July 15, 2008

Mengapa Tradisi dan Kitab Suci dan bukan hanya Kitab Suci saja?

oleh: P. John Noone
Mewariskan Tradisi

Ada kalanya kita berhadapan dengan seseorang yang mengatakan, “Jika tidak ada dalam Kitab Suci, sekali-kali aku tidak percaya.” Perkataan tersebut mengandaikan bahwa semua perkataan dan perbuatan Yesus dicatat dalam Kitab Suci. Namun demikian, kita semua tahu bahwa Yesus tidak melimpahkan rahmat-Nya kepada kita dengan bergantung pada kemampuan membaca atau memiliki Kitab Suci. Yesus tidak memberikan perintah kepada Para Rasul-Nya untuk pergi dan menuliskan segala sesuatu yang telah dikatakan-Nya agar orang banyak dapat membacanya. Melainkan, Yesus mengatakan “Pergilah dan baptislah! Ajarlah mereka!” (Mat 28:19-20); kebenaran-Nya haruslah diwartakan. Nyata sekali bahwa pada waktu itu, yaitu sebelum penemuan mesin cetak, yang dimaksud adalah dengan pengajaran / perkataan lisan. Memang benar bahwa beberapa dari para Rasul dan pengikut-pengikut mereka menuliskan banyak hal tentang hidup dan ajaran Kristus. Ajaran lisan para Rasul adalah benar-benar Sabda Allah, sama seperti tulisan-tulisan dalam Kitab Perjanjian Baru. Kenyataan ini dibuktikan dengan ayat-ayat Kitab Suci sebagai berikut:

 

“Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini.” (Yoh 20:30)

 

“Masih banyak hal-hal lain lagi yang diperbuat oleh Yesus, tetapi jikalau semuanya itu harus dituliskan satu per satu, maka agaknya dunia ini tidak dapat memuat semua kitab yang harus ditulis itu.” (Yoh 21:25)

 

“Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.” (2 Tes 2:15)

 

Dan dalam Lukas 10:16 Yesus bersabda, “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku.”

 

“Sungguhpun banyak yang harus kutulis kepadamu, aku tidak mau melakukannya dengan kertas dan tinta, tetapi aku berharap datang sendiri kepadamu dan berbicara berhadapan muka dengan kamu, supaya sempurnalah sukacita kita.” (2Yoh 1:12)

 

“Banyak hal yang harus kutuliskan kepadamu, tetapi aku tidak mau menulis kepadamu dengan tinta dan pena. Aku harap segera berjumpa dengan engkau dan berbicara berhadapan muka.” (3Yoh 13-14)

 

Dua pernyataan terakhir dapat lebih mudah dipahami jika kita menyadari bahwa cara komunikasi terbaik antar para anggota keluarga adalah dengan saling berbicara satu dengan yang lainnya, bukan dengan saling menuliskan pesan. Dengan Perjanjian Baru, kita dijadikan anggota keluarga Allah. Hal-hal pokok yang diperlukan untuk memperoleh belas kasih Tuhan tercantum dalam Kitab Suci, tetapi itu tidak berarti bahwa Tuhan - dalam limpahan kasih-Nya - tidak menyediakan jauh lebih berlimpah bagi mereka yang melaksanakan Sabda-Nya. Tidak juga berarti bahwa kita semua dapat membaca Kitab Suci serta dengan sendirinya memahami sabda yang tertulis di dalamnya, seperti yang dengan jelas diceritakan dalam Kis 8:30-31 tentang sida-sida Etiopia. Ingatlah bahwa 2 Timotius 3:16 mengatakan bahwa segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat; tetapi dalam kitab tidak disebutkan atau bahkan disinggung bahwa segala tulisan itu adalah satu-satunya sumber.

 

Maksudnya ialah:

 

Kitab Suci, yakni Sabda Allah, bukanlah satu-satunya sumber informasi. Kitab Suci berisi catatan tentang peristiwa-peristiwa penting yang dapat dipercaya dan terbentuknya Wewenang Mengajar Gereja. Hanya mengandalkan Kitab Suci sebagai satu-satunya wewenang, sama dengan hendak mengatakan bahwa perkataan Yesus tidak patut dipercaya, karena bukankah Yesus sendiri mengatakan bahwa Ia akan menyertai Gereja-Nya senantiasa sampai kepada akhir zaman (Mat 28:20).

 

Kitab Suci bukanlah buku pelajaran agama atau dokumen teologi di mana seseorang dapat dengan cepat dan mudah menemukan jawab atas suatu pertanyaan. Kebenaran ada dalam Kitab Suci, tetapi kita harus tahu bagaimana mendapatkan kebenaran tersebut, sebab dalam banyak hal, tulisan-tulisan tersebut tidak disampaikan secara terus terang serta mudah dimengerti oleh umat Kristiani abad ke-20. Hal itu dikarenakan para penulis kudus amat bergantung pada tradisi, kebiasaan, serta keyakinan bangsa Yahudi abad pertama (bahkan sebelumnya) yang dianggap tidak perlu dicatat dalam Kitab Suci. Sebab itu, penting bagi kita untuk mengetahui sejarah, dan kemudian mempelajari, bagaimana tulisan-tulisan (yang kini menjadi bagian dari Kitab Suci) tersebut dipahami serta diajarkan kepada mereka, yaitu kepada siapa tulisan-tulisan itu ditujukan.

 

“Jika tidak ada dalam Kitab Suci, sekali-kali aku tidak percaya,” hanya mungkin masuk akal bagi ia yang mengatakannya, tetapi pernyataan itu sendiri adalah pernyataan yang bertentangan dengan Kitab Suci, karena tidak dijumpai dalam ayat manapun dalam Kitab Suci pernyataan yang menyatakan bahwa Kitab Suci adalah satu-satunya wewenang mengajar. Jadi, ia yang membuat pernyataan tersebut percaya akan sesuatu yang tidak ada dalam Kitab Suci. Sesungguhnya, Kitab Suci menyatakan bahwa Gerejalah tiang penopang dan dasar kebenaran (1 Tim 3:15).

 

sumber : "I'm Glad You Asked", Questions from the parishioners of St. Charles Borromeo Catholic Church Picayune, Mississippi; Copyright © 1999 by Fr. John Noone; www.scborromeo.org

 

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”

No comments:

Post a Comment