

Para Bapa Gereja sedang membantai bermacam-macam bidat disepanjang waktu Para Bapa Apostolik., yang telah mengikuti para rasul dan telah bertempur kususnya melawan faham Arius ( Js Basilius Agung, Js. Gregorius Sang Teolog dan Js. Gregorius dari Nyssa), Para Bapa Gereja yang bertempur melawan faham Nestorian adalah Js. Kyrilos dari Alexandria, yang melawan faham Monofisit (faham satu kodrat) dan faham Monothelitik (Faham satu kehendak) adalah Js. Maximos sang Pengaku Dosa, sedangkan yang melawan ikonoklastik adalah Js. Thgeodore dari Studion dan Js. Yohanes dari Damaskus. Disamping Para Bapa Gereja kuno dari Tradisi Patristik sampai akhir abad ke delapan, Gereja Orthodox juga mengakui adanya apa yang disebut dengan Para Bapa Gereja yang baru dari masa Byzantium, diantaranya adalah Js. Gregorius Palamas (abad ke 14) yang memiliki tempat yang mulia.

Gereja bergantung pada semua Para Bapa Gereja ini dan terang yang mereka punyai tentang Iman Gereja yang hidup, hadir dalam kelansungan yang hidup dengan Gereja mula-mula di dalam kehidupan Gereja sampai berabad-abad.

c). Konsili-Konsili Utama



Doktrin Gereja itu dibangun dengan sangat baik dan bahkan terbaik melalui apa yang disebut dengan “Ekumenikal”, yang universal atau konsili-konsili kekaisaran. Dua dari konsili-konsili itu adalah : Pertama Konsili yang diadakan di kota Nikea pada tahun 325 Masehi dan yang kedua diadakan di Konstantinopel pada tahun 381 Masehi, telah membangun Iman dalam Tritunggal Mahakudus, pertama telah membangun Ke-Illahian Kristus dan kedua telah membangun Ke-Illahian Sang Roh Kudus, guna melawan para petarung tentang Roh Kudus yaitu “Pneumatomachs”.

Konsili-Konsili ini telah membangun apa yang disebut dengan “Dogma Kristologi”, doktrin tentang Kristus, “Allah sejati dan manusia sejati” yaitu Pribadi Illahi yang telah mengenakan suatu kemanusiaan yang sempurna dalam diriNya sendiri, menyelamatkan dan mengillahikannya (menyatu dalam ke-IllahianNya). Konsili-Konsili ini adalah Konsili di Efesus yang diadakan pada tahun 431 Masehi guna melawan faham Nestorian, dan konsili kalsedon yang diadakan pada tahun 451 Masehi guna melawan Eutyches dan faham monofisit, dan ketiga, yaitu konsili ke enam yang diadakan di Konstantinopel pada tahun 681, guna melawan faham monothelistik yaitu faham “satu kehendak” Kristus. 

Dalam suatu pengertian, dua konsili utama yang lain, yaitu Konsili kelima yang diadakan di Konstantinopel pada tahun 553 Masehi dan Konsili ketujuh yang diadakan pada tahun 787 di kota Nikea itu juga merupakan Konsili tentang “Kristologi”. Konsili kelima yang telah mengutuk tulisan-tulisan musuh-musuh dari Sekolah Antiokhia yaitu : Theodore Mopsuetia, Theodoret dari Siprus dan Ibas dari Edessa, tanpa mencadangkan Keputusan kalsedon, telah memberi suatu interpretasi Alexandria pada pengajarannya (yang telah dipandang telah mewakili Sekolah Antiokhia), dan Konsili keenam, yang telah mempertahankan doktrin tentang ikon-ikon itu adalah suatu akibat dan konsekwensi dogma Kristologi, jadi Ia dapat digambarkan dalam bentuk kemanusiaanNya.

d). Syahadat Gereja



Kekristenan barat menggunakan syahadat ini, menunjuk pada “Ekumenikal” : a). Pengakuan Iman Rasuliah, b). Pengakuan Athanasius dan c). Pengakuan/Syahadat Iman Nikea/Konstantinopel. Sesungguh dua Pengakuan Iman pertama itu bukanlah “Ekumenikal” atau Pengakuan Iman yang bersifat Universal. Pengakuan Iman Rasuliah itu, sesungguhnya adalah Pengakuan Iman Gereja Roma, yang memantulkan kebersamaan Iman Rasuliah. Pengakuan Athanasius adalah juga pengakuan Iman Gereja barat, yang diciptakan di barat, barangkali di Prancis bagian selatan sekitar akhir abad ke lima ataun permulaan abad keenam. Pada waktu Pengakuan Iman itu memantulkan perkembangan Trinitarian dan Dogma Kristologi. 

Satu-satunya Pengakuan Iman yang Ekumenikal adalah Pengakuan/Syahadat Iman Nikea/Konstantinopel, atau Pengakuan Iman begitu saja. Pengakuan ini pertama telah disebarluaskan atau dikumandangkan oleh Konsili Nikea pada tahun 325 Masehi. Pengakuan ini telah diedit dan dilengkapi oleh Konsili KOnstantinopel pertama pada tahun 381 masehi. Sejak waktu itu, Pengakuan Iman ini telah diterima secara universal sebagai suatu ringkasan dari semua doktrin-doktrin Kristen yang penting, dan pengakuan ini digunakan baik untuk Katekisasi maupunn untuk penyembahan Gereja.

e). Konsili-Konsili Setelah Tujuh Konsili



Gereja orthodox melihat dirinya sendiri itu menjadi Gereja Kristus. Dari pokok pandangan ini, konsili-Konsili utama, bahkan setelah terpisahnya antara Gerejua Timur Dan Gereja Barat pada tahun 1054, mungkin masih dipandang dan disebut sebagai Konsili-Konsili Ekumenikal. Akan tetapi untuk menghormati masalah “Ekumenikal” dan sebagai masalah akan kebijaksanaan pastoral dan strategi, Gereja tidak memberikan nama “Ekumenikal” pada konsili-konsili yang tidak mewakili Gereja yang tak terbagi-bagi dari kekaisaran Byzantium.

Meskipun demikian konsili-konsili penting yang diadakan di Timur setelah keterpisahan antara Kekristenan Timur dan Barat dan adalah sepenting dalam istilah-istilah pembangunan Iman dan pengucapan dengan jelas dalam isinya. Demikianlah konsili konsili yang diadakan pada tahun 1341 dan 1351, yang telah membangun doktrin Kristen Orthodox mengenai “Anugerah Illahi” , “Energi Illahi dari Allah” dan “Terang yang tak terciptakan” menurut Js. Gregorius Palamas.

Konsili-Konsili yang diadakan selama abad keenam belas itu adalah tindakan untuk menghadapi penyusupan Protestan di Gereja Timur dan membangun doktrin orthodox untuk melawan pengajaran –pengajaran Protestan, seperti Konsili di Jassi pada tahun 1662 dan konsili di Jerusalem pada tahun 1672 itu juga dipandang sebagai konsili-konsili yang relative penting. Dokumen-dokumen dihasilkan oleh konsili-konsili ini, atau di sahkan oleh mereka, bersama-sama dengan dokumen-dokumen lain yang penting, seperti :”Pengakuan Iman” oleh Para wali Gereja Orthodox (prelate) dan Para guru ( seperti : Js. Photios, Michael Cerularius, Markus dari Efesus, Genandios dari Konstantinopel, Jeremiah II dari Konstantinopel, Metrophanes Kristopoulos, Peter Moghila dan lain sebagainya), diberi nama kitab-kitab simbolik dari Gereja Orthodox. Mereka itu benar-benar saksi-saksi Iman Orthodox sekali diterus sampaikan pada para janasuci dan terus-menerus hadir dalam Gereja Orthodox. Akan tetapi otoritas mereka itu tunduk pada otoritas konsili-konsili Ekumenikal dan Para Bapa Gereja kuno.

f). Liturgi Kudus



Gereja Orthodox dikenal akan kekayaan tradisi liturginya. Liturgi Orthodoxia itu berisikan puisi, akar-akar Alkitab dan dogmatika yang sangat akurat.

Seseorang yang membuka buku-buku Liturgi Orthodox akan menyadari bahwa buku –bukun itu diisi dengan catatan-catatan Alkitabiah dan juga kenang-kenangan. Tidak satupun orang mengalami kesulitan menyebut penyembahan Orthodox itu sebagai suatu penyembahan yang bersifat Alkitabiah, karena langsung atau tidak langgsung catatan-catatan baik Perjanjjian Lama maupun Perjanjian Baru terkait erat diseluruh Liturgi Orthodox. Apalagi Liturgi yang sama ini, merayakan misteri iman, darinya kebangkitan Kristus itu mempunyai tempat yang sentral, diisi dengan dogmatikan dan pernyataan-pernyataan doktrin, apakah itu dari doktrin konsili-konsili atau dari doktrin Para Bapa Gereja. Karakteristik ketiga dari penyembahan Orthodox, yaitu puisinya, mungkin dalam beberapa cara itu jadi tak harmonis dengan bagian sebelumnya, yaitu dari keakuratan dogmatikal dan keseksamaan.

Pada dasarnya pernyataan lex orandi, lex credendi (aturan doa itu adalah aturan iman) itu selalu benar, akan tetapi di waktu-waktu puisi itu memilkii persyaratannya sendiri, agar supaya masih tetap berdiri sebagai puisi (yang pada waktu-waktunya berarti lisensi puitis atau tak seksamadan tak teliti). Karakteristik penyembahan Orthodox ini, tidak berarti menghancurkan atau menyakiti iman, namun sebaliknya, hal tersebut menguatkan dan memeriahkan iman dengan menambah pada extra demensi, atau menggunakan suatu ungkapan yang lebih baik, dengan menguatkan demensi Hati dari Iman itu.

Liturgi Kudus itu sendiri, adalah teks dan perayaan dari Sakramen-Sakramen kudus, teks-teks liturgi Gereja pada umumnya memiliki keduanya Teologia yang cocok tepat dan meditasi teologia, yang sangat dapat membantu seseorang yang ingin mengetahui iman melalui doa dan penyembahan menurut Iman.

g). Kanon-Kanon Gereja



Perundang-undangan kanonikal yang melimpah dari Gereja Orthodox itu, juga memiliki informasi tentang doktrin Gereja. Kanon-kanon menunjuk pada iman dan prinsip-prinsip moral Kekristenan yang didasarkan pada Iman, situasi-situasi yang konkrit, lokal dan sejarah. Kanon-kanon Gereja adalah suatu contoh yang benar-benar dari Gereja yang selalu mengungkapkan kembali pengajarannnya dan mengatur kembali strateginya sesuai dengan kebutuhan jaman. Disamping ini, banyak dari kanon-kanon Gereja khususnya apa yang disebut dogmatika – dogmatika itu, mengungkapkan doktrin Gereja dengan jelas, dengan cara yang tak terselisihkan, sama dengan pernyataan-pernyataan Iman yang dirumuskan oleh konsili-konsili Ekumenikal yang juga telah menghasilkan kanon-kanon. Kanon-kanon ini sungguh merupkan kesaksian yang sangat penting dari Iman Gereja, dan harus dimanfaatkan sebagai suatu ungkapan iman yang penting.

h). Seni Kristen : Ikonografi dan arsitektur



Akhirnya salah satu bentuk yang tradisi doctrinal Gereja yang mungkin diungkapkan oleh Gereja adalah arsitektur dan Ikonografi Gereja. Tradisi Gereja Byzantium telah mengembangkan sutu simbolisme yang penting mengenai Gedung bangunan Gereja yang besar : Narteks adalah persiapan untuk masuk kedalam sorga, bagian dari Gereja dengan kubah diatasnya, mewakil - hadirkan sorga itu sendiri dan Mezbah, benda-benda kudus bagi orang-orang kudus, dengan altar ditengahnya, mewakili tempat tinggal yang kudus dari Allah dan tahta Allah. Simbolisme khususnya jelas dalam perayaan Liturgi Kudus, dimana Kerajaan Allah yang terputus itu, menjadi hadir ditengah-tengah jemaat.

Ikonografi Byzantium juga merupakan suatu ungkapan iman. Ikon-ikon , adalah kitab-kitab untuk orang yang tak dapat membaca, yang mengajarkan sebagian besar iman pada seseorang yang tahu bagaimana untuk membaca ikon-ikon itu. Digambar sesuai dengan suatu Tradisi yang cukup kuat dan dalam corak yang kuat pula, setelah berdoa dan berpuasa yang dilakukan oleh para penggambar Ikon, maka ikon-ikon yang digambar itu telah menjadi candela-cendela sorga, menyatakan misteri-misteri sorgawi orang percaya, misteri-misteri Iman. Ikon-ikon itu telah menjadi nyata, kehadiran yang bersifat sacramental dari pribadi-pribadi atau realita yang digambarkan didalam mereka, jadi menuntun orang percaya bersekutu – nunggal dengan pribadi ata realita yang digambarkan dalam diri mereka. Bapa dasar kesaksian didapat melalui orang-orang yang menjelaskan dan ungkapan-ungkapan dogmatikal dan tradisi doctrinal dari Gereja, sebagai akibat orang dapat mengungkapkan doktrin-dktrin utama dari iman sebagaimana yang dihidupi dan dialami dalam konteks kehidupan dari Gereja Orthodox.

No comments:

Post a Comment