December 9, 2010

Dari Haram Ke Halal


Tradisi Yahudi menekankan kesucian makanan sebagai bagian ritualnya yang lahiriah dan bertumpu pada perbuatan baik, karena itu diatur mengenai mana makanan halal dan mana makanan haram. Namun Yesus telah mengadakan Perjanjian Baru dimana bukan makanan suci yang menyelamatkan kita tetapi pencurahan darahnya di kayu salib, dengan demikian umat Kristen tidak terikat lagi akan peraturan tentang makanan halal dan haram.
Bagaimana pandangan Yesus soal makanan halal-haram dibawah hukum TauratMengenai soal makanan yang najis, Yesus mengajarkan bahwa:
"Bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang." (Mat. 15:11; lihat ayat 1-20)
Jawaban ini ditujukan kepada orang Farisi dan ahli Taurat yang mempersoalkan makanan haram dan penggunaan alat makan termasuk tangan yang dibasuh. Di sini Yesus membedakan adat-istiadat Yahudi (budaya religi) dengan 'perintah Allah' yaitu hukum imamat sebenarnya.
"Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari padaKu. Percuma mereka beribadah kepadaKu, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia." (Mat.15:8-9),
"Perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia." (Mrk.7:8)
Semula yang dipersoalkan dalam konteks ayat itu adalah soal 'membasuh tangan' (bagaimana), tetapi kemudian Yesus membawanya kepada 'alasan pembasuhan' itu (mengapa). Yesus memberi pengertian bahwa tangan dibasuh agar jangan ada bekas makanan najis yang dimakan, itulah sebabnya Tuhan Yesus bercerita mengenai makanan halal dan haram pada ayat paralelnya (Mrk. 7:1-23; lihat ayat-19). Jadi kenajisan bukan 'bagaimana' seseorang membasuh tangan, tetapi 'mengapa' kenajisan harus dibersihkan, jaitu kenajisan yang masuk ke mulut, dan ini kemudian dibawa kepada pengertian baru bahwa yang menajiskan sebenarnya adalah kata-kata yang keluar dari mulut dan bukan makanan yang masuk ke dalam mulut itu.
Dalam Mrk. 7:4 kita melihat bahwa ketika pergi ke pasar, dimana dijual daging babi (kesukaan orang Romawi & Yunani) dan makanan najis lainnya, sehingga di pasar orang saling memegang barang dagangan menjadikan barang-barang dapur termasuk tangan menjadi ikut najis/kotor, dan kenajisan dan kotoran itulah yang harus dibersihkan agar tidak masuk mulut kalau makan.
Kemudian, Yesus menyebut bahwa semua makanan itu sebenarnya halal (Mrk. 7:19), dan para murid termasuk Petrus mendengar juga ajaran itu. Tetapi, para murid tidak segera mencernanya karena adat istiadat Yahudi begitu melekat. Petrus masih mengikuti adat lama dengan tidak makan makanan yang diharamkan nenek moyang (Kis. 10:14), karena itu Tuhan Yesus memberi Petrus visiun makanan halal-haram dalam kaitan dengan orang asing yaitu Kornelius (Kis.11:5-10).
“Aku sedang berdoa di kota Yope, tiba-tiba tiba-tiba rohku diliputi kuasa ilahi dan aku melihat suatu penglihatan: suatu benda berbentuk kain lebar yang bergantung pada keempat sudutnya diturunkan dari langit sampai di depanku. Aku menatapnya dan didalamnya aku lihat segala jenis binatang berkaki empat dan binatang liar dan binatang menjalar dan burung-burung. Lalu aku mendengar suara berkata kepadaku: Bangunlah hai Petrus, sembelihlah dan makanlah! Tetapi aku berkata: Tidak, Tuhan, tidak, sebab belum pernah sesuatu yang haram dan yang tidak tahir masuk ke dalam mulutku. Akan tetapi untuk kedua kalinya suara dari sorga berkata kepadaku: Apa yang dinyatakan halal oleh Allah, tidak boleh engkau nyatakan haram. Hal itu terjadi sampai tiga kali, lalu semuanya ditarik kembali ke langit.” (Kis. 11:5-10).
Bagi Taurat Yahudi, agama Yahudi hanya untuk orang Yahudi saja, namun Yesus menghidupkan agama Kristen (mengikuti namanya Kristus) dimana tidak ada perbedaan antara bangsa Yahudi dan bangsa lain dalam nama Yesus, dan ini diidentikkan dengan tidak adanya perbedaan antara makanan haram dan halal dalam agama.
Dalam persidangan di Yerusalem (Kis. 15) kita melihat ajaran soal makanan halal-haram disadari para Rasul sehingga mereka dapat makan segala macam makanan kecuali (waktu itu) mereka masih membatasi pada makanan yang tidak tercemar berhala dan daging binatang yang tercekik dan darah, namun kita melihat dalam ajaran Paulus kemudian, soal inipun sudah lebih maju lagi (1 Kor. 8). Dalam surat Paulus ajaran Yesus mengenai semua makanan halal menjadi lebih jelas.
Sekalipun Petrus sudah memperoleh penglihatan jelas dalam kasus Kornelius dan kemudian diperteguh dalam persidangan Yerusalem, kita melihat sikap Petrus masih sering lemah yang ikut-ikutan adat Yahudi pengikut Yakobus (Kis. 21:15-26) hingga dikritik Paulus (Gal. 2:11-14), namun pada akhirnya Petrus juga makin teguh dengan keyakinan Injilnya.Berbeda dengan penganut kesucian makanan yang melarang orang minum anggur, Rasul Paulus menyuruh Timotius meminum anggur agar tidak lemah tubuh dan pencernaannya (1 Tim. 5:23).
Jadi, umat Kristen tidak perlu membedakan makanan karena semua diciptakan untuk manusia, dan Tuhan Yesus sudah mengubah pengertian lahir menjadi rohani, tetapi itu tidak berarti bahwa kita dapat dengan bebas makan-minum. Kita harus bertanggung jawab menjaga tubuh kita yang adalah Bait-Allah (1 Kor. 6:19-20) dengan menahan diri dalam hal makanan dengandemikian kita memuliakan Allah dengan tubuh kita.
Akhirnya, marilah mendengarkan nasehat rasul Paulus, agar kita berhati-hati menghadapi semangat ajakan kembali ke akar Yudaik yang berdasarkan taurat dan adat-istiadat Yahudi, melainkan hendaklah umat Kristen tetap berada dalam ajaran dan teladan sang juruselamat Kristus:
“Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; semuanya itu hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedangkan wujudnya ialah Kristus.” (Kol.2:16)

Salam kasih dari Sekertari www.yabina.org 

No comments:

Post a Comment