May 12, 2008

Konsili Nicea I

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.


Konsili Nicea Pertama dihimpunkan oleh Kaisar Roma Konstantin Agung pada 325 M. Ini adalah konferensi ekumenis[1] pertama para uskup dari Gereja Kristen.
Tujuan konsili ini (yang juga disebut sinode) adalah memecahkan perbedaan pendapat di Gereja Alexandria mengenai hakikat Yesus dalam hubungannya dengan Sang Bapa; khususnya apakah Yesus mempunyai hakikat yang sama atau serupa dengan Allah Bapa. St. Alexander dari Alexandria mengambil posisi yang pertama; penatua Arius yang populer, yang merupakan asal-usul istilah pertikaian Arian datang, dan mengambil posisi yang kedua. Konsili ini memutuskan menentang kaum Arian. Hasil lain dari konsili ini adalah kesepakatan mengenai tanggal perayaan Paskah Kristen, yang mulanya berkaitan dengan Paskah Yahudi. Perayaan ini adalah perayaan terpenting dalam kehidupan Gereja. Konsili memutuskan untuk merayakan Paskah pada hari Minggu pertama setelah equinox musim semi, bebas dari Kalender Ibrani Alkitab (lihat pula Quartodecimanisme), dan memberikan wewenang kepada Uskup Alexandria kemungkinan menggunakan kalendar Alexandria) untuk mengumumkan setiap tahunnya tanggal yang persis kepada rekan-rekan uskupnya.
Konsili Nicea secara historis penting karena ini adalah upaya pertama untuk mencapai konsensus di kalangan gereja melalui sebuah persidangan yang mewakili seluruh dunia Kristen.[2] "Ini adalah kesempatan pertama untuk pengembangan Kristologi yang teknis."[3] Lebih jauh, "Konstantin dalam menghimpunkan dan memimpin konsili ini menandai adanya kontrol kerajaan atas gereja."[4] Dengan dirumuskannya Pengakuan Iman Nicea, ditetapkanlah sebuah preseden untuk konsili-konsili umum berikutnya untuk merumuskan sebuah pernyataan iman dan kanon yang dimaksudkan untuk dijadikan sebagai ajaran yang benar bagi semua orang Kristen. Hal ini dimaksudkan untuk mempersatukan Gereja dan memberikan pedoman yang jelas dalam hal-hal yang dipertentangkan tentang apa artinya menjadi orang Kristen. Ini adalah sebuah peristiwa penting dalam sejarah Gereja dan sejarah Eropa di kemudian hari.
Daftar isi
Sifat
Konsili Nicea I
http://id.wikipedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png
Konsili Nicea I
Konsili Nicea Pertama adalah perhimpunan umum pertama para uskup dari seluruh Gereja, untuk memecahkan perbedaan-perbedaan iman yang telah muncul dan untuk mendefinisikan dengan jelas iman yang diteirma dari para rasul. Dalam konsili ini, Gereja dan Negara bertindak bersama-sama. Konsili-konsili sebelumnya, seperti misalnya Konsili Yerusalem, memang telah memecahkan masalah-masalah penting. Kini Konsili Nicea merumuskan sebuah pernyataan yang tegas terhadap ajaran sesat yang berkembang, suatu pengakuan iman yang dimaksudkan untuk memperjelas dan membela warisan dari keyakinan yang benar. Konsili ini mempunyai dampak di seluruh dunia, bagi seluruh Gereja.
Dalam Arianisme terdapat halangan besar untuk menyelaraskan Gereja dengan kesatuan Kekaisaran Bizantium. Karenanya, selama musim panas tahun 325 M., para uskup dari semua provinsi diundang ke Nicea di Bithynia, sebuah tempat yang mudah dijangkau oleh kebanyakan para uskup, khususnya mereka yang berasal dari Asia Kecil, Suriah, Palestina, Mesir, Yunani, dan Thrasia.
Para undangan
Konstantin mengundang ke-1800 uskup Gereja Kristen (sekitar 1000 orang di timur dan 800 orang di barat).
Jumlah para uskup yang ikut serta tidak dapat dipastikan dengan akurat: menurut Eusebius dari Kaisaria (Kehidupan Konstantin 3.8) ada 250 orang, menurut Athanasius dari Alexandria (Ad Afros Epistola Synodica 2) ada 318, menurut Eustathius dari Antiokia (Theodoret H.E. 1.7) ada 270, ketiga-tiganya ini hadir pada konsili tersebut. Belakangan Socrates Scholasticus (H.E. 1.8) mencatat lebih dari 300 orang, Evagrius (H.E. 3.31), Hilarius (Contra Constantium), Hieronimus (Chronicon) dan Rufinus mencatat 318.
Para uskup yang ikut serta diberikan perjalanan gratis pulang pergi dari takhta keuskupan mereka ke konsili, dan penginapan cuma-cuma. Para uskup ini tidak datang sendirian; masing-masing mendapatkan izin untuk membawa serta dua orang presbiter dan tiga orang diaken, jadi jumlah keseluruhan hadirin mestinya lebih dari 1500 orang. Eusebius berbicara tentang rombongan yang hampir tidak terhitung jumlahnya yang terdiri dari para imam, diaken, dan pembantu.
Konsili ini juga penting mengingat penganiayaan terhadap orang Kristen baru saja berakhir dengan dikeluarkannya Edik Milano pada Februari 313 oleh Konstantin dan Licinius.
Sekadar catatan, para uskup dari Timur merupakan mayoritas besar. Dari mereka, barisan pertama diduduki oleh tiga orang uskup agung: Alexander dari Alexandria, Eustathius dari Antiokia, dan Macarius dari Yerusalem. banyak dari para bapak gereja yang hadir, misalnya Paphnutius dari Thebes, Potamon dari Heraclea dan Paulus dari Neokaisaria, telah bertahan sebagai saksi-saksi dari iman mereka, dan datang ke konsili dengan tanda-tanda penganiayaan di wajah mereka. Para hadirin terkemuka lainnya adalah Eusebius dari Nikomedia, Eusebius dari Kaisaria, Nikoas dari Mira, Aristakes dari Armenia, Yakobus dari Nisibis, seorang bekas pertapa dan Spiridion dari Trimithous yang meskipun sudah diangkat menjadi uskup tetap bermatapencarian sebagai seorang gembala. Dari tempat-tempat asing datang seorang uskup Persia, Yohanes, seorang uskup Goth, Teofilus dan Stratofilus, uskup dari Pitiunt di Egrisi (terletak di perbatasan Rusia dan Abkhazia sekarang, di luar kekaisaran Bizantium).
Provinsi-provinsi berbahasa Latin mengutus sekurang-kurangnya lima wakil, yaitu Marcus dari Kalabria dari Italia, Cecilian dari Kartago dari Afrika, Hosius dari Córdoba dari Hispania, Nikasius dari Dijon dari Gaul, dan Domnus dari Stridon dari provinsi Donau.
Di antara para asisten adalah Athanasius dari Alexandria, seorang diaken muda dan pendamping Uskup Alexander dari Alexandria, yang menonjol sebagai "pejuang yang paling gigih dalam melawan kaum Arianis," dan demikian pula Alexander dari Konstantinopel, yang saat itu seorang presbiter, sebagai wakil dari uskupnya yang sudah lanjut usia.
Agenda dan prosedur
Agenda sinode adalah:
  1. Masalah Arianisme,
  2. Perayaan Paskah,
  3. Skisma Meletia,
  4. Apakah Sang Bapa dan Sang Anak itu mempunyai satu kehendak atau satu pribadi
  5. Baptisan orang-orang sesat, dan
  6. Status dari mereka yang murtad pada masa penganiayaan di bawah Licinius.
Konsili ini dibuka resmi pada 20 Mei, di bangunan tengah dari istana kekaisaran, dengan diskusi-diskusi pendahuluan tentang masalah Arianisme. Dalam pembahasan-pembahasan ini, sejumlah tokoh yang dominan adalah Arius, dengan sejumlah penganutnya, khususnya Uskup Eusebius dari Nikomedia, Uskup Theognis dari Nice, dan Uskup Maris dari Khalsedon. Hosius dari Cordova mungkin menjadi ketua pembahasan ini.
Eusebius dari Kaisaria mengingatkan hadirin akan pengakuan iman (lambang) baptisan di keuskupannya sendiri di Kaisaria di Palestina, sebagai suatu bentuk rekonsiliasi. Mayoritas para uskup setuju dengannya. Selama beberapa waktu para ahli mengira bahwa Pengakuan Nicea yang asli didasarkan pada pernyataan Eusebius ini. Kini kebanyakan ahli berpendapat bahwa Pengakuan Iman ini diambil dari pengakuan iman baptisan Yerusalem, seperti yang dikemukakan oleh Hans Lietzmann. Kemungkinan lainnya adalah Pengakuan Iman Rasuli.

Namun Konsili Nicaea tidak menyatakan bahwa perhitungan Alexandria atau Roma sebagai yang normatif. Sebaliknya, Konsili memberikan Uskup Alexandria hak istimewa untuk mengumumkan setiap tahun tanggal Paskah Krisen kepaad Roman curia. Meskipun Sinode menangani penetapan tanggal Paskah Kristen, ia merasa cukup puas untuk menyampaikan keputusan ini kepada berbagai keuskupan, ketimbang menetapkan sebuha kanon. Di kemudian hari, muncul lagi konflik tentang masalah ini. Lihat pula Computus.
Masalah-masalah lain
Lalu para uskup memulai pemebahasan menentang skisma Meletia. Pendirinya diskors dari jabatannya namun tidak diturunkan kedudukannya ataupun dibuang.
Akhirnya, konsili merumuskan dua puluh hukum gereja yang baru, yang disebut kanon, (meskipun jumlah yang persisnya dapat diperdebatkan, lihat [5]), yaitu aturan-aturan disiplin yang tidak berubah. Ke-20 hukum tersebut sebagaimana didaftarkan dalam Para Bapak Nicea dan Pasca-Nicea adalah sebagai berikut:[6]
1. larangan pengebirian diri sendiri; (lihat Origenes)
2. penetapan syarat-syarat minimum untuk katekismus;
3. melarang hadirnya seorang perempuan muda di rumah seorang rohaniwan karena hal itu dapat menyebabkan kecurigaan terhadap sang rohaniwan ;
4. penahbisan seorang uskup di hadapan sekurang-kurangnya tiga uskup provinsial dan pengukuhan oleh metropolitan;
5. dua sinode wilayah harus diselenggarakan setiap tahunnya;
6. pengakuan wibawa luar biasa untuk para uskup dari Alexandria dan Roma, untuk wilayah mereka masing-masing;
7. pengakuan terhadap hak-hak kehormatan dari takhta suci Yerusalem;
8. syarat persetujuan dengan kaum Novatian;
9–14. syarat untuk prosedur yang lunak terhadap orang yang murtad pada masa penganiayaan di bawah Licinius;
15–16. larangan pemecatan terhadap imam;
17. larangan riba di antara para rohaniwan;
18. para uskup dan presbiter akan terlebih dulu menerima Perjamuan Kudus (Ekaristi) sebelum para diaken;
19. pernyataan bahwa baptisan yang dilakukan oleh para penyesat tidak sah;
20. larangan berlutut selama liturgi, pada hari Minggu dan selama 50 hari Masa Paskah ["pentakosta"]. Berdiri adalah sikap normatif untuk berdoa pada saat ini, dan hal ini masih dilakukan di antara kaum Ortodoks Timur. (Kelak, Gereja Barat menerima istilah Pentakosta untuk merujuk pada hari Minggu terakhir dari Masa Paskah, yaitu hari ke-50.) Untuk teks lengkap mengenai larangan berlutut, dalam bahasa Yunani dan terjemahan bahasa Inggris, lihat kanon 20 dari akta konsili.
Sebagai kesimpulan, pada 25 Juli 325, para uskup di konsili itu merayakan ulang tahun ke-20 kaisar. Dalam pidato sambutannya, Konstantin sekali lagi memberitahukan kepada hadirin betapa ia membenci pertikaian dogmatis. Ia ingin Gereja hidup dalam keharmonisan dan damai. Dalam sebuah surat edaran, ia mengumumkan tercapainya kesatuan praktik oleh seluruh Gereja pada hari perayaan Paskah Kristen.
Namun sinode ini tidak tegas. Arius serta teman-temannya dihukum bersamanya dan kaum Meletia memperoleh kembali hampir semua hak mereka yang sebelumnya telah lenyap. Selain itu Arianisme terus menyebar dan menyebabkan perpecahan di dalam Gereja, sepanjang sisa abad ke-4.
Catatan kaki
Lihat pula
Bibliografi
Sumber-sumber primer:
Sumber-sumber sekunder:
Pranala luar

No comments:

Post a Comment